Untuk pemaparan dalam bentuk video klik Tonton Video
Manusia hidup terikat dengan ruang dan waktu, selain itu ia juga terikat dengan hal dan makhluk lain baik yang nampak oleh panca indranya atau pun tidak. Walau pun tidak Nampak oleh panca indranya tapi hal dan makhluk tersebut mempunyai pengaruh baik atau pun buruk terhadap manusia.
Maka dalam hal ini Al-Qur’an membagi alam kepada dua kategori, yaitu alam dhahir dan alam Bathin, alam syahadah dan alam Ghaib; alam dunia dan alam Akhirat.
Dhahir artinya sesuatu yang nampak secara jelas. Seperti jelasnya bunyi suara petir atau terangnya cahaya matahari. Kebalikannya adalah Bathin yang artinya sesuatu yang tersembunyi, seperti suara hati, dan pemikiran yang belum diungkapkan.
أَلَمْ تَرَوْا۟ أَنَّ ٱللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُۥ ظَٰهِرَةً وَبَاطِنَةً ۗ ...
“Tidaklah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah memudahan untuk (kepentingan) mu apa yang dilangit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan bathin. … (QS. Luqman: 20).
يَعْلَمُونَ ظَٰهِرًا مِّنَ ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ ٱلْءَاخِرَةِ هُمْ غَٰفِلُونَ.
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalui. (QS. Rum : 7).
Syahadah berarti nyata atau bukti yang dapat disaksikan oleh panca indra. Ini hamper sama dengan dzahir namun apa yang Nampak belum tentu jelas karena keterbatasan panca indra itu sendiri. Kebalikannya adalah Ghaib, yaitu segala sesuatu yang tidak tercapai oleh panca indra manusia.
ذَٰلِكَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ
Yang demikian itu ialah tuhan yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, yang maha perkasa lagi maha penyayang. (QS. As-Sajdah:6).
Dunia artinya sesuatu yang dekat, terkait oleh waktu dan tempat yang terbatas; disini dan saat ini, lawannya adalah Akhirat yang berarti yang datang dikemudian hari atau hari terakhir.
ۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا
“Katakanlah “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiyaya sedikitpun.” (QS. AnNisa : 77).
Meskipun antara dunia dan akhirat, syahadah dan ghaib, lahir dan batin, disebutkan dalam konteks berlawanan, tetapi tidak berarti bahwa keduanya terpisah dan bertentangan. Kedua alam itu adalah berpautan, saling melengkapi dan berkesinambungan. Yang lahir menjadi wadah bagi yang batin, yang syahadah menjadi dalalah terhadap yang ghaib, dan dunia yang sekarang menjadi awal bagi alam akhirat.
Hanya sifat dan karakter dari kedua alam itu berbeda. Alam dunia bersifat nampak, terjangkau oleh panca indra manusia dan terbatas oleh ruang dan waktu. Sedang akhirat bersifat ghaib dan diluar kemampuan indrawi manusia. Alam dunia yang bersifat syahada dan dhahir dengan mudah dapat dikenali dan diketahui manusia dengan menggunakan panca indranya.
Akan tetapi alam ghaib dan bathin hanya dikenali dan diketahui eksistensinya melalui tanda-tanda dan ciri-ciri yang menunjukan. Tanda dan ciri alam bathin itu justru ter-dapat pada alam lahir dan alam syahadah itu sendiri. Maka kegagalan memahami tanda dan ciri eksistensinya yang ada pada alam lahir itu akan berakibat salah dan gagal dalam memahami alam bathin.
Tanda dan ciri alam bathin atau alam ghaib yang terdapat pada alam syahadah disebut sebagai Ayat. Ayat artinya sesuatu tanda yang nampak secara indrawi, ciri bukti lahir yang mennjukan adanya suatu hakikat yang tersembunyi. Seperti gerakan badan pada diri seseorang menjadi tanda adanya kekuatan tersembunyi yang menggerakan yaitu energi dan tenaga penggeraknya. Gerakan badan adalah lahir tetapi energi penggeraknya bersifat batin.
Ayat Qauliyah dan Kauniyah
Manusia dan jin diciptakan dengan satu tujuan yang jelas dan tegas, yaitu hanya untuk beribadah kepada Allah, Tuhan penciptanya. Awal dari suatu ibadah adalah mengetahui, atau ma`rifat kepada dzat yang diibadatinya. Karena itu tugas pertama untuk terlaksananya ibadah manusia kepada Allah adalah mengenali Tuhannya. Dzat yang berhak diibadati itu adalah Allah Tabaraka wa Ta`ala, sementara Dia adalah Maha tersembunyi dan Maha ghaib, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya sendiri.
هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ ۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin, dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (Surat Al-Hadid:3)
Panca indra dan ilmu akal manusia sangat terbatas untuk menjangkau masalah ghaib secara benar dan tepat. Karena itu Allah Swt membimbing manusia unuk mengenal Dzat-Nya melalui tanda-anda yang mudah dipahami manusia. Inilah yang disebut ayat-ayat Allah. Ayat-ayat itu ada yang berupa wujud cipataan-Nya, yaitu seluruh alam raya ini. Ada ayat-ayat yang khusus berupa firman-firman-Nya yang disampaikan kepada manusia-manusia pilihan yang disebut sebagai rasul. Para rasul inilah yang digaskan membaca ayat-ayat Tuhan yang berupa firman-firman Allah kepada umat manusia.
Diturunkannya ayat-ayat Qur`aniyah menunjukan bahwa ayat-ayat kauniyah tidak cukup untuk memahami dan mengenali Allah secara benar dan tepat. Dengan meneliti alam semesta yang luarbiasa dahsyatnya secara benar manusia pasti sampai kepada kesimpulan bahwa semua itu ada penciptannya. Hanya saja alam tidak memberi jawaban siapa Dzat Yang Maha pencipta itu, apa sifat-sifat-Nya, bagaimana seharusnya manusia mengabdi kepada-Nya?
Artinya dengan mengkaji alam manusia hanya mungkin sampai kepada keyakinan global bahwa alam ada penciptanya, dan karena alam semesta itu amat luas, dahsyat, indah, kompleks, sekaligus amat sempurna tanpa kecacatan di dalamnya, maka sudah barang tentu Sang Pencipta itu adalah Dzat Yang Maha Luas, Maha Dahsyat, Maha Indah dan Maha Sempurna, tanpa bisa menjelaskan secara rinci bagaimana cara mengenali dan apa hak serta kewajiban manusia kepada Dzat Pencipta itu.
Ilmu yang memperkenalkan manusia secara detail kepada Allah serta tentang hak dan kewajiban manusia kepada-Nya hanya memungkinkan diperoleh dari pengajaran Allah secara langsung melalui proses pengajaran wahyu. Karena itulah nabi dan rasul Allah membaca dan mengajarkan ayat-ayat Qauliyah kepada umatnya. Sementara mereka dapat mengenal Allah karena Allah sendiri yang menjelaskan sifat-sifat dzat-Nya kepada mereka melalui wahyu.
Karena alam maupun al-Qur`an berasal dari satu sumber, yaitu Allah Ta`ala, maka logisnya mustahil antara al-Qur`an dan alam terjadi pertentangan. Yang sejatinya, justru al-Qur`an dan alam saling menjelaskan dan saling melengkapi. Al-Qur`an banyak mengungkapkan tentang penomena alam.
hal ini selaras dengan surat Muhammad ayat 24 :
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (QS. An-Nisaa’: 82)
Sebaliknya semua fenomena alam menjadi bukti akan kebenaran kata-kata al-Qur`an. Jika sudah demikian maka al-Qur`an maupun alam semesta menyatu dalam menyikap-kebenaran hakikat Allah Swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar