Ciri masyarakat
modern adalah permisif (serba membolehkan dan mengizinkan) terhadap nilai
kebebasan. Menyebabkan masyarakat menjadi liar, hidup tanpa nilai. Ciri lain masyarakat
modern adalah relativitas nilai. Mereka berpandangan bahwa nilai bukan suatu
yang absolute termasuk nilai-nilai agama yang
datang dari sang Pencipta.
Longgarnya
nilai-nilai moral lama ini, nyatanya tidak hanya diyakini sebagian masyarakat kita,
tapi bahkan dilegitimasi oleh pemerintah. Bila membaca salah satu poin
tips dalam menjaga kesehatan reproduksi yang tertera dalam situs BKKBN,
misalnya, memberikan alternative cara melakukan seksual di luar nikah yang aman, padahal perbuatan tersebut
jelas-jelas bertentangan dengan nilai-nilai lama (baca agama, etika, dan moral).
Tips itu antara lain berbunyi: "Gunakan kondom, terutama jika berhubungan dengan
kelompok berisiko tinggi, misalnya pekerja seks komersial."
Gaya
hidup serba boleh (permisif) ini merupakan perwujudan dari kebebasan berperilaku
yang merupakan salah satu pilar pemikiran liberal yang diagung-agungkan masyarakat
Barat sudah menjalar kesini.
Kebebasan, liberty-freedom, dan hurriyyah merupakan tiga kata yang berasal dari bahasa Indonesia,
Inggris dan Arab dan memiliki arti yang sama. Aliran dan paham yang mengusung
kebebasan disebut dengan paham liberalisme. Liberalisme sendiri merupakan salah
satu aliran filsafat dan politik kuno namun cukup terkenal di saat ini. Dalam
kamus politik, liberalisme adalah sebuah aliran filsafat yang berpondasikan
keyakinan pada esensi kebebasan. Liberalisme lahir secara tidak langsung di
masa renaisanse dan reformasi agama yang diprakarsai oleh Martin Luther dan
Jhon Calvin. Kata liberty sendiri diambil dari bahasa latin yaitu liberte.
Berdasarkan definisi di atas, maka yang dimaksud dengan
penganut liberalisme adalah orang-orang pengusung kebebasan. Dengan kata lain,
liberalisme merupakan sebuah aliran yang memiliki idelogi, pandangan dan metode
yang tujuan utamanya ialah menyiapkan kebebasan semaksimal mungkin bagi
manusia dengan bersandar pada konsep individualisme. Manusia harus terlepas
dari segala belenggu dan kekangan—lingkungan maupun sosial, bahkan syariat
agama dan Allah sekalipun—dan manusia merupakan pemilik kehendaknya sendiri.
Islam tidak menentang kebebasan karena kebebasan
merupakan anugrah Allah. Namun yang perlu dipertanyakan adalah kebebasan yang
mana? Kebebasan insani atau hewani? Kebebasan dalam Islam ialah
kebebasan yang berasaskan pada Allah sebagai poros dan tolak ukur, bukan manusia (humanisme). Allah swt berfirman:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ
الْحَمِيدُ
“Wahai manusia kamulah yang
memerlukan (Faqir) terhadap Allah, dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak
memerlukan kepada selain-Nya) lagi Maha Terpuji”.Q.s. Faathir :15
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan kebebasan bukan
kebebasan mutlak sehingga seseorang dapat melakukan segala sesuatu yang
dikehendakinya. Karena kebebasan berkehendak dan berprilaku atas dasar hawa
nafsu merupakan kebejatan, kerusakan moral dan keburukan dan bukan merupakan
kebebasan insani. Selain itu, kebebasan semacam ini sama artinya dengan
membatasi dan membahayakan kebebasan orang lain karena di saat ada hak di situ
juga ada kewajiban. Jika seseorang berhak untuk menghirup udara sehat maka
di saat itu pula orang lain berkewajiban untuk tidak melakukan pencemaran
udara. Jika seorang muslim memiliki hak agar matanya tidak melihat pemandangan
dosa (misalnya melihat aurat wanita yang tidak mestinya ditutupi), maka wajib
bagi sang wanita untuk tidak membuka aurat di hadapannya. Oleh karena itu dapat
dipahami bahwa secara praktis, kebebasan mutlak tidak mungkin terealisasi.
