Oleh Miftah Husni
Kata al-hijrah adalah lawan kata dari kata al-washol
(sampai/tersambung). Ha-ja-ra-hu, yah-ju=ru-hu, hij-ran, dan hij-ra-nan yang artinya memutuskannya, mereka
berdua yah-ta-ji-raniatau ya-ta-ha-ja-ra-ni yaitu saling meninggalkan. Bentuk
isim-nya adalah al-hijrah. Di dalam hadis disebutkan, ''Tidak halal
seorang mukmin meninggalkan saudaranya (membiarkan dan tidak bertanya) lebih
dari tiga hari.'' (Hadis riwayat Muslim).
Prinsip
pokok hijrah harus memenuhi dua pokok : 1] ada sesuatu yang ditinggalkan ;2]
ada sesuatu yang dituju. Hijrah adalah sebuah pilihan sadar
untuk lebih memilih Allah dan Rasul-Nya dibanding dunia yang sudah dimiliki.
Dia dengan sendirinya mensyaratkan keimanan yang tinggi. Mengaku beriman tapi
tidak mau hijrah merupakan isyarat bahwa ia masih menomorduakan Allah dan
Rasul-Nya.
Secara
garis besar, hijrah dapat kita kategorikan menjadi dua macam :
1.
Hijrah makaniyah, yaitu meninggalkan suatu tempat dan hijrah maknawiyyah, yaitu meninggalkan secara makna yang
dapat dibedakan menjadi 4 macam :
-
Hijrah ‘iqtiqadiyah, yaitu hijrah keyakinan
-
Hijrah fikriyyah, yaitu hijrah pemikiran dan pola pikir
-
Hijrah syu’uriyyah, yaitu hijrah perasaan dan kesenangan
-
Hijrah sulukiyah, yaitu hijrah tingkah laku atau
kepribadian
Maka keberpihakan kepada agama dan
kerelaan menanggalkan duniawi itulah yang menjadi spirit pokok dari hijrah.
Keengganan untuk memilih jalan tersebut menandakan betapa tipisnya keimanan
seseorang ketika dihadapkan pada pilihan antara Allah swt dan dunia. Jika kita
masih mengaku Islam, tapi hanya karena kesibukan pekerjaan duniawi kita, tidak
ada waktu yang bisa disempatkan untuk memperdalam ilmu agama, maka keimanan
kita pun dipertanyakan. Pilihan untuk berjilbab di satu sisi yang bentrok
dengan kebijakan manajemen yang tidak mengizinkan jilbab di sisi lain,
merupakan ujian keimanan kita yang sesungguhnya. Pilihan untuk menggunakan
aturan-aturan agama yang kenyataannya bentrok dengan aturan-aturan sekular pun
merupakan ujian keimanan untuk kalangan politisi dan birokrat. Ketidakmampuan
diri untuk lepas dari jeratan sistem riba juga menjadi ujian keimanan untuk
kalangan ekonom. Allah swt sudah mewajibkan hijrah sampai akhir zaman. Maka
ketika kepentingan Allah bentrok dengan kepentingan dunia, hijrahlah kita semua
menuju Allah dan Rasul-Nya.
Beratnya langkah untuk berhijrah
sebenarnya merupakan bawaan hawa nafsu dan godaan setan yang lebih cenderung
kepada keburukan. Padahal sebenarnya tidak ada alasan bagi seseorang untuk
tidak berhijrah karena alasan tempat sebagaimana sindiran malaikat dalam ayat
berikut :
إِنَّ الَّذينَ
تَوَفّاهُمُ الْمَلائِكَةُ ظالِمي أَنْفُسِهِمْ قالُوا فيمَ كُنْتُمْ قالُوا كُنّا
مُسْتَضْعَفينَ فِي اْلأَرْضِ قالُوا أَ لَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللّهِ واسِعَةً
فَتُهاجِرُوا فيها فَأُولئِكَ مَأْواهُمْ جَهَنَّمُ وَ ساءَتْ مَصيرًا
Sesungguhnya orang-orang yang
diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada
mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?.” Mereka
menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para
malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah di bumi itu?.” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [An Nisaa' (4): 97]
Kebanyakan dari kita merasa berat
berhijrah karena telah memiliki segala sesuatu dan kemudahan atas hasil yang
kita usahakan selama ini, padahal jika kita jujur pada nurani kita, jika dalam
keadaan yang lebih buruk saja kita masih dijamin kehidupan kita oleh Allah,
maka jika kita telah berhijrah tidak ada alasan bagi Allah untuk tidak menjamin
kehidupan kita lebih baik.
وَ مَنْ يُهاجِرْ في
سَبيلِ اللّهِ يَجِدْ فِي اْلأَرْضِ مُراغَمًا كَثيرًا وَ سَعَةً
Barangsiapa berhijrah di jalan
Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas
dan rezki yang banyak. (An-Nisa:100)
Bentuk kasih sayang Allah bagi yang
berhijrah, belum sampai pun ia telah mendapatkan pahalanya.
وَ مَنْ يَخْرُجْ مِنْ
بَيْتِهِ مُهاجِرًا إِلَي اللّهِ وَ رَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ
وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَي اللّهِ وَ كانَ اللّهُ غَفُورًا رَحيمًا
Barangsiapa keluar dari rumahnya
dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian
menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap
pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[An Nisaa' (4): 100]
Yang lebih indah, ternyata kesalahan
kita dulu, dijamin ampunannya oleh Allah karena kemauan kita untuk berhijrah,
tentu saja hijrah harus dilandasi oleh keimanan dan diwujudkan dalam bentuk
jihadnya.
وَالَّذِينَ آَمَنُوا
وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَوَوْا وَنَصَرُوا
أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat
kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah
orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki
(nikmat) yang mulia.(QS. al-Anfal: 74)
ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ
لِلَّذِينَ هَاجَرُوا مِنْ بَعْدِ مَا فُتِنُوا ثُمَّ جَاهَدُوا وَصَبَرُوا إِنَّ
رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan sesungguhnya Tuhanmu (pelindung)
bagi orang-orang yang berhijrah sesudah menderita cobaan, kemudian mereka
berjihad dan sabar; sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.(An-Nahl:110)
Terakhir yang harus diperhatikan
adalah luruskan niat untuk berhijrah jangan sampaoi salah niat karena akan
berakibat fatal :
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا
يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْهِ
Sesungguhnya semua amal itu haruslah
dengan niat. Dan sesungguhnya bagi seseorang itu apa yang ia niatkan. Maka
siapa yang hijrahnya bertujuan kepentingan dunia yang akan ia dapatkan, atau
wanita yang akan ia nikahi, maka Hijrahnya akan (menghasilkan) apa yang ia
niatkan.
(HR. Imam Bukhari)
When you change your thinking
(pikiran) you change your beliefs (keyakinan diri), When you change your
beliefs you change your expectations (harapan), When you change your
expectations you change your attitude (sikap), When you change your attitude
(sikap) you change your behavior (tingkah laku), When you change your behavior
you change your performance (kinerja), When you change your performance you
change your destiny (nasib), When you change your destiny you change your life
(hidup)[Renald Kasali]
Syukron.... Jazakallohhu khairon katsiron....
BalasHapusAmin wa iyyakum
Hapus