oleh : Miftah Husni
Fintech adalah sebuah sebutan yang disingkat dari kata ‘financial’ dan ‘technology’ di mana artinya adalah sebuah inovasi di dalam bidang jasa keuangan.
Inovasi yang ditawarkan Fintech sangat luas dan dalam berbagai segmen, baik itu B2B (Business to Business) hingga B2C (Business to Consumer).
Beberapa contoh bisnis yang tergabung di dalam Fintech adalah: Proses jual beli saham, Pembayaran, Peminjaman uang (lending) secara peer to peer, Transfer dana, Investasi ritel, Perencanaan keuangan (personal finance), Dan lainnya.
Bank Indonesia sendiri telah membagi Fintech menjadi 4 kategori, yaitu sebagai berikut:
1. Crowdfunding dan Peer to Peer Lending
2. Market Aggregator
Di kategori ini, Fintech berperan sebagai pembanding berbagai produk keuangan, dimana Fintech akan mengumpulkan data finansial sebagai referensi oleh pengguna.
Misalnya, jika seorang konsumen ingin mencari produk asuransi, konsumen tersebut dapat memberikan data finansial pribadi ke platform Fintech dan platform tersebut akan mencocokkan data konsumen dengan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhannya.
3. Risk and Investment Management
Fintech yang bergerak di bidang ini berfungsi untuk membantu konsumen melakukan perencanaan keuangan digital. Selain manajemen risiko dan investasi, terdapat juga manajemen aset yang mengurus operasional suatu usaha agar lebih praktis.
4. Payment, Settlement dan Clearing
Jenis Fintech yang tergolong di di kategori ini adalah pembayaran (payments) seperti payment gateway dan e-wallet. Payment Gateway merupakan penghubung antara pelanggan dan e-commerce yang difokuskan pada sistem pembayaran. Kemudian ada uang elektronik yang merupakan instrumen pembayaran belanja, tagihan dan lainnya dalam bentuk aplikasi.
Referensi : https://www.finansialku.com/definisi-fintech-adalah
Majelis Ulama Indonesia (MUI), baru saja mengeluarkan dua fatwa terbaru tentang uang elektronik (e-Money) syariah dan fintech (financial technology) syariah. Dua fatwa ini merupakan bagian dari 13 fatwa terbaru di 2018.
Fatwa tentang Uang Elektronik Syariah No. 116/DSN-MUI/IX/2017 dan Fatwa tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berbasis Syariah (Fatwa No. 117/DSN-MUI/IX/2018), merupakan dua fatwa yang berkaitan dengan aktivitas atau produk lembaga keuangan syariah dan lembaga bisnis syariah.
Fatwa uang elektronik syariah berisi beragam hal, seperti mengatur hubungan hukum di antara para pihak yang terlibat dalam transaksi uang elektronik.
Dalam fatwa itu, ada akad antara penerbit dengan pemegang uang elektronik, misalnya, akad wadiah atau akad qardh.
Sementara akad antara penerbit dengan penyelenggaraan uang elektronik dan agen layanan keuangan digital adalah akad ijarah, ju'alah, dan akad wakalah bi al ujrah.
Untuk fatwa tentang layanan pembiayaan berbasis IT berdasarkan prinsip syariah, MUI memberikan ketentuan umum, seperti penyelenggaraan fintech tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah, seperti riba, gharar, dan haram.
Bagaimana dengan akad? Akad di fintech syariah berupa akad-akad yang selaras dengan karakteristik layanan pembiayaan, seperti akad mudharabah dan musyarakah.
Ragam produk fintech syariah ini berupa pembiayan pengadaan barang dan pembiayaan untuk pegawai.
PEGANG PRINSIPNYA FAHAMI MEKANISMENYA
Prinsip-prinsip mu’amalat yang dalam mekanisme atau operasionalnya bebas bunga dan sesuai dengan syariat Islam adalah sebagai berikut:
a) al-wadi’ah, yaitu titipan murni berupa uang, barang, dan surat berharga atau deposito. Titipan ini dengan seijin pemiliknya dapat dipergunakan atau dikelola oleh bank. Apabila dari pengolahan uang tersebut bank memperoleh laba, maka laba itu sepenuhnya milik bank. Bank atas kehendaknya sendiri, tanpa perjanjian dan ketentuan waktu di muka dapat memberikan bonus kepada pemiliknya sebagai bentuk terima kasih.
Dasar hukum al-wadi’ah:
1) Alquran surat An Nisa:58
2) Sunnah Rasul riwayat Abu Daud dan Tirmidzi: “Tunaikanlah titipan kepada yang berhak menerimanya.”
b) al-mudharabah, yaitu kerjasama antara pemilik modal dengan pengelola atas dasar perjanjian bagi hasil. Denganmudharabah ini, bank dapat bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan penabung sebagai shahibul mal (pemilik modal). Pembagian keuntungan dapat dilakukan sesuai dengan nisbah (porsi kontribusi modal) yang telah disetujui bersama. Atau bisa saja bank yang memberikan modal kepada pengusaha (mudharib) dengan perjanjian bagi hasil sesuai dengan kesepakatan. Dengan ketentuan untung sama-sama rugi pun sama-sama.
Dasar hukum mudharabah:
1) Alquran surat al-Muzammil : 20
2) Sunnah Rasul riwayat Ibnu Majah: “Tiga perkara di dalamnya terdapat keberkahan (1) Menjual dengan pembayaran secara kredit (2) mudharabah (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual.”
c) al-musyarakah, yaitu perjanjian usaha para pemilik modal pada suatu proyek dengan sistem bagi hasil menurut kesepakatan. Dengan musyarakah ini, pihak bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai saham pada usaha bersama (joint venture). Kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian bagi hasil.
Dasar hukum al-musyarakah:
1) Alquran surat Shad : 24.
2) Hadis Qudsi riwayat Abu Daud: “Aku pihak ketiga di antara dua orang yang berkongsi selama salah seorang di antara mereka tidak berkhianat kepada yang lainnya. Maka bila berkhianat aku akan keluar dari mereka.”
d) al-qardhul hasan, yaitu suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban semata di mana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman bank dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik. Dalam hal ini peran para agniya atau muhsinin sangat signifikan.
Dasar hukum al-qardhul hasan:
1) Alquran surat Al Baqarah : 245.
2) Sunnah Rasul riwayat Ibnu Hiban: “Tidaklah seorang muslim meminjamkan 2 kali kecuali sama baginya dengan memberi satu kali.”
e) al- murobahah
Murabahah dalam arti bahasa berasal dari kata raabaha ((رابح yang akar katanya rabaha ( (ربح artinya tambahan (الزيادة). Menurut pengertian fuqaha, pengertian murabahah adalah menjual barang dengan harganya semula ditambah dengan keuntungan yang diinginkannya. Misal, seseorang membeli sepeda motor Rp 12 juta termasuk biaya, pajak dan lain-lain. Pada waktu menjual sepeda motornya pada orang lain, ia menyebutkan harga pembelian ditambah dengan keuntungan yang ia inginkan sebesar Rp 2 juta, sehingga jumlah harga penjualan menjadi Rp 14 juta. Jual beli murabahah bisa dilakukan secara kontan maupun tempo (cicilan)
Dasar hukum al- murobahah:
a. QS. Al Baqarah ayat 275:
... وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ...
Dan Alloh telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
B. Bukhari, Kitab Al Buyu’:
عَنْ مُحَمَّدٍ لاَ بَأْسَ الْعَشَرَةُ بِأَحَدَ عَشَرَ وَيَأْخُذُ لِلنَّفَقَةِ رِبْحًا وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِهِنْدٍ خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ (صحيح البخاري)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar