PENGUNJUNG

Jumat, 19 Februari 2021

Sakrifasi Binatang Dalam Ajaran Agama


وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (27) 

Kisah mengenai mereka berdua, menurut apa yang telah disebutkan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf, bahwa Allah Swt. mensyariatkan kepada Adam a.s. untuk me­ngawinkan anak-anak lelakinya dengan anak-anak perempuannya karena keadaan darurat. Tetapi mereka mengatakan bahwa setiap kali mengandung, dilahirkan baginya dua orang anak yang terdiri atas laki-laki dan perempuan, dan ia (Adam) mengawinkan anak perempuannya dengan anak laki-laki yang lahir bukan dari satu perut dengannya. Dan konon saudara seperut Habil tidak cantik, sedangkan saudara seperut Qabil cantik lagi bercahaya. Maka Habil bermaksud merebutnya dari tangan saudaranya. Tetapi Adam menolak hal itu kecuali jika keduanya melakukan suatu kurban; barang siapa yang kurbannya diterima, maka saudara perempuan seperut Qabil akan dikawinkan dengannya. Ter­nyata kurban Habillah yang diterima, sedangkan kurban Qabil tidak diterima, sehingga terjadilah kisah keduanya yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam Kitab-Nya.

Telah menceritakan Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: ketika keduanya mempersembahkan kurban. (Al-Maidah: 27); Mereka menyuguhkan kurbannya masing-masing, pemilik ternak menyuguhkan kurban seekor domba putih bertanduk lagi gemuk, sedangkan pemilik lahan pertanian menyuguhkan seikat bahan makanan pokoknya. Maka Allah menerima domba dan menyimpannya di dalam surga selama empat puluh tahun. Domba itulah yang kelak akan disembelih oleh Nabi Ibrahim a.s. Sanad asar ini jayyid 

Pergantian kurban manusia menjadi kurban hewan yang dipraktikkan Nabi Ibrahim mengandung pesan agar manusia berhenti mengorbankan manusia sebagai subjek kurban. Dalam perspektif Islam, peristiwa human sacrifation berganti menjadi animal sacrifation diabadikan dalam ayat:

) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (103) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (104) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (105)

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!"Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggilah dia: "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu", sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS as-Shaffat: 102-105). 

{وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ}

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 107)

Sufyan As- Sauri telah meriwayatkan dari Jabir Al-Ju'fi, dari Abut Tufail dari Ali r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (Ash-Shaffat: 107) Yakni dengan kambing gibasy yang berbulu putih, gemuk, lagi bertanduk yang telah diikat di pohon samurah. Abu  Tufail mengatakan bahwa mereka (berdua) menemukannya dalam keadaan telah terikat di pohon samurah yang ada di Bukit Sabir. As-Sauri telah meriwayatkan pula dari Abdullah ibnu Usman ibnu Khasyam, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa kambing gibasy itu telah digembalakan di surga selama empat puluh tahun. Bahwa dikeluarkan untuknya seekor kambing gibasy dari surga yang telah digembalakan sebelum itu selama empat puluh musim gugur (tahun). Maka Ibrahim melepaskan putranya dan mengejar kambing gibasy itu. Kambing gibasy itu membawa Ibrahim ke jumrah ula, lalu Ibrahim melemparnya dengan tujuh buah batu kerikil. Dan kambing itu luput darinya, lalu lari ke jumrah wusta dan Ibrahim mengeluarkannya dari jumrah itu dengan melemparinya dengan tujuh buah batu kerikil. Kambing itu lari dan ditemuinya ada di jumrah kubra, maka ia melemparinya dengan tujuh buah batu kerikil. Pada saat itulah kambing itu keluar dari jumrah, dan Ibrahim menangkapnya, lalu membawanya ke tempat penyembelihan di Mina dan menyembelihnya.

Ibnu Abbas melanjutkan, "Demi Tuhan yang jiwa Ibnu Abbas berada di tangan kekuasaan-Nya, sesungguhnya sembelihan itu merupakan kurban yang pertama dalam Islam, dan sesungguhnya kepala kambing itu benar-benar digantungkan dengan kedua tanduknya di talang Ka'bah hingga kering."

Dan sesungguhnya tujuan utama dari perintah ini pada mulanya hanyalah untuk menguji keteguhan dan kesabaran Nabi Ibrahim a.s. dalam melaksanakan perintah Allah Swt. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاءُ الْمُبِينُ}

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. (Ash-Shaffat: 106)

 Filosofi human sacrifice didasarkan atas keyakinan setiap keluarga harus mengurbankan seorang anggota keluarga. Kasus penyembelihan putra Ibrahim pernah juga dipahami sebagaimana diisyaratkan dalam ayat:

وَكَذَلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (١٣٧)

Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agamanya. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS al-An'am/6:137)

Kurban dalam syariat Islam itu sungguh kaya dengan simbol transformasi sosial-kultural. Oleh karena itu, kurban tidak hanya dipandang sebagai ibadah ritual dan sosial semata, tetapi juga penting dimaknai sebagai gerakan sosial-kultural yang bermuara pada transformasi sosial kultural.

Di satu segi, kurban mendidik pekurban untuk "menyembelih" sifat-sifat rakus, tamak, serakah, aji mumpung, individualis, hedonis, dan sebagainya yang merupakan sifat binatang. Di segi lain, kurban hewan juga menegaskan transformasi sosial-kultural itu harus dimulai dengan komitmen kuat untuk tidak menjadikan manusia sebagai "sembelihan kurban" karena manusia itu dilahirkan bukan untuk dikorbankan, tetapi dididik, dicerdaskan, dan diberdayakan.

Transformasi sosial-kultural kurban terbukti berhasil diperankan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail melalui aksi perubahan tradisi mengorbankan manusia, lalu diganti dengan mengurbankan hewan. Dalam proses penyembelihan ada transformasi sosial dari mentalitas egois menuju mentalitas filantropis karena hewan yang disembelih tidak mungkin dikonsumsi sendiri oleh pekurban.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...