PENGUNJUNG

Jumat, 11 Desember 2020

Doa Iftitah dan Taawudz dalam Salat


Do’a Iftitah

Doa Iftitah adalah bentuk sanjungan dalam sholat yang hukumnya sunat, ia biasa dibaca bagi orang yang mulai dari sholat awal juga yang tidak masbuk, adapun bagi yang masbuk, maka kewajiban mendengarkan imam menjadikan doa iftitah tidak perlu dibaca. dalil yang berkenaan dengan doa iftitah adalah sebagai berikut :

إِنَّهُ لاَ تَتِمُّ صَلاَةٌ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ حَتَّى يَتَوَضَّأَ فَيَضَعَ الْوُضُوْءَ –يَعْنِي مَوْضِعَهُ- ثُمَّ يُكَبِّرَ، وَيَحْمَدَ اللهَ l،وَيُثْنِيَ عَلَيْهِ، وَيَقْرَأَ بمَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ …

“Sesungguhnya tidak sempurna shalat seseorang dari manusia hingga ia berwudhu lalu meletakkan wudhunya pada tempat-tempatnya, kemudian ia bertakbir, memuji Allah Subhaanahu wa Ta’ala  dan menyanjung-Nya serta membaca apa yang mudah baginya dari Al-Qur’an…” (HR. Abu Dawud no. 857, dishahihkan dalam Shahih Abi Dawud)

Beberapa doa istiftah yang pernah diamalkan dan diajarkan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai berikut:

1. Bacaan:

اللَّهُمَّ باَعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا باَعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

 “Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau jauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dari noda. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, hujan es, dan air dingin.” (HR. Al-Bukhari no. 744 dan Muslim no. 1353, dari Abu Hurairah z)

2. Bacaan:

وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِي لِلهِ رَبِّ الْعَلَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَبِذلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ، ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي، فَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي جَمِيْعًا إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ. وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلاَقِ، لاَ يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ. وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا, لاَ يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ. لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ، وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ، أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ، تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang telah memulai penciptaan langit-langit dan bumi tanpa ada contoh sebelumnya, dalam keadaan lurus mengarah kepada al-haq, lagi berserah diri, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadah sembelihanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan itulah aku diperintah dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri1. Ya Allah, Engkau adalah Raja, tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau. Engkaulah Rabbku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku, dan aku mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah dosa-dosaku seluruhnya, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukilah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang dapat menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Dan palingkan/jauhkanlah aku dari kejelekan akhlak dan tidak ada yang dapat menjauhkanku dari kejelekan akhlak kecuali Engkau. Labbaika (aku terus-menerus menegakkan ketaatan kepada-Mu) dan sa’daik (terus bersiap menerima perintah-Mu dan terus mengikuti agama-Mu yang Engkau ridhai). Kebaikan itu seluruhnya berada pada kedua tangan-Mu, dan kejelekan itu tidak disandarkan kepada-Mu2. Aku berlindung, bersandar kepada-Mu dan Aku memohon taufik pada-Mu. Mahasuci Engkau lagi Mahatinggi. Aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. Muslim no. 1809 dari Ali bin Abi Thalib z)

3. Bacaan:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

 “Mahasuci Engkau, ya Allah, dan sepenuh pujian kepada-Mu. Berlimpah keberkahan nama-Mu, Mahatinggi kemuliaan dan keagungan-Mu, dan tidak ada sesembahan yang benar kecuali Engkau.” (HR. Abu Dawud no. 776, An-Nasa‘i no. 899, dan selain keduanya dari Abu Sa’id Al-Khudri . Dishahihkan dalam Shahih Abi Dawud) 

Ta’awwudz Dalam Sholat

Isti’adzah yaitu bersandar kepada Allah dan mendekat ke sisi-Nya, untuk berlindung dari kejelekan setiap makhluk yang memiliki kejelekan. ‘Iyadzah itu untuk mencegah kejelekan.

وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيم

“Jika syaithon menggodamu dengan suatu godaan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah As-Sami’ (yang Maha mendengar), Al-‘Alim (lagi Maha mengetahui).” (QS.Fushilat: 36)

فإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيم

“Apabila kamu (hendak) membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)

Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah  bersabda:

إِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلاَةِ أَدْبَرَ الشَّيْطَانُ وَلَهُ ضُرَاطٌ حَتَّى لاَ يَسْمَعُ التَّأْذِيْنَ، فَإِذَا قَضَى النِّدَاء أَقْبَلَ حَتَّى إِذَا ثَوَّبَ بِالصَّلاَةِ أَدْبَرَ، حَتىَّ إِذَا قَضَى التَّثْوِيْبَ أَقْبَلَ حَتَّى يَخْطُرَ بَيْنَ الْمَرْءِ وَنَفْسِهِ يَقُوْلُ: اُذْكُرْ كَذَا، اُذْكُرْ كَذَا -لِمَا لَمْ يَكُنْ يَذْكُرُ– حَتَّى يَظِلَّ الرَّجُلُ لاَ يَدْرِي كَمْ صَلَّى

“Apabila diserukan adzan untuk shalat setan berlalu dan ia memiliki kentut (berlalu dengan mengeluarkan suara kentut) hingga ia tidak mendengar adzan. Apabila adzan selesai dikumandangkan, ia datang kembali hingga saat diserukan iqamah, ia berlalu lagi. Ketika telah selesai iqamah, ia datang lagi hingga ia bisa melintaskan di hati seseorang berbagai pikiran, ia berkata, ‘Ingatlah ini, ingatlah itu’, padahal sebelumnya orang yang shalat tersebut tidak mengingatnya, demikian sampai orang tersebut tidak mengetahui telah berapa rakaat shalat itu dikerjakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 608)


وَنَحْوُهُ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَرْفُوعًا عِنْدَ اَلْخَمْسَةِ. وَفِيهِ : وَكَانَ يَقُولُ بَعْدَ اَلتَّكْبِيرِ : ( أَعُوذُ بِاَللَّهِ اَلسَّمِيعِ اَلْعَلِيمِ مِنَ اَلشَّيْطَانِ اَلرَّجِيمِ  مِنْ هَمْزِهِ  وَنَفْخِهِ  وَنَفْثِهِ

Hadits serupa dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu 'anhu yang diriwayatkan oleh Imam Lima secara marfu'. Dalam hadits itu disebutkan: Beliau biasanya setelah takbir membaca: "Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk dari godaannya tipuannya dan rayuannya." 

"Dari Abi Said al-Khudriy dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, bahwa beliau apabila berdiri shalat istaftaha (membaca do'a iftitah) kemudian mengucapkan "A'uwdzu Billaahissami'il 'Aliymiy"

• Lafadz Ta’awwudz:

Dalam mengamalkan ayat terdahulu tentang perintah untuk ta’awwudz sebelum baca Al-Quran seseorang boleh mencukupkan dengan yang ada di Al-Quran dengan melafadkan:

أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Akan tetapi apabila ia mau menambah dengan tambahan yang dicontohkan Rosululloh –Shollallohu ‘alahi wa sallam- tentu lebih baik dan utama:

أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِه

“Aku berlindung kepada Alloh dari Syaithon yang terkutuk; dari was-was (yang dimunculkannya) dan kesombongannya serta sihir (yang disebarnya).”

• Bagaimanakah cara membacanya, dikeraskan atau tidak?

Jumhur ulama mengatakan bahwa ta’awwudz dibaca sirr (lirih, tidak dikeraskan sehingga didengar orang lain), sebab hukum asal dalam membaca dzikir di dalam sholat adalah secara sirr, kecuali yang datang dalil tentang keluarnya hal tersebut dari hukum asal ini.

Abu Hurairah  berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ إِذَا نَهَضَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ افْتَتَحَ الْقِرَاءَةِ بِالْحَمْدِ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَلَمْ يَسْكُتْ

“Adalah Rasulullah n bila bangkit ke rakaat kedua, beliau membuka bacaan (qiraah) dengan ‘Alhamdulillahi rabbil alamin’ dan beliau tidak diam.” (HR. Muslim no. 1355


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...