Islam dan Kebebasan Individu
Kebebasan bagi kreativitas bagai jiwa bagi tubuh. Qur’an
menegaskan kebebasan individu dan menggarisbawahi relevansinya sehubungan
dengan keputusan-keputusan individu kita. Bahkan isu agama yang sangat
penting, yakni beriman versus tak beriman kepada Allah, diserahkan pada pilihan
individu:
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ
شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ
”Dan
katakanlah: "KebenaranitudatangnyadariTuhanmu. Maka siapa yang ingin beriman, hendaklah ia beriman, dan
siapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir”
Q.s. Al-Kahfi :29
Jadi, perilaku manusia dalam Islam tergantung pada
kebijaksanaannya. Perselisihan antar manusia karenanya secara intrinsik tak
terhindarkan dan malah diharapkan:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ
أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ # إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ
وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنَ
الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
”Dan jika Allahmu menghendaki, tentu
Dia menjadikan manusia satu umat, tetapi mereka selalu memiliki perbedaan
pendapat. Kecuali orang yang diberi rahmat oleh Allahmu; begitulah Allah
menciptakan mereka” Q.s. Hud:118-119
Islam tidak membatasi kebebasan manusia dalam cara
apapun, tapi membuat manusia bertanggung jawab, atas konsekuensi dari
keputusan-keputusan mereka, baik secara individu maupun secara kolektif; seseorang harus memikirkan tindakannya dan
mempertimbangkan konsekuensinya. Kemungkinan untuk berurusan dengan konsekuensi
tertentu, mungkin tampaknya membatasi kebebasan individu, tapi ini memberikan
keuntungan yang mendalam kepada masyarakat, karena terus-menerus menguatkan
pepatah: ”Kebebasan seseorang berakhir ketika kebebasan orang lain dimulai.”maka sejalan dengan hadis
Rasulullah saw., tidak merugikan dan tidak merusak, seperti ayat Qur’an:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْمُعْتَدِينَ
”Sesungguhnya Allah tidak mengasihi
orang-orang yang melampaui batas” Q.s.
Al-Baqarah:190
Kedua, Islam menempatkan tanggung jawab moral yang
terus-menerus di pundak kita, yang langsung berkaitan dengan hubungan dengan
Allah, yang akan menuntut tanggung jawab manusia atas tindakannya di Hari
Pembalasan. Oleh karena itu di dalam Islam, perzinaan, perjudian atau
pun riba walau sama ridlo tetap
akan berdosa dan akan diperhitungkan kelak balasannya di hari akhir.
Di dalam konsep kebebasan yang ditawarkan Islam, ada
semacam upaya untuk menyeimbangkan posisi kebebasan individu sebagai
individu dan kebebasan individu sebagai anggota masyarakat. Kebebasan
individu tetap hadir tanpa menghilangkan hak individu ini dalam menjalani hidup
bersama orang-orang sekitarnya. Contoh konkritnya dapat kita lihat ketika Nabi
SAW berhasil menaklukkan Makkah. Dengan kebebasan yang dimiliki beliau, sebagai
seorang pemenang tentu bisa saja Nabi menjadikan seluruh musuh-musuhnya menjadi
tawanannya. Atau bahkan melenyapkan mereka. Tapi karena prinsip dasar dalam
Islam mengajarkan untuk menghormati kebebasan setiap individu, maka Nabi pun
tidak melakukan hal itu. Bahkan Nabi mengajak mereka untuk bersama hidup
berdampingan.
Alhasil nikmatnya
bermain bola karena ada aturan, seperti lapang, wasit, out dan lainnya, dan itu
dibebaskan selama dalam aturan. Tidak dapat kita bayangkan bagaimana bermain
bola tanpa aturan dimana titik nikmatnya?. Karena tanpa aturan hakikatnya
adalah KEBABLASAN BUKAN KEBEBASAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar