وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (44)
“Kami turunkan kepadamu Alquran, agar menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka ingat.” Q.s. An-Nahl : 44.
Dari ayat ini kita dapat memahami bahwa Allah tidak membedakan antara kewajiban untuk menaati wahyu marwiyyu dengan wahyu matluwwu.
Dengan demikian Alquran dan Sunnah merupakan sumber syariat Islam yang tidak dapat dipisah-pisahkan lagi, karena seorang muslim mustahil dapat memahami syariat Islam, apalagi mengamalkannya bila tidak merujuk kepada keduanya. Selain sunnah yang bersifat Qauli, Fi’li, dan Taqriri, juga terdapat sifati
Sunnah Sifati yaitu Sifat-sifat beliau yang termasuk kandungan hadis ada dua macam :
1. Sifat Jasmaniah ( خِلْقِيَّةٌ), seperti :
قال ابو عامر كنت أرى رسول الله ص يسلم عن يمينه وعن يساره حتى أرى بياض خذه. -رواه مسلم-
Berkata Abu Amir, “Saya pernah lihat Rasulullah saw. salam ke kanan dan ke keri, hingga saya lihat putih pipinya.”
2. Sifat Perilaku (خُلُقِيَّةٌ), seperti :
قال عائشة : كان النبي ص, يعجبه التيمن فى تنعله ترجله و طهوره و فى شأنه -البخاري-
Telah berkata Aisyah, “Nabi saw. itu suka mendahulukan yang kanan tentang memakai kasut, tentang bersisir, tentang bersuci, dan tentang sekalian urusannya”. -H.R. Al Bukhari-
Kehujjahan Sunnah
Sunnah sebagai undang-undang dan pedoman hidup umat manusia yang harus diikuti dan yang sampai kepada kita dengan sanad (sandaran) yang sahih adalah sebagai hujjah dan sebagai sumber syariat.
Di dalam Alquran Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” - Q.S. Ali Imran:31 -
Artinya: “...Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah...” - Q.S. Al-Hasyr:7 -
Artinya: “Siapa yang mentaati Rasul, sungguh ia telah mentaati Allah...” - Q.S. An-Nisa:80 -
Ayat-ayat tersebut adalah sebagai bukti bahwa apa yang disyariatkan oleh Rasulullah saw. juga syariat Ilahi yang wajib ditati oleh seluruh kaum muslimin.
Kemudian Rasulullah bersabda:
Artinya: “Aku telah meninggalkan dua perkara pada kalian yang kalian tidak akan sesat selama-selamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Alquran dan Sunnah Nabi-Nya.” - H.R. Ibnu Abdil Barr,
Pembagian Sunnah
Sunnah ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya orang yang meriwayatkan dari Rasulullah saw. di bagi dua:
1. Sunnah Mutawatir.
Yaitu segala sesuatu dari Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh sekian banyak orang dari generasi ke generasi melalui penglihatan atau pendengaran langsung, serta mustahil mereka bersepakat untuk memalsukan riwayat tersebut.
2. Sunnah Ahad
Yaitu segala sesuatu dari Rasulullah saw. yang diriwayatkan oleh beberapa orang secara terbatas di bawah jumlah mutawatir.
Metode Penelitian Sunnah
Untuk memastikan benar dan tidaknya Sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw., maka perlu dilakukan penelitian dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penelitian sanad dan rawi
Langkah awal dari penelitian sanad dan rawi hadis adalah takhrij. Yaitu penelusuran atau pencarian hadis dalam berbagai kitab hadis sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, baik menyangkut matan (materi atau isi hadis), maupun sanad (jalur periwayatan) hadis.
Langkah kedua dari penelitian hadis adalah i’tibar. Yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu yang pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja.
Langkah penelitian yang ketiga adalah meneliti para perawi yang tercantum dalam skema sanad, meliputi pencarian nama, nasab (turunan atau asal daerah), kunyah (di awali dengan kata Abu, Ummu atau Ibnu), laqab (gelar) setiap rawi dalam kitab-kitab Rijalul hadits, seperti Tahdzibul Kamal, karya al-Mizzi.
Langkah penelitian yang keempat ialah meneliti tarikh rawi, meliputi tahun kelahiran dan kematiannya, serta guru-guru dan murid-muridnya.
Langkah penelitian yang kelima adalah meneliti al-Jarh (celaan) dan at-Ta’dil (pujian) dari para pakar hadis untuk mengetahui karakteristik rawi yang bersangkutan, baik aspek ‘adalah maupun aspek dhabith
b. Penelitian Matan Hadis
Sebagai langkah terakhir adalah penelitian terhadap matan hadis, yaitu menganalisa matan untuk mengetahui kemungkinan adanya kecacatan padanya. Langkah yang terakhir ini memerlukan wawasan yang luas dan mendalam. Untuk itu seorang peneliti dituntut untuk menguasai bahasa Arab dengan baik, menguasai kaidah-kaidah yang berkaitan dengan matan hadis, memahami kandungan Alquran baik tekstual maupun kontekstual, memahami prinsip-prinsip ajaran Islam, mengetahui metode istinbath, dan sebagainya. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka kedudukan Sunnah sebagai sumber hukum dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar