PENGUNJUNG

Rabu, 12 Mei 2021

HAKIKAT PENGHAMBAAN MANUSIA

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ (21) الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (22) }

Hai manusia, sembahlah Tuhan kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. Dialah Yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Karena itu, janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui. [Al-Baqarah, ayat 21-22]

Allah Swt. menjelaskan tentang sifat uluhiyyah-Nya Yang Maha Esa, bahwa Dialah yang memberi nikmat kepada hamba-hamba-Nya dengan menciptakan mereka dari tiada ke alam wujud, lalu melimpahkan kepada mereka segala macam nikmat lahir dan batin. Allah menjadikan bagi mereka bumi sebagai hamparan buat tempat mereka tinggal, diperkokoh kestabilannya dengan gunung-gunung yang tinggi lagi besar; dan Dia menjadikan langit sebagai atap, sebagaimana disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

{وَجَعَلْنَا السَّمَاءَ سَقْفًا مَحْفُوظًا وَهُمْ عَنْ آيَاتِهَا مُعْرِضُونَ}

Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedangkan mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat padanya. (Al-Anbiya: 32)

Allah menurunkan air hujan dari langit bagi mereka. Yang dimaksud dengan lafaz as-sama dalam ayat ini ialah awan yang datang pada waktunya di saat mereka memerlukannya. Melalui hujan, Allah menumbuhkan buat mereka berbagai macam tumbuhan yang menghasilkan banyak jenis buah, sebagaimana yang telah disaksikan. Hal tersebut sebagai rezeki buat mereka, juga buat ternak mereka, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam ayat lainnya. Di antara ayat-ayat tersebut yang paling dekat pengertiannya dengan maksud ini ialah firman-Nya:

{اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأرْضَ قَرَارًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَصَوَّرَكُمْ فَأَحْسَنَ صُوَرَكُمْ وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ}

Allah-lah yang menjadikan bumi bagi kalian tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentuk kalian, lalu membaguskan rupa kalian serta memberi kalian rezeki dengan sebagian yang baik-baik. Yang demikian itu adalah Allah Tuhan kalian, Maha-agung Allah, Tuhan semesta alam. (Al-Mu’min: 64)

Kesimpulan makna yang dikandung ayat ini ialah bahwa Allah adalah Yang Menciptakan, Yang memberi rezeki, Yang memiliki rumah ini serta para penghuninya, dan Yang memberi mereka rezeki. Karena itu, Dia sematalah Yang harus disembah dan tidak boleh mempersekutukan-Nya dengan selain-Nya.

Di dalam hadis Sahihain disebutkan dari Ibnu Mas'ud yang menceritakan:

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا، وهو خلقك" الحديث

Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab, "Bila kamu mengadakan sekutu bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakanmu,'" hingga akhir hadis.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Amr ibnu Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Amr, telah menceritakan kepada kami Abu Dahhak ibnu Mukhallad alias Abu Asim, telah menceritakan kepada kami Syabib ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan firman-Nya, "Fala taj'alu lillahi andadan." Istilah andad yaitu sama dengan mempersekutukan Allah, syirik itu lebih samar daripada rangkakan semut di atas batu hitam yang licin di dalam kegelapan malam.

Contoh perbuatan syirik (atau mempersekutukan Allah) ialah ucapan seseorang, "Demi Allah dan demi hidupmu, hai Fulan, dan demi hidupku." Juga ucapan, "Seandainya tidak ada anjing, niscaya maling akan datang ke rumah kami tadi malam," atau "Seandainya tidak ada angsa, niscaya maling memasuki rumah kami." Demikian pula ucapan seseorang kepada temannya, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki olehmu." Juga ucapan, "Seandainya tidak ada Allah dan si Fulan," semuanya itu merupakan perkataan yang menyebabkan kemusyrikan.

Di dalam hadis disebutkan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Rasulullah Saw., "Ini adalah yang dikehendaki Allah dan yang dikehendaki olehmu." Maka beliau Saw. bersabda:

"أَجَعَلْتَنِي لِلَّهِ نِدًّا"

Apakah kamu menjadikan diriku sebagai tandingan Allah?

Di dalam hadis lain disebutkan:

"نِعْمَ الْقَوْمُ أَنْتُمْ، لَوْلَا أَنَّكُمْ تُنَدِّدُونَ، تَقُولُونَ: مَا شَاءَ اللَّهُ، وَشَاءَ فُلَانٌ".

Sebaik-baik kaum adalah kalian jikalau kalian tidak melakukan tandingan (terhadap Allah), (karena) kalian mengatakan, "Ini adalah yang dikehendaki oleh Allah dan yang dikehendaki oleh si Fulan."

Abul Aliyah mengatakan, makna andadan dalam firman-Nya, "Fala taj'alu lillahi andadan," ialah tandingan dan sekutu. Demikian dikatakan oleh Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, As-Saddi, Abu Malik, dan Ismail ibnu Abu Khalid.

Mujahid mengatakan bahwa makna firman-Nya, "Wa-antum ta'-lamuna," ialah sedangkan kalian mengetahui bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab Taurat dan kitab Injil.

Kalau kita melihat meja, mimbar, ataupun patung yang terbuat dari kayu pikiran kita tidak berubah itu adalah kayu, dibuat apapun tetap pada bahan yang semula. Karena itu daripada menyembah patung yang dibuat dari batu lebih bagus menyembah batunya itu sendiri, karena asli. Tinggalah meningkat, tingkatannya ke arah mana.

Dalam surat Albaqoroh dengan susunan ayat yang begitu indah sebagai pokok yang bernama tauhid, inilah makhluk-makhluk Allah terbesar yang kemudian nanti akan dijelaskan beratus-ratus ayat; pada surat Albaqoroh sendiri, pada Ali Imran, Annisa, Almaidah dan seterusnya. Panggilan Allah Swt., kepada manusia, Yâ ayyuhan nasu’budû rabbakumulladzî khalaqakum walladzîna min qablikum la’allakum tattaqûn, alladzî ja’ala lakumul ardha firâsyan wassamâ`a binâ`an waanjala minas samâ`i mâ`an faakhraja bihi minas samarâti rizqal lakum falâ taj’alu lillâhi andâdan wa antum ta’lamûn. "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (Qs. Albaqoroh [2]:21-22)

Pada dua ayat di atas disebut dua kata; satu Rabb yang kedua Allah, baru disebut Allah setelah dengan data-data yang begitu jelas. Biasanya kata-kata panggilan yang umum dalam bahasa arab disebut harfu nida, yang mempunyai arti bahwa yang dipanggil itu sudah jelas akan dapat memahami panggilan tersebut, itu menunjukkan Allah telah menyediakan agar yang dipanggil itu paham; untuk bisa memperhatikan, menyediakan diri, mentaati atas panggilan itu. Allah Maha Tahu, mengapa manusia dipanggil dan mengapa diperintah. Panggilan itu sudah menunjukkan pengakuan dan pengakuan itu sudah menunjukkan akan adanya aturan.

Contoh yang mudah bagi kita. Allah melalui Alquran memerintah dengan bentuk ‘amr, kulû wasyrabu, makanlah dan minumlah! Kenapa makan dan minum diperintah? Bukankah tidak diperintah pun manusia pasti makan dan minum. Allah menyediakan kondisi manusia untuk tidak bisa hidup tanpa makan dan minum. Tentu saja jika sekedar makan dan minum tentu tidak ada kaitannya dengan ibadah, tidak ada kaitan dengan akhirat, tidak ada kaitan dengan surga dan neraka. Tapi dengan perintah itu akan disusul dengan berbagai macam aturan. Ada hal yang dilarang dan diperbolehkan. Maka selama makan dan minum dalam rangka mentaati aturan Allah, itulah ibadah.

Perintah itu ada tiga macam :

1. keuntungan buat yg memerintah

2. Keuntungan buat yg memerintah dan diperintah seperti antara karyawan dan majikan

3. Keuntungan buat yg diperintah seperti guru dan murid

Ibadah itu adalah perintah untuk keuntungan manusia yg diperintah, karena ibadah itu hakikatnya untuk keselamatan manusia, karena manusia membutuhkan keselamatan, buktinya maling kalau tidak tertangkap bilang alhamdulillah.

Ibadah itu mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya. Jadi esensi ibadah itu adalah mendekatkan diri, kenapa harus mendekatkan diri? Karena ada yang menjauhkan la tulhikum amwalukum wa la auladukum an dzikrillah.

Ada uang abang disayang...

Sulit = susul ku duit

Uang pelicin

Ada pulus mulus, tak ada pulus mampus

La yamutu wa la yahya  tidak bermutu kalau tidak ada biaya

Ini diisyaratkan rasul in 'uthiya rodiya wa in lam yu tho lam yardho

KENAP MANUSIA HARUS BERIBADAH

Manusia adalah mahluk yang selalu bergerak dan dinamis, maka geraknya harus diarahkan kepada sesuatu yg baik, oleh karena itu Allah menyuruhnya untuk beribadah. Manusia juga makhluk yang mudah gundah gelisah, maka ia butuh obat untuk kegundahan dan kegelisahannya, maka ia diperintah untuk bertasbih, tahmid, sujud dan lakukan ibadah

Ibadah asal artinya patuh, tapi tidak semua yg patuh itu ibadah. Patuh pada sesuatu yg tidak diketahui hakikatnya, dan pada yang menguasai dirinya ciri orang yg beribadah ;

1.      Tidak ada anggapan bahwa apa yg ada pada genggamannya adalah miliknya tetapi itu adalah milik Allah

2.      Segala hidupnya didedikasi kan untuk.apa yg diperintah dan apa yg dilarang

3.      Tidak akan menyatakan melakukan.sesuatu tanpa izin yg diibadahi

Maka dimensi ibadah itu ada dua; mahdhoh dan ghair mahdhoh

Karena itu yang pertama kali disebut pada surat Albaqoroh tadi mengapa Allah memerintah manusia untuk u’budû, ibadahilah oleh kamu, siapa? Rabbakum! Siapa Rabbakum itu? Yang diartikan Tuhan, yang diartikan yang Maha Kuasa, Maha Tinggi, Maha Esa. Sampai sekarang belum ada berani yang mengucap. Inilah sisa pertanyaan yang tidak akan bisa dijawab, kecuali beriman kepada Rasul. Karena itu tadi dikatakan, percaya kepada Allah pun kalau bukan karena percaya kepada Rasul adalah tahayul tingkat tinggi.

Ini barangkali perlu dipikirkan, digali dan diperluas oleh ahlinya. Siapa Rabbakum itu? Rabbakum itu adalah Alladzî kholaqokum, kholaqo artinya membentuk dengan sekehendaknya, mengapa jadi laki-laki mengapa jadi perempuan, mengapa dengan bentuk begini dan begitu, yang ibu bapaknya dua-duanya hitam ko anaknya berkulit hitam, mengapa ibu bapaknya berkulit putih ko anaknya hitam, tidak usah ada kecurigaan apa-apa. Ini alladzî kholaqokum, membentuk sedemikian rupa yang dengan bentuk demikian itu nanti akan disusul dengan perintah sesuai dengan bentuknya.

Karena itu Rasulullah Saw., menyatakan, semua yang lahir telah ditetapkan umurnya, rizkinya, sampai bahagia dan celakanya sudah ditetapkan sebelum dilahirkan. Para sahabat bertanya, afala nattaqilu ya Rasulullah, kalau segala sesuatunya telah ditetapkan untuk apa kami berusaha? Pikiran semacam itu wajar, maka Nabi menjawab dengan kata-kata yang indah, diplomatis serta filosofis, kullun muyassarun lima khuliqo lahu, semua yang lahir sudah ditetapkan dan dimudahkan sedemikian rupa untuk apa dibuat demikian. Jika manusia tidak merasa ringan, merasa gembira dan nikmat untuk beribadah kepada Allah mau beribadah kepada siapa?

Dengan kata-kata kholaqo saja ternyata perlu dihadirkan sekian banyak ayat untuk menerangkannya. Kemudian kalimat selanjutnya, Alladzi ja’ala lakumul ardlo firâsan, bumi itu untuk kamu sebagai hamparan, padahal bumi itu bulat, mengapa? Wassamâ`a binâ`an, langit ke atas tidak digantung ke bawah tidak disanggah tapi bagi kamu semacam bangunan. Waanjala minassamâ`i mâ’an, tak akan ada manusia yang bisa menurunkan hujan, karena yang sulit itu bukan menurunkannya tapi menaikkan air ke langit dan turun setiap butirnya mengandung bahan-bahan kehidupan, dengan air itu faakhraja bihi minas samarâti rijqollakum, tidak disebut pohonnya tapi sekian banyak macam buahnya tumbuh karena air tadi.

Setelah ayat-ayat itu disebut baru Allah menyatakan, falâ taj’aluu lillâhi andâdan waantum ta’lamûn, "karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui." Jangan mengubah status, kayu tetap kayu batu tetap batu, dengan alasan seperti ini kita akan mengerti bahwa beribadah kepada selain Allah adalah salah.

Ringkasnya jika kita tidak berimam kepada Nabi Saw., imam kita itu siapa? Jika kita tidak ridlo jadi ma’mum Rasulullah, imam kita itu siapa? Inilah nanti di yaumul qiyamah Nabi duduk sebagai saksi untuk semua ummat diperiksa dan menjawab setiap pertanyaan yang harus dijawab sesuai dengan pengakuan Rasulullah Saw itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...