Santri dan Tradisi Ilmiah
Kata
ilmu terulang lebih dari 800 kali dalam Al-Qur’an. Rasulullah saw. menyebutnya
sebagai syarat untuk merebut dunia dan akhirat sekaligus. Itulah sebabnya Imam
Ahmad bin Hambal mengatakan, kebutuhan manusia terhadap ilmu pengetahuan sama
besarnya dengan terhadap makan dan minum. Atau, bahkan lebih besar lagi.
Perkembangan zaman berlangsung begitu cepat. Masyarakat berjalan
secara dinamis mengiringi perkembangan zaman tersebut. Seiring dengan hal itu,
filsafat sebagai suatu kajian ilmu juga berkembang dan melahirkan tiga dimensi
utama sekaligus sebagai obyek kajiannya. Ketiga dimensi utama filsafat ilmu ini
adalah ontologi (apa yang menjadi obyek suatu ilmu), epistemologi (cara
mendapatkan ilmu), dan aksiologi (untuk apa ilmu tersebut).
I. Ontologi
merupakan hakikat yang ada (being, sein) yang merupakan asumsi dasar
bagi apa yang disebut sebagai kenyataan dan kebenaran.
II. Epistemologi
adalah sarana, sumber, tata cara untuk menggunakannya dengan langkah-langkah progresinya menuju pengetahuan(ilmiah).
III. Adapun
aksiologi adalah nilai-nilai (value) sebagai tolok ukur
kebenaran(ilmiah), etik, dan moral sebagai dasar normatif dalam penelitian dan
penggalian serta penerapan ilmu.
Tradisi ilmiah adalah adat atau kebiasaan untuk menjalani kehidupan
dengan moda-moda keilmuan yang ditandai dengan kegiatan-kegiatan ilmiah seperti
penerjemahan, diskusi, riset ilmiah, dan penyelenggaraan pendidikan (Poetrabumi
:2011)
Annis Matta (2009) mengatakan bahwa tradisi ilmiah bukanlah sekedar
kebiasaan-kebiasaan ilmiah yang baik tapi lebih merupakan standar mutu yang
menjelaskan kepada kita diperingkat mana peradaban suatu bangsa atau suatu
komunitas itu berada. Tradisi ilmiah bukanlah gambaran dari suatu kondisi
permanen. Namun, lebih mengacu kepada suatu proses yang dinamis dan berkembang
secara berkesinambungan. Tradisi ilmiah mengakar kepada cara pandang kita
terhadap ilmu pengetahuan. Tentang fungsi dan perannya dalam membentuk
kehidupan kita. Tentang seberapa besar kita memberinya ruang dan posisi dalam
kehidupan kita. Tentang sejauh mana kita bersedia mengikuti kaidah-kaidahnya.
Tentang berapa banyak harga yang dapat kita bayar untuk memperolehnya.
Tradisi ilmiah selanjutnya dibentuk oleh susunan pengetahuan yang
benar. Sebab, pengetahuan yang terserap dengan susunan yang salah akan membuat
kita mengalami keracunan dalam berpikir. Tradisi ilmiah selanjutnya dibentuk
oleh sistematika pembelajaran yang benar.
Tapi tradisi ilmiah yang kokoh, yang merupakan salah satu faktor yang dapat mengubah keragaman menjadi sumber produktivitas kolektif kita, tidak hanya ditandai oleh ciri di atas. Ia juga ditandai oleh banyak ciri.
Ciri |
1. berbicara atau bekerja
berdasarkan ilmu pengetahuan. |
2. tidak bersikap apriori
dan tidak memberikan penilaian terhadap sesuatu sebelum mengetahuinya dengan
baik dan akurat. |
3. selalu membandingkan
pendapatnya dengan pendapat kedua dan ketiga sebelum menyimpulkan atau
mengambil keputusan. |
4. mendengar lebih banyak
daripada berbicara. |
5. gemar membaca dan
secara sadar menyediakan waktu khusus untuk itu. |
6. Lebih banyak diam dan
menikmati saat-saat perenungan dalam kesendirian. |
7. selalu mendekati
permasalahan secara komprehensif, integral, objektif, dan proporsional. |
8. gemar berdiskusi dan
proaktif dalam mengembangkan wacana dan ide-ide, tapi tida suka berdebat
kusir. |
9.berorientasi pada
kebenaran dalam diskusi dan bukan pada kekenangan. |
10.berusaha
mempertahankan sikap dingin dalam bereaksi terhadap sesuatu dan tidak
bersikap emosional dan meledak-ledak. |
11. berpikir secara
sistematis dan berbicara secara teratur. |
12. tidak pernah merasa berilmu
secara permanen dan karenanya selalu ingin belajar |
13. menyenangi hal-hal
yang baru dan menikmati tantangan serta perubahan. |
14. rendah hati dan
bersedia menerima kesalahan |
15. lapang dada dan
toleran dalam perbedaan. |
16. memikirkan ulang
gagasannya sendiri atau gagasan orang lain dan senantiasa menguji kebenaran. |
17. selalu melahirkan
gagasan-gagasan baru secara produktif. |
Salah satu jalan datangnya ilmu adalah membaca.
Bahkan cara inilah yang diajarkan Allah kepada Nabi Muhammad untuk mendatangkan
ilmu ketika menerima wahyu pertama. Maka jika minat baca rendah akan
berimplikasi terhadap keilmuan seseorang bahkan suatu bangsa.
Hasil survei Unesco menunjukkan bahwa Indonesia
sebagai negara dengan minat baca masyarakat paling rendah di Asean. Peningkatan
minat baca masyarakat akan mempercepat kemajuan bangsa Indonesia, karena tidak
ada negara yang maju tanpa buku, kata panitia pameran Tri Bintoro di Solo
(Republika, Rabu (26/1)
- Berdasarkan
studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress in International Reading
Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006, yang melibatkan siswa sekolah
dasar (SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 40 negara yang
dijadikan sampel penelitian. Posisi Indonesia itu lebih baik dari Qatar,
Kuwait, Maroko, dan Afrika Selatan,” ujar Ketua Center for Social
Marketing (CSM), Yanti Sugarda di Jakarta, Rabu (7/7).
- Penelitian
Human Development Index (HDI) yang dikeluarkan oleh UNDP untuk melek huruf
pada 2002 menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari 173 negara. Posisi
tersebut kemudian turun satu tingkat menjadi 111 di tahun 2009
- Berdasarkan
data CSM, yang lebih menyedihkan lagi perbandingan jumlah buku yang dibaca
siswa SMA di 13 negara, termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, jumlah
buku yang wajib dibaca sebanyak 32 judul buku, Belanda 30 buku, Prancis 30
buku, Jepang 22 buku, Swiss 15 buku, Kanada 13 buku, Rusia 12 buku, Brunei
7 buku, Singapura 6 buku, Thailand 5 buku, dan Indonesia 0 buku
- Kompas
(Kamis, 18 Juni 2009) Budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi
terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang
dilansir Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi (OECD), kata Kepala
Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya Arini. Saat berbicara dalam seminar
“Libraries and Democracy” digelar Perpustakaan Universitas Kristen
(UK) Petra Surabaya bersama Goethe-Institut Indonesien dan Ikatan Sarjana
Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) di Surabaya, Rabu, dia
mengatakan, OECD juga mencatat 34,5 persen masyarakat Indonesia masih buta
huruf.
B.
Pemanfaatan
Teknologi dan Internet Dalam Tradisi Ilmiah
Teknologi merupakan budidaya dan inovasi manusia, kemajuan dan
perkembangannya akan terus terjadi selama kehidupan di dunia ini berlangsung.
Teknologi berhubungan dengan berbagai bidang kehidupan, seperti; transportasi,
komunikasi, informasi, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dst.
