PENGUNJUNG

Kamis, 24 Desember 2020

Qadha Shalat


Ibnu abidin mengatakan bahwa yang dimaksud qadha’ adalah mengerjakan yang wajib setelah waktunya. Adapun qadha’ shalat yang luput adalah qadha’ shalat yang sudah berlalu waktunya dan belum dikerjakan. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 3:24.

Para fuqaha sepakat bahwa yang wajib mengqadha’ shalat yang luput adalah orang yang lupa dan orang yang tertidur.

Namun, walau dinamakan qadha pada dasarnya perbuatan ini tidak dapat dinamakan Sholat jama’, tetapi ia itu (telah) melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya, yaitu kewajban bagi orang yang lupa atau tertidur sehingga luput satu atau dua Sholat.

Perintah Rasulullah SAW. Bagi orang yang lupa atau tertidur  dan Sholatnya terluput, hendaknya ia memenuhi kewajibannya itu pada saat ia teringat dan menyadarinya. Perlu juga kita catat bahwa orang yang lupa itu ada kalanya terjadi karena terlampau sibuk dengan pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan atau ditunda sampai ia lupa karena kesibukan kerja .

Setelah kita dapat megetahui perbedaan pengertian diatas , maka disini perlu saya terangkan, bahwa bagi orang yang bepergian (safar) tidak diidzinkan menjama’ Sholat kecuali Sholat Dhuhur dengan Ashar atau Sholat Maghrib dengan Isya’.

Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa wanita haidh, wanita nifas, dan orang kafir asli ketika masuk Islam tidak perlu mengqadha’ shalat yang luput.

Contoh qadha shalat ketika tertidur

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلاَةِ أَوْ غَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِى

“Jika salah seorang di antara kalian tertidur dari shalat atau ia lupa dari shalat, maka hendaklah ia shalat ketiak ia ingat. Karena Allah berfirman (yang artinya): Kerjakanlah shalat ketika ingat.” (QS. Thaha:14). (HR. Muslim, no. 684)

Orang yang luput dari shalat karena tertidur atau lupa, maka tidak ada dosa untuknya, namun wajib baginya mengqadha’ shalat ketika ia bangun atau ketika ia ingat. Lihat penjelasan dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 111783.

Qadha shalat bagi yang meninggalkan shalat dengan sengaja

Tidak wajib qadha’ bagi yang meninggalkan shalat dengan sengaja. Yang jelas orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja telah terjatuh dalam dosa besar. Kewajibannya adalah bertaubat kepada Allah yaitu menyesal, kembali lagi mengerjakan shalat, dan bertekad tidak akan meninggalkannya lagi pada masa akan datang. Hendaklah ia rajin mengerjakan pula amal shalih dan menutup kesalahannya dengan rajin mengerjakan shalat sunnah.

Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Adapun orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja sampai keluar waktunya, maka tidak ada qadha’ baginya selamanya. Hendaklah ia memperbanyak amalan kebaikan dan rajin mengerjakan shalat sunnah untuk memberatkan timbangannya pada hari kiamat. Hendaklah ia bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas kesalahan-Nya.” (Al-Muhalla, 2:235).

Di antara dalil yang menyatakan tidak ada qadha’ adalah karena waktu shalat sudah ada batasannya sebagaimana disebutkan dalam ayat,

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa’: 103). Berarti tidak boleh mengerjakan shalat di luar dari waktunya kecuali jika ada dalil.

Dalam Al-Muhalla (2:235) disebutkan bahwa karena Allah telah menetapkan waktu shalat punya batasan awal dan akhir, maka jika shalat tidak boleh dilakukan sebelum waktunya, maka tidak boleh dilakukan setelah waktunya habis.

Dalam al Quran disebutkan dosa orang yg meninggalkan sholat dengan sengaja

فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآَمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)

Terdapat beberapa hadits yang membicarakan masalah ini pula : 

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ

“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257).

Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu -bekas budak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَ 

“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566)

Adapun Hadits berikut : 

عَنْ نَاِفع عَنْ أَبِي عُبَيْدَة بنِ عَبْدِ الله قَالَ : قاَلَ عَبْدُ الله : إِنَّ الْمُشْرِكِينَ شَغَلُوا رَسُولَ اللَّهِ عَنْ أَرْبَعِ صَلَوَاتٍ يَوْمَ الْخَنْدَقِ حَتَّى ذَهَبَ مِنَ اللَّيْلِ مَا شَاءَ اللَّهُ فَأَمَرَ بِلاَلاً فَأَذَّنَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْمَغْرِبَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعِشَاءَ

Dari Nafi’ dari Abi Ubaidah bin Abdillah, telah berkata Abdullah, ”Sesungguhnya orang-orang musyrik telah menyibukkan Rasulullah SAW sehingga tidak bisa mengerjakan empat shalat ketika perang Khandaq hingga malam hari telah sangat gelap. Kemudian beliau SAW memerintahkan Bilal untuk melantunkan adzan diteruskan iqamah. Maka Rasulullah SAW mengerjakan shalat Dzuhur. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Ashar. Kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Maghrib. Dan kemudian iqamah lagi dan beliau mengerjakan shalat Isya.” (HR. At-Tirmizy dan AnNasa’i)

Sanad hadits tersebut sebagai berikut :

Haddatsana Hinadun , haddatsana Husyaimun Abiz-Zubair ‘an Nafi’ bin Jubair bin Muth’im, ‘an Abi Ubaidah bin Abdilah qala : qala Abdullah “

Perlu pula kita ketahui bahwa pada sanad Hadits itupun “mudltharib” (korat-karit) dan “munqathi” (terputus) , sebab dalam sanad Hadits itu dinyatakan bahwa Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ubaidah dari Abdullah , padahal Ubaidah tidak mendengar apa – apa dari Abdullah

Hadits yang shahih , yang berkenaan dengan peristiwa Perang Khandaq adalah sebagai berikut :

عَنْ جَابِرِبْنَ عَبْدِ اللهِ اِنَّ عُمَرَبْنَ اْلخَطَّابِ جَاءَيَوْمَ اْلخَنْدَقِ بَعْدَمَاغَرَبَتِ اَلشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كَفَّارَقُرَيْشٍ فَقَلَ مَاكِدْتُ اُصَلِّى الْعَصْرِ حَتىَّ كَادَتِ الشَّمْسُ تَغْرُبُ . قَالَ النَبِّيُّ صلعم وَاللهُ مَاصَلَّيْتُهَافَقُمْنَا اِلَى بُطْعَانَ فَتَوَضَّاءَ لِلصَّلاَةِ وَتَوَضَّاءْ نَالَهَاَ فَصَلَّى الْعَصْرَبَعْدَغَرَبَتِ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَاْ اَلْمَغْرِبَ                        (رواه انجارى – متفق عليه)

Artinya : Dari Jabir bin Abdillah , Sesungguhnya Umar Al-Khattab datang pada hari khandaq setelah matahari terbenam sambil memaki – maki orang kafir quraisy, ia berkata : Ya Rasulullah tidak dapat aku Sholat Ashar sehingga matahari terbenam. Bersabda Rasulullah SAW. Demi Allah akupun belum Sholat Ashar. Maka kami pergi ke lembah Buth-han, beliau berwudhu dan kamipun berwudhu pula untuk Sholat, kemudian beliau Sholat Ashar dan sesudahnya Sholat Maghrib.

Jadi dari Hadits yang terakhir ini, Sholat Ashar pada waktu Maghrib, demikian Sholat itu dilakukan dalam peristiwa Perang Khandaq yang sedianya akan dilakukan di Khaibar , hal ini terjadi sebab lupa dan adanya kesibukan , maka di dirikanlah Sholat itu setelah ingat dan menyadarinya. Kini jelas, bukan empat Sholat yang disekaliguskan, tetapi Sholat Ashar yang terlupakan dan baru ingat serta dilakukan setelah Maghrib, tidak sebagai Sholat jama’ dan bukan pula jama’, tapi melakukan kewajiban yang terlupakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...