Jihad pada hakikatnya adalah kewajiban setiap orang, dan jika Allah mewajibkan maka pada hakikatnya ada kemampuan dalam diri setiap orang untuk berjihad karena pahala yang besar dari jihad menjadikannya amalan yang berbuah surga dan setiap orang muslim berkesempatan mendapatkannya.
Tahapan pertama dan pasti akan dihadapi semua manusia termasuk dengan kemampuan yang telah dimilikinya adalah jihad menundukkan hawa nafsu. Jihad ini difahami dari beberapa atsar sebagai kebalikan yang dimaksud dari sebutan Rasulullah sebagai jihad ashgar [jihad perang] Sebagaimana dalam riwayat berikut :
والمشهور على الألسنة رجعنا من الجهاد الأصغر دون باقيه ففيه اقتصار انتهى
عن جابر قال قدم النبي صلى الله عليه وسلم من غزاة له فقال لهم رسول الله صلى الله عليه وسلم قدمتم خير مقدم وقدمتم من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر قالوا وما الجهاد الأكبر يا رسول الله قال مجاهدة العبد هواه – تاريخ بغداد 13: 523 –
Dan yang masyhur dalam perkataan adalah kembali dari jihad kecil tanpa menyebutkan sisanya [jihad besar]. Maka pada riwayat ini ada lebih ringkas, selesai. Dari jabir ia berkata : rasulullah SAW kembali dari suatu peperangan maka beliau berkata kepada mereka”Kalian telah kembali dari khaibar, dan kalian kembali dari jihad kecil kepada jihad yang besar “ wahai rasulullah apa jihad akbar itu ; ia menjawab berjihad menundukan hawa nafsunya {tarikh Baghdad 13; 523]
قال سمعت إبراهيم بنأبي عبلة وهو يقول لمنجاء منا لغزو قدجئتم من الجهاد الأصغرفمافعلتم في الجهادالأكبرقالواياأباإسماعيل وماالجهاد الأكبر قال ( 7 ) جهاد القلب – تاريخ ابن عساكير 6: 438 –
Ia berkata aku mendengar Ibrahim bi abi abalah dan ia mengatakan kepada orang yang baru datag dari peperangan‘ kalian telah kembali dari jihad ashgar maka apa yang akan kalian lakukan dalam jihad akbar? Mereka bertanya wahai abu ismail apakah yang dimaksud dengan jihad akbar, ia menjawab‘ jihad hati –tarikh ibnu asyakir 6;438
Fenomena terbesar akibat ketidaksanggupan menundukkan hawa nafsu adalah banyaknya manusia yang tidak menyembah atau beribadah kepada patung, berhala, matahari atau pun makhluk fana lainnya yang oleh sebagian manusia sesat dianggap sebagai ma’budnya, namun dalam kehidupan sehari-hari walaupun pernah ia ikrarkan melalui dua kalimat syahadat, perilakunya jauh dari ibadah yang disebutkan di atas. Mengapa ini bisa terjadi? Jika kita mau menyadari dengan hati dan pikiran yang jernih sebenarnya hal ini terjadi karena kita menyembah kepada hawa nafsu kita sendiri.
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا(43)أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا(44)
”Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?.atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (Q.S. Al-Furqaan:43-44)
Prosesi penyembahan terhadap hawa nafsu ini sebenarnya pernah dialami oleh sesepuh bangsa setan yaitu iblis ketika dia tidak mau melaksanakan perintah Allah untuk bersujud kepada Adam AS sebagaimana diterangkan dalam ayat berikut :
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُواْ لآدَمَ فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
[Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirmankepadaparamalaikat: “Sujudlah kalian kepada Adam,” makamereka pun bersujudkecualiIblis; iaenggandan istikbar (arogan) dania (pun) menjadikafir.] –al-baqarah 34
Sifat enggan melaksanakan perintah Allah merupakan bibit ketakaburan atau kesombongan, jika kesombongan sudah ada dalam diri kita, maka efek yang akan terjadi adalah sebagai berikut :
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surge seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab,“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
Lha kok bisa kesombongan sebesar biji sawi tidak akan masuk surga? Jaminan tidak akan masuk surga ini sangat masuk akal karena bagi orang yang sombong secara otomatis dia tidak akan mau melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah. Kalau sudah sombong, jangankan mau melaksanakan sholat, baca Al-Qur’an, shaum, zakat atau pun ibadah yang lainnya, untuk hal mudah seperti makan dengan tangan kanan pun dijamin tidak bisa melaksanakannya.
أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِشِمَالِهِ فَقَالَ « كُلْ بِيَمِينِكَ ». قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ اسْتَطَعْتَ ». مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ.
“Ada seorang laki-laki makan di samping Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangan kirinya. Lalu Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makanlah dengan tangan kananmu!” Orang tersebut malah menjawab, “Aku tidak bisa.” Beliau bersabda, “Apakah kamu tidak bisa?” -dia menolaknya karena sombong-. Setelah itu tangannya tidak bisa sampai ke mulutnya” (H.R. Muslim no. 3766).
Stadium terakhir bagi manusia yang mengidap penyakit sombong adalah kekafiran, mungkin belum kafir secara aqidah namun ia telah kafir secara amalan.
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَك
“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566)
Khalifah Umar bin Khottob sampai mengatakan, “Laa islama liman tarokash sholaah” [Tidak disebut muslim bagi orang yang meninggalkan shalat. Karena yang mengaku islam tapi tidak shalat sedang berkontribusi terhadap hilangnya islam yang sebenarnya.
« يَدْرُسُ الإِسْلاَمُ كَمَا يَدْرُسُ وَشْىُ الثَّوْبِ حَتَّى لاَ يُدْرَى مَا صِيَامٌ وَلاَ صَلاَةٌ وَلاَ نُسُكٌ وَلاَ صَدَقَةٌ وَلَيُسْرَى عَلَى كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِى لَيْلَةٍ فَلاَ يَبْقَى فِى الأَرْضِ مِنْهُ آيَةٌ وَتَبْقَى طَوَائِفُ مِنَ النَّاسِ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْعَجُوزُ يَقُولُونَ أَدْرَكْنَا آبَاءَنَا عَلَى هَذِهِ الْكَلِمَةِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فَنَحْنُ نَقُولُهَا ». فَقَالَ لَهُ صِلَةُ مَا تُغْنِى عَنْهُمْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَهُمْ لاَ يَدْرُونَ مَا صَلاَةٌ وَلاَ صِيَامٌ وَلاَ نُسُكٌ وَلاَ صَدَقَةٌ فَأَعْرَضَ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ رَدَّهَا عَلَيْهِ ثَلاَثًا كُلَّ ذَلِكَ يُعْرِضُ عَنْهُ حُذَيْفَةُ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ فِى الثَّالِثَةِ فَقَالَ يَا صِلَةُ تُنْجِيهِمْ مِنَ النَّارِ. ثَلاَثًا.
“Islam akan hilang sebagaimana hilangnya motif pakaian sehingga tidak diketahui apa itu puasa, apa itu shalat, apa itu nusuk (sembelihan), dan apa itu zakat. Kitabullah akan diangkat pada suatu malam. Lalu tidaklah tersisa di dunia satupun ayat dari kitabullah. Kemudian akan tersisa sekelompok manusia yang terdiri dari pria dan wanita yang tua renta. Mereka mengatakan, ’Kami mendapati nenek moyang kami mengucapkan kalimat ‘lailaha illallah’, lalu kami ikut mengatakan kalimat tersebut.” Lalu Shilah (seorang tabi’in senior) mengatakan kepada Hudzaifah, “Tidak bermanfaat bagi mereka kalimat ‘laa ilaha illallah’ sedangkan mereka dalam keadaan tidak mengetahui shalat, puasa, nusuk (menyembelih) dan zakat.” Kemudian Hudzaifah berpaling darinya. Shilah mengulangi perkataannya sampai tiga kali. Namun hanya direspon oleh Hudzaifah dengan berpaling. Setelah ketiga kalinya, Hudzaifah menghadap Shilah seraya mengatakan,”Wahai Shilah, la ilaha illalloh itu menyelamatkan neraka dari neraka. (disebut 3x).” (HR. Ibnu Majah no. 4185)
Wallohu ‘alam bis-showwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar