PENGUNJUNG

Selasa, 29 Desember 2020

HARTA YANG WAJIB DIZAKAT (Bag 2)


4. Zakat Hasil Pertanian

Tentang kewajiban zakatnya, Allah SWT berfirman:

كُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَءَاتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ 

“...... makanlah buahnya, apabila ia berbuah, dan keluarkanlah haknya (zakatnya) pada hari mengetamnya ....” (Q.S. Al An`am: 141)

Dalam ayat tersebut jelas bahwa zakat pertanian hanya ada nisab tanpa ada haul, sebab pada waktu mengeluarkan ketika panen tiba.

Semua macam hasil pertanian, baik berupa buah-buahan atau biji-bijian (palawija) apabila sudah sampai nisabnya, wajib dikeluarkan zakatnya, tanpa kecuali. Pendapat tersebut didasarkan kepada keumuman ayat yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 267 yang berbunyi:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ وَلاَ تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلاَّ أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ(267)

“Hai orang-orang yang beriman infaqanlah sebagian dari hasil usaha kamu yang baik, dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu .....” (Q.S. Al Baqarah: 267)

Perkataan infaq dalam ayat tersebut bisa seperti zakat.

Nisab Palawija dan Buah-buahan

Menurut beberapa hadits, nisab palawija dan buah-buahan itu lima wasaq, kalau masa sekarang diperhitungkan kurang lebih seberat 650 Kg.

Adapun tentang jumlah yang wajib dikelurkan zakanya, ada dua macam:

Tanpa diurus pengairannya, yaitu bergantung kepada hujan, mata air, atau mengambil air melalui akarnya. Untuk ini zakatnya 10 %.

Diurus pengairannya, yaitu disiram dengan tenaga manusia atau binatang. Maka zakatnya 5 %.

Rincian tersebut berdasar hadits-hadits dibawah ini:

“Tidak ada zakat pada buah-buahan dan biji-bijian yang kurang dari lima wasaq”. (H.R. Muslim)

“Pada tanaman yang dapat air dari langit (hujan) atau mata air atau ‘atsari (mengambil air dengan akarnya), zakatnya sepersepuluh”. (H.R. Bukhari

“..... dan yang disiram dengan tenaga binatang atau orang, zakatnya separuh dari sepersepuluh”. (H.R. Abu Daud)

Dalam zakat pertanian tersebut, ada perbedaan para ulama tentang tanaman apa saja yang wajib dikeluarkan zakatnya.

Pendapat pertama mengatakan bahwa yang wajib dizakati hanya empat macam tanaman, yaitu gandum, sya’ir, kurma dan anggur kering.

Pendapat kedua membatasi suatu yang menjadi makanan pokok, bisa disimpan dan kering dari biji-bijian atau buah-buahan.  

Pendapat ketiga mengatakan semua biji-bijian atau buah-buahan dengan syarat kering, tahan lama dan bisa ditakar.

Dalil-dalil yang dibawakan oleh mereka tidak luput dari kelemahan sehingga tidak dapat dijadikan dasar agama.

Oleh karena kita tetap berpegang kepada keumuman ayat dan hadits tentang masalah tersebut, sehingga semua hasil bumi baik berupa palawija, buah-buhan atau sayuran, apabila sudah sampai  nisabnya, wajib dikeluarkan zakatnya, menurut ketentuan masing-masing.


Zakat Madu

Tentang kewajiban mengeluarkan zakat dari madu, ada dua pendapat:

Tidak ada zakat dari madu, karena tidak satu haditspun yang sah tentang hal tersebut, dan juga madu bukan hasil dari pertanian.

Ada zakat untuk madu, beralasan dengan beberapa hadits lemah, yang saling menguatkan menurut pendapat mereka, sehingga dapat dijadikan dasar untuk mewajibkannya.

Menurut kami pendapat pertama lebih kuat dengan alasan yang dibawanya, kalau madu tersebut diperdagangkan otomatis terkena zakat perdagangannya.

 

5. Zakat Rikaz dan Hasil Tambang

Yang dimaksud Rikaz adalah harta simpanan orang-orang zaman dahulu yang terdapat dalam bumi.

Zakat pada rikaz sebesar 20 %, tanpa nisab dan haul, berdasar hadits dari Abu Hurairah:

“Bahwasannya Nabi saw. bersabda: dan pada rikaz itu zakatnya seperlima”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Adapun tentang hasil tambang yang berupa emas, perak, besi, timah atau minyak dan lain sebagainya, karena haditsnya tidak luput dari kelemahan, maka ada sebagian dari ulama memasukkannya dalam zakat rikaz, dan sebagian lagi menyamakan dengan hasil pertanian, berdasar keumuman ayat (Q.S. Al Baqarah: 267) yaitu termasuk apa-apa yang dikeluarkan dari bumi.

Dengan demikian hasil tambang tersebut akan dikenakan zakatnya kalau diperdagangkan (zakat perdagangan), begitu juga dari hasil yang didapat dari laut. Pendapat tersebut didasarkan karena tidak adanya hadits sah tentang zakat ma’aadin (hasil tambang).


6. Zakat Perdagangan

Sandaran yang dipakai untuk mewajibkan zakat perdagangan adalah firman Allah swt.:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ 

“Hai orang-orang yang beriman infaqanlah sebagian dari hasil usaha yang baik .....” (Q.S. Al Baqarah: 267)

Dan sabda Nabi saw.

“Dari Samurah bin Jundab ra. ia berkata: adalah Nabi saw. memerintah kami untuk mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk berdagang”. (H.R. Abu Daud)

Hadits tersebut secara sanad lemah, tetapi maknanya sesuai dengan ayat diatas, sehingga dapat dipakai, selain ini ada juga hadits:

“Bahwasannya Nabi saw. bersabda: tentang unta ada zakatnya, sapi juga ada zakatnya, dan kain juga ada zakatnya”. (H.R. Hakim)

Yang dimaksud dengan barang perdagangan ialah sesuatu yang dibeli atau dibikin dengan alat untuk dijual dan mencari keuntungan.

Adapun kalau kita beli untuk dimiliki, walaupun jumlahnya besar, seperti beli rumah, tanah, mobil dan lain sebagainya. Dan tidak ada niatan untuk dijual serta mencari keuntungan, maka yan demikian itu tidak ada zakatnya, walaupun suatu ketika kita akan menjualnya.


Nisab dan Haul Barang Dagangan

Dalam masalah nisab dan haul barang dagangan, ada dua pendapat:

Golongan pertama berpendapat bahwa untuk barang dagangan tidak perlu nisab dan haul. Karena tidak ada hadits yang jelas menerangkan tentang nisab dan haulnya.

Golongan kedua mengatakan harus ada nisab dan haulnya, sebagaimana harta lainnya. Mereka nebetapkan nisabnya sebagaimana nisab emas yaitu 20 dinar atau seharga 90 gram emas murni, dan zakat yang dikeluarkannya 2 ½ %.

Dagi pendapat pertama, pedagang kecil dan besar sama saja, dan perhitungannya dari modal, bukan dari laba, adapun zakatnya diambil dari ketentuan pokok yaitu 2 ½ % setiap membeli barang untuk dijual, walaupun jumlahnya tidak sampai nisab. Terkadang zakat tersebut kembali kepadanya lagi, kalau ia sebagai pedagang kecil yang kebetulan berhutang atau miskin dan lain sebagainya.

Sedang golongan kedua yang mensyaratkan nisab dan haul, maka kewajiban zakatnya dikeluarkan sesudah dagangan berumur setahun dan seharga emas 90 gram, walaupun dipertengahan tahun nisabnya berkurang, yang penting di akhir tahun sampai nisabnya. Dan jumlah yang dikeluarkannya juga 2 ½ % dari modal tersebut.

karena zakat merupakan ibadah, maka jika  tidak ada dalil yang membatasi  maka   tidak ada nishab dan haul lebih dipandang  pendapat yg arjah


Tentang Hasil Profesi

Yang dimaksud hasil profesi adalah  imbalan berupa uang yang didapat katena profesinya sebagai dokter, konsultan, insinyur, pendidik, karyawan, pegawai dan lain sebagainya.

Hasil profesi tersebut sering diistilahkan dalam fiqih dengan nama “al maalul mustafaad”, dan termasuk juga dalam istilah tersebut hasil dari kontrakan rumah, menyewakan mobil, hasil industri dan lain sebagainya.

Dalam masalah ini ada dua pendapat:

Pendapat pertama mengatakan wajib dikenakan zakat dari hasil tersebut, berdasar keumuman ayat 267 surat Al Baqarah. Lafadz (.................) dalam ayat tersebut, lafadz umum, terkena semua macam usaha, baik perdagangan, pekerjaan dan lain sebagainya.

Pendapat kedua mengatakan tidak ada zakat dari hasil profesi dan yang lainnya, karena tidak didapati nash yang jelas tentang hal tersebut, disamping hadits yang mewajibkannya juga lemah (Hadits riwayat Imam Tirmidzi) 

Kalau kita berpegang dengan pendapat pertama, apakah pakai nisab dan haul? Dan berapakah yang harus kita keluarkan zakatnya?

Tentang harusnya pakai nisab tidak ada perselisihan, hanya ada perselisihan tentang menetapkan jumlah nisabnya. Sebagian ulama memakai nisab hasil pertanian, dan sebagian lagi memakai nisab emas. Dalam hal ini mereka cenderung menggunakan nisab emas.

Adapun perlu tidaknya pakai haul, juga mereka berselisih, sebagian mengatakan harus pakai haul, sebagaimana yang lainnya, dan ada pendapat, yang menurut sebagian ulama lebih kuat, mengatakan bahwa untuk zakat ini tanpa haul.

Sedangkan jumlah yang harus dikeluarkan ada dua macam:

Kalau dihasilkan dari industri, kontrakan, percetakan, hotel, persewaan mobil dan yang serupa, maka zakatnya 10 % dari hasil bersih (sesudah dipotong biaya-biaya yang diperlukan). Hal ini diqiyaskan hasil pertanian yang tidak lurus.

Adapun hasil dari pekerjaan, seperti gaji pegawai/karyawan, maka zakatnya 2 ½ %, disamakan dengan zakat emas.


Waktu mengeluarkan zakatnya tergantung kapan dia mendapatkannya, kalau gaji pegawai bisa setiap bulannya, asal sudah sampai nisab. Sedang hasil dari hotel, menyewakan mobil atau rumah, pabrik dan lain sebagainya, dapat juga diperhitungkan perbulannya dari keuntungan yang bersih.

Semua yang kita uraikan diatas adalah hasil ijtihad, yang kemungkinan benar, dan bisa juga salah. Oleh karena itu perlu kita kaji bersama, sehingga menghasilkan yang lebih baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...