Pada dasarnya tujuan pengembangan teknologi adalah untuk
mempermudah gerak hidup manusia. Dengan sebuah mesin cuci, seseorang bisa
mencuci pakaian hanya dengan menekan tombol-tombol tertentu, tidak perlu
mengeluarkan tenaga dan keringat. Dengan sepeda motor, seseorang bisa menempuh
jarak puluhan kilometer dalam waktu yang singkat, tidak perlu mengeluarkan
tenaga ekstra. Dengan pesawat terbang, seseorang bisa nyaman melancong ke
Negara atau Benua lain dalam hitungan jam. Dengan jaringan internet, seseorang
dapat mengakses berbagai persitiwa yang terjadi di belahan dunia manapun.
Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia
yaitu bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut
Djoyohadikusumo (1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science)
dan perekayasaan (engineering). Dengan kata lain,
teknologi mengandung dua dimensi, yaitu science dan engineering
yang saling berkaitan satu sama lainnya. Sains mengacu pada
pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar kita, artinya mengenai ciri-ciri
dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan energi dalam interaksinya satu
terhadap lainnya.
Kita bisa melihat dengan mudah fase perkembangan teknologi (dalam
hal ini teknologi informasi dan komunikasi) pada deskripsi sederhana berikut,
pada beberapa dekade yang silam, seseorang hanya bisa mengirim pesan / surat
melalui kurir manusia ataupun hewan (burung), pesan akan sampai ke tujuan dalam
waktu yang lama, kemudian berkembang dengan melalui jasa pos, ini pun masih
membutuhkan waktu berhari-hari. kemudian ditemukan telegram atau faximail, yang
hanya membutuhkan beberapa menit untuk menyampaikan pesan, dan akhir-akhir ini
kita mengenal fasilitas SMS (Short Message Service) dan EMAIL (Electronic Mail)
yang hanya membutuhkan beberapa detik untuk mengirim pesan ke manapun.
Namun,
bagi kita sebagai komunitas relegius, kemajuan teknologi ibarat pedang bermata
dua, di satu sisi ia mempermudah gerak dan fasilitas hidup, di sisi lain ia
memberikan dampak negatif yang tidak bisa dianggap remeh. Paling tidak, sinyal
ini ditemukan pada apa yang diungkapkan oleh pemikir asal Perancis Jacques
Ellul bahwa: “teknologi akan menyebabkan rekayasa teknis atas manusia, hasinya
adalah L’homme-Machine (manusia mesin) yang sudah kehilangan kemanusiaannya”
(1964).
Secara harfiah, Internet
(kependekan dari interconnection-networking) ialah sistem global dari
seluruh jaringan komputer yang saling terhubung menggunakan standar Internet
Protocol Suite (TCP/IP) untuk melayani miliaran pengguna di seluruh dunia.
Manakala Internet (huruf 'I' besar) ialah sistem komputer umum, yang berhubung
secara global dan menggunakan TCP/IP sebagai protokol pertukaran paket (packet switching
communication protocol). Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet.
Cara menghubungkan rangkaian dengan kaedah ini dinamakan internetworking.
C.
Sikap Santri
Terhadap Kemajuan Teknologi
Kita jangan pernah membayangkan untuk dapat membendung kemajuan
teknologi, berupaya dan berfikir untuk membendungnya sama saja dengan berupaya
dan berfikir untuk menghentikan kehidupan ini, suatu hal yang musthail. Seorang
pakar menulis: “Perkembangan teknologi sekarang ini bagaikan air sungai yang
terus mengalir, tidak akan pernah habis, dan tidak bisa dibendung. Selama
kebutuhan manusia akan sesuatu tidak pernah berhenti, maka ilmu teknologi juga
tidak akan berhenti berinovasi”
Sebagaimana saya paparkan di atas, bahwa inovasi dalam dunia
teknologi –saat ini- didominasi dan dimotori oleh komunitas non muslim, seperti
bangsa Jepang, Korea Selatan, Amerika, Perancis, Jerman, dst. Konsekeunsinya
adalah; inovasi dan pengembangan teknologi seringkali tidak mengindahkan norma
dan etika agama, atau bahkan berbenturan dengan ajaran agama dan nilai sosial
masyarakat relegius.
Mengacu pada apa yang disampaikan oleh pakar Maqasid Syari’ah Abu
Ishak as Syatibi (w: 790 H) bahwa: “Dunia ini disempurnakan dengan perpaduan
dan percampuran antara kemaslahatan dan kemafsadatan” (al Muwafaqat)
Maka, ada dua hal yang patut dijadikan sebagai acuan dalam berinteraksi
dengan kemajuan teknologi.
Pertama:
memetakan / memilah, mana yang bermanfaat dan mana yang mendatangkan madarat.
Hal-hal yang bermanfaat bisa kita gunakan, seperti mengkases internet
(Facebook, email) untuk berkomunikasi dengan kerabat, sahabat dan membuat
jaringan sosial / persahabatan untuk sesuatu yang bermanfaat. Atau mengikuti
perkembangan informasi dan berita yang akan menambah cakrawala pengetahuan.
Kedua,
membatasi penggunaan sesuai kebutuhan. Misalnya mengakses internet, kita harus
mampu membatasinya dengan waktu, jangan sampai terlena sehingga
menghambur-hamburkan banyak waktu untuk hal-hal yang tidak prinsip dan tidak
mendukung proses belajar (bagi kalangan santri dan pelajar). Karena membuka
jaringan internet sama dengan menjelajah seluruh dunia, kita bisa mengkases
apapun dari belahan dunia manapun hanya dengan duduk santai di depan computer
atau melalu telepon genggam.
Berikut ini adalah beberapa keuntungan yang dapat diperoleh bagi santri dengan adanya model Pemanfaatan teknologi dan internet :
1. Membangun interaksi ketika santri melakukan diskusi secara on line.
2. Mengakomodasi perbedaan santri.
3. Santri dapat mengulang materi belajar yang sulit berkali-kali, sampai pemahaman diperoleh.
4. Kemudahan akses, kapan saja dan di mana saja.
5. Santri dapat belajar dalam suasana yang ‘bebas tanpa tekanan’, tidak malu untuk bertanya (secara on line).
6. Mereduksi waktu dan biaya perjalanan.
7. Mendorong santri untuk menelusuri informasi ke situs-situs pada world wide web.
8. Memungkinkan santri memilih target dan materi yang sesuai pada web.
9. Mengembangkan kemampuan teknis dalam menggunakan internet.
10. Mendorong santri untuk bertanggung jawab terhadap belajarnya dan membangun self-knowledge dan self-confidence.
Wallahu’a’lam
bisshowwab
Daftar Pustaka
-
Matta, Anis, Mengokohkan Tradisi Ilmiah, 2010,
online, www.bit.lipi.go.id/masyarakat.../56-mengokohkan-tradisi-ilmiah, Tanggal 22 Desember 2011
-
Mulyadi,
Kertanegara, Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam, Jakarta: Baitul Ihsan,
2006, hal.30.
-
Munir,
Dr.,M.IT.”Dampak Teknologi Informasi dalam pendidikan”.(http//munir.staf.upi.edu)
-
Pribadi, P.A.,
dan Rosita, T., 2003, Prospek Komputer sebagai Media Pembelajaran
Berbantuan Komputer,
2005,Online:http://www1.bpkpenabur.or.id/jelajah/02/sosial.htm tanggal,
22Desember 2011.
-
______, Fakta:
Rendahnya Minat Baca Masyarakat Indonesia, 2009, online http://library.narotama.ac.id, tanggal, 22Desember 2011
-
Syaeroji,
Arwani, Kemajuan Teknologi di Mata Santri, 2010, online http://arwani-syaerozi.blogspot.com, tanggal, 22Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar