Oleh:
A. D. El Marzdedeq
Agama
Yang
Kebanyakan
aliran-aliran agama Yang tidak mengakui adanya surga dan neraka, walapun mereka
percaya akan adanya pembalasan di alam akhirat itu. Di alam akhirat itu ada
tempat hukuman dan ada tempat kebahagiaan, tempat hukuman itu bukan api
pembakar tetapi semacam penjara yang didalamnya itu ada pelbagai mecam siksaan,
tempat kebahagiaan itu ialah ketentraman hidup di akhirat, tidak terganggu
serta cukup.
Antara
dunia dan akhirat itu, terletak sebuah lautan luas membentang, di ujung lautan
itu terletak sebuah pulau, bertanah emas, berpasir permata, disitulah terletak
istana raja akhirat Yang Lao.Orang Cina menamakannya Tiong Gwan Tie Kuan.
Penjaga
akhirat itu berupa manusia berkepala binatang bersenjatakan tombak bergerigi,
bersula banyak dsb. Jika ada seorang penjahat mati, lalu ia sampai keakhirat,
ia akan diadukan ruh-ruh orang baik-baik kepada penjaga akhirat atau ia
dipukuli beramai-ramai oleh keluarga orang yang pernah disakitinya di dunia.
Penjaga akhiratpun mengusirnya dengan kejam atau memasukkannya kedalam penjara
siksaan. Sebagian ruh terpaksa lari kembali ke dunia, ruh penjahat itu akan
masuk kembali ke dalam badannya tetapi jasad itu telah rusak, jadilah ia ruh
gelandangan yang mencari makan di tempat penyembelihan babi dengan
menjilat-jilati darah yang tumpah atau ia makan sari-sari makanan/sayuran yang
terbuang. Ia sangat gembira jika ada seseorang sudi memanggilnya dalam upacara
cai lankung atau cai lantse, jika ia senang bertempat dalam badan baru itu, ia
enggan untuk pulang.
Manusia
yang baik-baik akan senang hidup di akhirat itu, karena ia dibekali keluarganya
di dunia, sehingga ia di akhirat itu hidup berkecukupan, dapat membeli tanah,
mendirikan rumah kembali, mempunyai kendaraan pribadi, atau jika seorang
petani, ia dapat bertani kembali dan berhasil menjadi petani kaya. Ada kalanya
ia menerima pula kiriman keluarganya di dunia.
Maka
yang bernasib malang, seorang bujang atau gadis, jika ia mati, tatkala sampai
di akhirat itu, penjaga gerbang akhirat bertanya. “Manakah pasanganmu?”. Gadis
dan bujang itu tak dapat menjawab, ia segera kembali ke dunia, tetapi jasadnya
sudah rusak, seekor belalang molek menyediakan dirinya untuk ditumpangi ruh
gadis atau bujang itu, belalang molekpun terbang kerumah orang tua si gadis
atau bujang itu, ia menjerit tetapi yang mendengar hanya bunyi belalang itu.
Mati
menurut ajaran Yang ialah jika ruh yang masih mempunyai selapis bungkus lagi
ialah badan halus, merasa tidak puas berbadan kasar yang rusak, seperti karena:
celaka, dibunuh, bunuh diri, penyakit, karena tua dsb, ruh yang berbadan halus
itupun keluarlah dan jasadpun membusuk.
Jasad
manusia:
- a. Jasad kasar, makanannyapun
makanan kasar.
- b. Jasad halus, makanannyapun
halus.
- c. Ruh
Tetapi
jika hanya jasad halus yang keluar, orang itu hanya mimpi, jika jasad halus itu
keluar dari tubuh, berbentuk serupa shio orang itu, ada berupa kambing,
harimau, naga, dsb. Jika kebetulan seorang melihat binatang jadi- jadian itu
lalu dibunuhnyalah, orang itu akan mati.
Sehari
kematian
Bantal
bekas tidur si mati dilemparkan ke atas atap, pada orang kaya, langsung
mulutnya diberi mutiara agar pandai menjawab di akhirat.Mayat dimandikan, air
bekas memandikannya dijadikan air pencuci muka oleh keluarga terdekat,
penangkal bayangannya.Lepas dimandikan, mayat didandani pakaian bekas kawin
lengkap.Tirai-tirai di ruangan, pakaian keluarga berganti putih-putih,
digantungkannya lilin putih, hio atau kemenyan di ruangan dalam.Putih adalah
lambang Yin, karena kematian kembali ke bumi.
Disajikannya
makanan untuk ruhnya yang dianggap masih ada sekitar ruangan itu dan sajian
untuk ruh penjemput, adakalanya disajikannya makanan untuk tali ari-ari dan
santan yang dianggap saudaranya itu.Santan dan tali ari-ari menjelma makhluk
halus yang mirip dengan si mati. Maka dipanggilnya wanita kelenteng untuk
meratapinya dan mempermainkan api dengan tarian pengusir hantu-hantu jahat,
ketika itu juga seorang pendeta melemparkan buah semangka di jalan.
Mayat
yang didandani lengkap dengan perhiasan itu dimassukkann ke dalam peti, pada
dasar peti itu dilapisi daun teh dan obat pengawet mayat.Mayat ditidurkan
terlentang berkasur kecil, berbantal putih dan berbantal guling sepasang
kiri-kanan, di belakang kakinya tersedia bekal hidup di akhirat.
Wanita
peratap meratapinya dengan tangis buatan, ditabuhnya tabuhan- tabuhan logam
diiringi tari dan nyanyian duka, keluarga dekat si mati langsung meletakkan
patung-patung kecil pada kaki mayat sebagai pengganti kepala manusia. Pada suku
Dayak, terdapat kebiasaan mengayau untuk galang lungun, pada kebiasaan Cina
purbapun sama juga.
Peti
mati ditutup setelah semua keluarga menyaksikannya, diberinya perekat dan
dipaku dengan paku-paku besar.
Peti
mati ditaruh di tengah ruangan dan dijaga siang malam, maka agar penjaga tiada
mengantuk, diadakan judi berseling, makan kuaci semalam suntuk. Penjaga mayat
itu harus duduk dekat kepala mayat, karena jika datang kucing langit lalu melangkahi
mayat, mayat itu akan bangkit kembali dan iapun akan memeluk siapapun yang
duduk dekat kakinya itu. (disebut “mayat gila”).
Dalam
dongeng Cina: “Tersebutlah seorang penjaga mayat mengantuk di kaki mayat itu,
tiba-tiba masuklah kucing langit melalui lubang kunci jendela dan langsung
dilangkahinya mayat itu, mayatpun segera bangkit, ia mengerang, diangkatnya
tutup peti yang berat itu sekuat tenaganya, ia turun langsung hendak memeluk si
penjaga, tetapi iapun segera lari dan akhirnya ia berlindung pada sebatang
pohon, mayatpun mengejar dan memeluk pohon itu, langusung ia mati kembali,
sehingga untuk melepaskannya, pohon itu digergaji.”
Tiga
hari kematian
Diadakan
pula pesta kematian, ruh masih ada di sekitar peti dan makan sari makanan yang
tersedia. Pada suku Tsen purba di daerah tenggara negeri Cina, pada masa itu
diadakan pembantaian kerbau dengan menebas leher kerbau dari depan, ketika
kerbau tengah dilarikan, ada kalanya sampai berpuluh ekor. Kini masih berbekas
pada suku Toraja.
Tujuh hari kematian
Peti
tetap ada ditengah ruangan, sajian besar disediakan untuk mengantar
keberangkatan ruh meninjau tempat tinggal yang baru diakhirat, hanya belum
diperkenankan menetap; ketika ia meninjau itu, lilin di rumah dipadamkan, agar
ia dapat melihatnya di akhirat karena cahaya lilin, (sesei liu/rie liau) ada
dengan ditiup, ada dengan dikipas semuanya berjampik.
Rumah-rumahan,
perahu-perahuan, kereta kecil mulai di bakar lalu disusul dengan pembakaran
uang-uangan sebagai pengganti uang asli, semula uang asli itu sebagian besar
dimasukkan kedalam peti dan sebagian dibakar, tetapi setelah terjadi
pembongkaran kuburan digantilah dengan uang-uangan.
Mengarak
peti ke kuburan atau ke dalam gua penyimpanan mayat, ada pada hari ketujuh,
kesembilan atau kelimam belas.
Ketika
peti itu diangkat, saudara muda dan anak-anaknya harus segera masuk ke bawah
peti itu.Mayat diarak dengan iringan keluarga mayat berpakaian serba putih,
bagi keluarga mayat, berpakaian serba putih itu selama seribu hari, kini
termasuk pita hitam pada lengan baju.
Peti
ditaburi bunga-bunga atau bunga itu dirangkai indah disimpan di atas tutup
peti, keluarga dekat memayungi peti itu dengan payung upacara, di belakang
iring-iringan peti itu, alat-alat kesenian dan di muka peti berjalan tukang
melempar sebarkan kertas perintis jalan dan membakar mercon. Ketika peti itu
mulai ditanam, merconpun disulut, keluarga lempar melempar tanah.Diatas kubur
dibangunlah rumah kubur, ditanamnya juga anjuang untuk penjaga ruh dari
gangguan ruh jahat.Adakalanya peti itu tidak ditaman tetapi disimpan dalam gua
mayat.
Pada
makam raja-raja dan kaum bangsawan ditemukan perhiasan-perhiasan yang mahal
terbuat dari emas, intan, mutiara dan batu jedi, keramik-keramik istimewa,
patung-patung dsb. Makam Kaisar Shih Huang Ti seluas enam setengah kilo meter
persegi (6,5 km2)dan dilengkapi enam ribu tentara patung setinggi manusia.
Sembilan
hari kematian
Biasanya
jika peti mayat tidak dikubur pada hari ke sembilan, sembilan hari kematian
hanya berupa pesta kecil dengan manyajikan kue, buah-buahan, dan ayam panggang.
Lima
belas hari kematian
Ada
pula sebagian keluarga yang merayakannya dengan menyalakan lima batang hio dan
menyajikan ayam pangang, buah-buahan dan air teh. Sebagian keluarga, bersiap
mengantarkan peti mayat ke kuburan atau ke tempat penyimpanan mayat.
Empat
puluh hari kematian
Menurut
kepercayaan ajaran Yang: Ruh yang beraga halus itu pergi sementara ke akhirat,
jika ia orang baik-baik, penduduk akhiratpun datang menjemputnya, ditiupnya
serunai, genderang, disajikannya buah-buahan dan dipersilakannya melihat-lihat
akan keadaan rumah, toko, kebun yang belum selesai, setelah itu ruh kembali
kebumi dan ia mendapat tantangan dan godaan, tetapi karena ia diantar pengawal
Yang akhirat, segala godaan itu dapat diatasinya. Di rumah ia makan-makan
segala sari makanan dan minuman yang disediakan untuknya, dalam pesta empat
puluh hari kamatian.
Konon
pengawal akhirat pulang kembali, ruh sehari semalam itu tinggal dalam ruang
tempat penyimpanan peti, keesokan harinya ruh pulang ke akhirat, ia pun
mendapat godaan dalam perjalanan pulang ke akhirat di lautan antara dunia dan
akhirat itu, ketika dilewatinya bulan, si Bongkok yang nakal mengulurkan tali
kailnya untuk mengail perahu yang ditumpanginya, ruh memberi kue-kue pada tikus
sehingga tikuspun memutuskan tali kail itu, setiap tali kail diulurkannya.
Seratus
hari kematian
Konon
rus sudah mempunyai rumah sendiri dan sudah bekerja kembali seperti pekerjaan
yang dikerjakannya di dunia. Pada seratus hari kematiannya itu, ruh kembali ke
bumi untuk memberi kabar bahwa ia telah menjadi penduduk akhirat, keluarganya
didunia menyambutnya dengan pesta saratus hari kematian. Ruh berterima kasih
pada keluarganya di dunia, karena telah bersusah payah mendirikan rumah
untuknya di akhirat, telah mengirimkan hamba sahaya, memberi modal dsb.
Sawaktu-waktu
ruh kembali ke dunia untuk melihat-lihat keluarganya di dunia, apakah mereka
yang ditinggalkan itu berbuat baik atau berbuat jahat.Pada masa itu kuku mayat
menjelma menjadi kunang-kunang.
Setahun
kematian
Memperingati
setahun kematian dengan acara sembahyang, menyajikan makanan dan minuman untuk
ruh mendiang, setelah ruh mendiang dipanggil untuk hadir, diundangnya pula
tetangga untuk makan-minum. Ditulisnya nama mendiang di papap arwah.
Tiga
tahun kematian
Tiga
tahun kematian atau seribu hari kematian, termasuk pesta besar, diadakan di
rumah dan kuburan.Keluarga sembahyang bersama-sama, menyajikan makanan dan
minuman yang mewah membakar kertas sembahyang dan sebagian pakaian mendiang,
lalu sebagian pula diberikan pada orang lain/bukan keluarga.
Abu
hio sejak upacara sembahyang sehari kematian sampai seribu harinya itu
dibiarkan pada tempat pembakaran hio dan dianggap abu pusaka.Diatas meja
sembahyang disimpan gambar mendiang.Setiap tahun, hari kematiannya tetap diperingati.
Selepas
upacara seribu hari kematian.Keluarga yang ditinggalkan melepas pakaian
berkabung “putih-putih” dan kembali berpakaian sehari-hari.
Han
Sit Ciat dan Cing Beng
Di
Cina, tiga hari menjelang Cing Beng, dirayakan upacara memperingati menteri Kai
Cu Cui dari negeri Cin yang mati terbakar bersama ibunya dalam hutan.
Tersebutlah
Kai Cu Cui seorang menteri yang setia kepada Raja Cin, tetapi raja Cin seolah
mengacuhkannya. Maka Kai Cu Cui bersembunyi bersama ibunya dalam hutan, Raja
Cin membakar hutan itu agar Kai Cu Cui keluar, tetap ia rela terbakar bersama
ibunya itu. Raja Cin menyesal, lalu diadakannya upacara sembahyang bagi Kai Cu
Cui dan ibunya itu. Selama tiga hari, bulan kedua atau ketiga, api dapur
dimatikan dan makan makanan dingin.
Agar
raja Cin selalu ingat kepada jasa-jasanya, Raja Cin membuat alas kaki dari kayu
yang diambilnya dari hutan itu dinamakan bakiak, lalu dipakainya sehari-hari.
Cing
Bing dirayakan pada bulan kedua atau ketiga (Sa Gwi), pada umumnya bulan
ketiga.Pesta diadakan di kuburan, Cing Bing merupakan pesta arwah, dilakukannya
sembahyang bersama, disajikannya makanan-minuman untuk arwah orang tua dan
nenek moyang. Di Cina, pada saat itu permualaan musim semi.
Cio
Ko – Sembahyang Rebutan
Pada
15 Cit Gwi, diadakan sembahyang untuk arwah dan peringatan kelahiran Tiong Tie
Kuan, raja akhirat, di kelenteng, genderang pemanggil arwah dibunyikan,
disajikannya pelbagai jenis makanan dan minuman. Konon arwah yang tersiksa di
akhirat, selama setengah bulan dibebaskan dan mereka turun ke bumi pada hari
ke-15 Cit Gwi kembali ke tenpat siksaannya itu.Lepas ucapara sembahyang, semua
makanan dan minuman dibagikan sehingga menjadi rebutan orang miskin.
Pada
masa Hindu dan Buddha
Di
Cina, Korea dan Jepang, bagi pemeluk agama Buddha, upacara kematian dan pesta
arwah disesuaikan dengan agama Buddha.
Di
Asia Tenggara, upacara kamatian disesuaikan dengan agama Hindu dan Buddha,
seribu hari kematian dibaurkan dalam upacara Syraddha, pelepas ruh dari ikatan
dunia.
Pada
masa Islam
Setalah
Islam berkembang ke Asia Tenggara dan sekitarnya, upacara kematian dan pesta
arwah tetap dilakuakan tetapi disadur diwarnai dengan warna Islam, isi
bacaannya digantikan tahlil, shalawat dan surat-surat pendek dan Qur’an, pahala
bacaannya itu dihadiahkan kepada arwah, ditutup makan minum sebagian dibekalkan
untuk para Lebai.
Di
Jawa, bulan Sya’ban dinamakan bulan Rewah (Arwah), pada lima belas Rewah,
diadakan sedekah arwah, menyajikan makan-minum bagi arwah, konon pada bulan
Rewah, arwah yang tersiksa dalam neraka, dilepaskan selama lima belas hari dan
mereka turun ke bumi, pada lima belas Rewah, mereka kembali lagi ke neraka.
Sesunggunnya
dalam Islam, Tidak ada upacara kematian 1-3-7-9-15-40-100-1000 hari, tidak ada
khaol, peringatan hari kematian, tidak ada sidkah arwah, upacara ini sisa dari
agama Yang
Sumber: Parasit
Aqidah, Selintas Perkembangan dan Sisa-sisa Agama Kultur, p.39-46 oleh A. D. El
Marzdedeq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar