Al-Isra, ayat 29-30
{وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا (29) إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا (30) } .
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Allah Swt. memerintahkan (kepada hamba-hamba-Nya) agar bersikap ekonomis dalam kehidupan, dan mencela sifat kikir; serta dalam waktu yang sama melarang sifat berlebihan.
{وَلا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ}
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu. (Al-Isra: 29)
Dengan kata lain, janganlah kamu menjadi orang kikir dan selalu menolak orang yang meminta serta tidak pernah sekalipun memberikan sesuatu kepada seseorang.
Firman Allah Swt.:
{وَلا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ}
dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. (Al-Isra: 29)
Artinya janganlah kamu berlebihan dalam membelanjakan hartamu dengan cara memberi di luar kemampuanmu dan mengeluarkan biaya lebih dari pemasukanmu. Pengertian ini seolah kontradiktif dengan apa yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat yang berinfaq hingga habis, sebagaimana dalam salah satu hadits berikut :
قَالَ جَابِرٌ وَابْنُ مَسْعُودٍ: جَاءَ غُلَامٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ: إن أمي تَسْأَلُكَ كَذَا وَكَذَا. فَقَالَ: "مَا عِنْدَنَا الْيَوْمَ شي". قَالَ: فَتَقُولُ لَكَ اكْسُنِي قَمِيصَكَ، فَخَلَعَ قَمِيصَهُ فَدَفَعَهُ إِلَيْهِ وَجَلَسَ فِي الْبَيْتِ عُرْيَانًا. وَفِي رِوَايَةِ جَابِرٍ: فَأَذَّنَ بِلَالٌ لِلصَّلَاةِ وَانْتَظَرَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَخْرُجُ، وَاشْتَغَلَتِ الْقُلُوبُ، فَدَخَلَ بَعْضُهُمْ فَإِذَا هُوَ عَارٍ، فَنَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ.
Suatu ketika ada anak kecil datang menghadap Nabi dan berkata: "ibuku menyuruhku menghadap tuan untuk meminta sesuatu". Nabi tertegun sejenak, lalu berkata: "hari ini aku sedang tidak punya apa-apa". Anak itu kembali ke ibunya dan sebentar kemudian balik lagi menghadap Nabi dan berkata: "ibuku bilang, agar engkau memberikan baju itu untukku..". Nabi masuk rumah dan langsung melepas gamis yang sedang dipakainya, kemudian diberikan kepada si anak tersebut.
Jabir R.A. bertutur, sebentar kemudian terdengar Bilal mengumandangkan adzan dan kami menunggu Nabi shalat berjamaah seperti biasa. Tapi lama sekali beliau tidak keluar hingga semua resah, ada apa dengan Nabi. Seorang sahabat tak sabar dan langsung memasuki rumah beliau. “subhanallah”, rupanya nabi sedang duduk di dalam tanpa mengenakan baju. Alias tidak pakai gamis, melainkan mengenakan kain atau izar seadanya. Nah, diduga, ayat ini turun menegur sikap Rasulullah SAW tersebut.
Menurut riwayat Said Ibnu Manshur dari hadis yang diriwayatkan oelh Sayar Abdul Hakam yang telah menceritakan, bahwa Rasulullah saw. telah menerima sejumlah pakaian, sedangkan Rasulullah adalah orang yang sangat dermawan, maka beliau membagi-bagikan kepada orang lain. Kemudian datanglah suatu kaum kepadanya untuk meminta pakaian, akan tetapi mereka mendapatkan bahwa pakaian itu telah habis terbagi. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya…(QS. Al Isra: 29). (Mahalliy and Suyuti, 1990)
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan sebagai berikut :
فَإِنَّهُ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ لَمْ يَكُنْ يَدَّخِرُ شَيْئًا لِغَدٍ، وَكَانَ يَجُوعُ حَتَّى يَشُدَّ الْحَجَرَ عَلَى بَطْنِهِ مِنَ الْجُوعِ. وَكَانَ كَثِيرٌ مِنَ الصَّحَابَةِ يُنْفِقُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ جَمِيعَ أَمْوَالِهِمْ، فَلَمْ يُعَنِّفْهُمُ النَّبِيُّ ﷺ وَلَمْ يُنْكِرْ عَلَيْهِمْ لِصحَّةِ يَقِينِهِمْ وَشِدَّةِ بَصَائِرِهِمْ.
Maka sebenarnya Rasulullah tidak pernah menyimpan makanan untuk hari esok, bahkan beliau pernah merasa lapar sampai menahan perutnya dengan batu, demikian pula kebanyakan dari para sahabat yang menginfakkan seluruh harta mereka, tetapi nabi tidak pernah mencela dan menyalahkan mereka karena para sahabat adalah orang yang sehat keyakinannya dan sangat tajam pandangan ke depan (akhirat).
وَإِنَّمَا نَهَى اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَنِ الْإِفْرَاطِ فِي الْإِنْفَاقِ، وَإِخْرَاجِ مَا حَوَتْهُ يَدُهُ مِنَ الْمَالِ مَنْ خِيفَ عَلَيْهِ الْحَسْرَةُ عَلَى مَا خَرَجَ مِنْ يَدِهِ، فَأَمَّا مَنْ وَثِقَ بِمَوْعُودِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَجَزِيلِ ثَوَابِهِ فِيمَا أَنْفَقَهُ فَغَيْرُ مُرَادٍ بِالْآيَةِ، وَاللَّهُ أَعْلَم
Allah hanya melarang untuk berlebihan dalam berinfaq dan mengeluarkan apa yang dipegang dari harta karena takut menyesal. Adapun orang yang berkeyakinan teguh dengan janji Allah dan besarnya pahala sehingga mengjnfakannya sampai habis maka ini tidak dimaksud dalam ayat ini. Wallahu alam.
Jadi, bagaimana mengkompromikan ayat ini yang memerintahkan berlaku objektif sementara Nabi dan para sahabat samapi menghabiskan hartanya untuk disedekahkan?
Harus difahami bahwa ayat ini untuk orang beriman yang keimanannya biasa-biasa saja, masih ada hitung-hitungan matematis dan kekhawatiran akan jatuh sengsara akibat sedekah totalitas. Maka, sedekahnya harus terukur dan wajar-wajar saja sebagaimana yang dimaksud ayat ini.
Sementara bagi mereka yang berkeimanan tingkat tinggi dan sangat berserah total kepada Allah SWT semata, tanpa keraguan sedikitpun akan jatuh sengsara, maka silakan bersedekah selayaknya para sahabat terdahulu. Allahu a'lam
فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al-Isra: 29)
Ungkapan ini termasuk ke dalam versi lifwan nasyr, yakni gabungan dari beberapa penjelasan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa jika kamu kikir, maka kamu akan menjadi orang yang tercela; orang-orang akan mencela dan mencacimu serta tidak mau bergaul denganmu. Seperti yang dikatakan oleh Zuhair ibnu Abu Sulma dalam Mu'aliaqat-nya yang terkenal itu, yaitu:
وَمَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَيَبْخَلْ بِمَالِهِ ... عَلَى قَوْمِهِ يُسْتَغْنَ عَنْهُ وَيُذْمَمِ
Barang siapa yang berharta, lalu ia kikir dengan hartanya itu terhadap kaumnya,
tentulah dia tidak digauli oleh mereka dan dicela.
Dan manakala kamu membuka tanganmu lebar-lebar dengan memberi di luar kemampuanmu, maka kamu akan menyesal karena tidak punya sesuatu lagi yang akan kamu belanjakan Perihalnya sama dengan hewan yang tidak kuat lagi melakukan perjalanan, maka ia berhenti karena lemah dan tidak mampu. Hewan yang berspesifikasi demikian dinamakan hasir, yakni hewan yang kelelahan.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
"مَثَلُ الْبَخِيلِ وَالْمُنْفِقِ، كَمَثَلِ رَجُلَيْنِ عَلَيْهِمَا جُبَّتَانِ مِنْ حَدِيدٍ مِنْ ثَدْيَيْهِمَا إِلَى تَرَاقِيهِمَا. فَأَمَّا الْمُنْفِقُ فَلَا يُنْفِقُ إِلَّا سَبَغَت -أَوْ: وَفَرَتْ -عَلَى جِلْدِهِ، حَتَّى تُخفي بَنَانَهُ وَتَعْفُوَ أَثَرَهُ. وَأَمَّا الْبَخِيلُ فَلَا يُرِيدُ أَنْ يُنْفِقَ شَيْئًا إِلَّا لَزِقَتْ كُلُّ حَلْقَةٍ مَكَانَهَا، فَهُوَ يُوَسِّعُهَا فَلَا تَتَّسِعُ".
Perumpamaan orang yang kikir dan orang yang dermawan ialah sama dengan dua orang lelaki yang keduanya memakai jubah besi mulai dari bagian dada sampai ke b'agian bawah lehernya. Adapun orang yang dermawan, maka tidak sekali-kali ia mengeluarkan nafkah melainkan jubah besinya itu terasa makin lebar atau longgar sehingga semua jarinya tersembunyi dan tidak kelihatan. Adapun orang yang kikir, maka tidak sekali-kali dia bermaksud hendak membelanjakan sesuatu melainkan setiap lekukan dari jubah besinya menempel pada tempatnya; sedangkan dia berupaya untuk melonggar-kannya, tetapi baju besinya tidak mau longgar.
Demikianlah menurut lafaz hadis yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab zakatnya.
Aa cara jitu untuk menghindari godaan syetan supaya tidak ada penyesalan setelah berinfak yaitu MELUPAKANNYA, ungkapan ini sesuai dengan penamaan kotoran bagi zakat oleh Rasul, karena kotoran itu setelah dikeluarkan tidak pernah diingat-ingat kembali.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Hisyam ibnu Urwah, dari istrinya (yaitu Fatimah bintil Munzir), dari neneknya (yaitu Asma binti Abu Bakar) yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَنَفِقِي هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا، وَلَا تُوعِي فَيُوعي اللَّهُ عَلَيْكِ، وَلَا تُوكِي فَيُوكِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ" وَفِي لَفْظٍ: "وَلَا تُحصي فَيُحْصِيَ اللَّهُ عَلَيْكِ"
Berinfaklah dengan cara anu dan anu dan anu, dan janganlah kamu mengingat-ingatnya, karena Allah akan membalasmu karena Allah akan membalas menghitung-hitungnya pula. Menurut lafaz lain disebutkan: Janganlah kamu menghitung-hitungnya, karena Allah akan membalas memperhitungkannya terhadapmu.
Kedua pertebal keyakinan bahwa Allah akan menggantinya dalam bentuk apa pun yang lebih baik terutama pahala kelak di akhirat.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ اللَّهَ قَالَ لِي: أَنْفِقْ أُنْفِقْ عَلَيْكَ"
Sesungguhnya Allah telah berfirman kepadaku, "Berinfaklah kamu! Maka Aku akan menggantikannya kepadamu.”
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui jalur Mu'awiyah ibnu Abu Mazrad, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلَّا وَمَلَكَانِ يَنْزِلَانِ مِنَ السَّمَاءِ يَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الْآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا"
Tiada suatu hari pun yang padanya hamba-hamba Allah berpagi hari melainkan terdapat dua malaikat yang turun dari langit. Salah seorang yang mengatakan, "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak.” Sedangkan malaikat yang lainnya mengatakan, "Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang kikir.”
Imam Muslim telah meriwayatkan hadis berikut ini dari Qutaibah, dari Ismail ibnu Ja'far, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu’ yaitu:
"مَا نَقَصَ مَالٌ مِنْ صَدَقَةٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا وَمَنْ تَوَاضَعَ لِلَّهِ رَفَعَهُ اللَّهُ"
Tiada harta benda yang berkurang karena bersedekah, dan tidak sekali-kali Allah menambahkan kepada orang yang berinfak melainkan kemuliaannya. Dan barang siapa yang berendah diri karena Allah, Allah pasti mengangkatnya (meninggikannya).
Di dalam hadis Abu Kasir disebutkan hadis berikut dari Abdullah ibnu Umar secara marfu':
"إِيَّاكُمْ والشُّح، فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، أَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا، وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا"
Waspadalah kalian terhadap sifat kikir, karena sesungguhnya telah binasalah orang-orang yang sebelum kalian karena mereka menganjurkan kepada kekikiran, lalu mereka menjadi kikir. Dan mereka menganjurkan memutuskan tali silaturahmi, lalu mereka memutuskannya. Dan mereka menganjurkan kepada perbuatan maksiat, lalu mereka bermaksiat.
Kikir itu berbeda dengan hemat, hemat adalah perbuatan yang baik sedang kikir perbuatan tercela. Orang hemat tidak akan mengeluarkan pada hal yang mubadzir dan tidak bermanfaat, sedang orang kikir pada hal yang bermanfaat pun ia tidak mau mengeluarkan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Al-I laddad, telah menceritakan kepada kami Sikkin ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"مَا عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ"
Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat.
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ}
Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. (Al-Isra: 30)
Ayat ini memerintahkan bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Memberi rezeki dan yang Menyempitkannya. Dia pulalah yang mengatur rezeki makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang Dia sukai, dan menjadikan miskin orang yang Dia kehendaki, karena di dalamnya terkandung hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya:
{إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا}
sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Al-Isra: 30)
Artinya Dia Maha Melihat iagi Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi kaya dan siapa yang berhak menjadi miskin. Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:
"إِنَّ مِنْ عِبَادِي مَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْفَقْرُ، وَلَوْ أَغْنَيْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ دِينَهُ، وَإِنَّ مِنْ عِبَادِي لَمَنْ لَا يُصْلِحُهُ إِلَّا الْغِنَى، وَلَوْ أَفْقَرْتُهُ لَأَفْسَدْتُ عَلَيْهِ ".
Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak layak baginya kecuali hanya miskin. Seandainya Aku jadikan dia kaya, niscaya kekayaannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak pantas baginya kecuali hanya kaya. Seandainya Aku jadikan dia miskin, tentulah kemiskinan itu akan merusak agamanya.
Adakalanya kekayaan itu pada sebagian manusia merupakan suatu istidraj baginya (yakni pembinasaan secara berangsur-angsur), dan adakalanya kemiskinan itu merupakan suatu hukuman dari Allah. Semoga Allah melindungi kita dari kedua keadaan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar