PENGUNJUNG

Jumat, 30 April 2021

Membentuk Kesabaran melalui Fungsi Aqal dalam Ibadah Shaum

Sabar menurut bahasa berarti menahan dan mengekang. Di antaranya disebutkan pada QS.Al-Kahfi [18]: 28

وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ

 “Dan tahanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia.”

Kebalikan sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah), sebagaimana di dalam firman Allah QS. Ibrahim [14]: 21,

سَوَاۤءٌ عَلَيْنَآ اَجَزِعْنَآ اَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَّحِيْصٍ

 “...sama saja bagi kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”

Puasa secara bahasa di dalam kamus al-Munawir mengandung pengertian al-Amsak (menahan diri). Sedangkan menurut syar’i adalah, “Menahan diri dari makan, minum, jima’ dan lain-lain yang kita diperintahkan untuk menahan diri daripadanya sepanjang hari sejak terbit fajar hingga terbenam matahari, dan dengan syarat-syarat yang bersifat khusus, menurut cara yang telah disyari’atkan. 

إِمْسَاكٌ مَخْصُوصٌ فِي زَمَنٍ مَخْصُوصٍ عَنْ شَيْئٍ مَخْصُوْصٍ بِشَرَائِطَ مَخْصُوصَةٍ

Menahan diri secara khusus, pada waktu yang khusus, dari sesuatu yang khusus, dan dengan syarat-syarat yang khusus. Fathul Bari V:3

Aqal secara bahasa artinya adalah menahan, seperti ikatan tali unta maka tali tersebut berfungsi menahan unta agar tidak lepas. Kemudian aqal difahami sebagai kekuatan dan kemampuan untuk menerima ilmu, dimana ilmu tersebut menjadi bermanfaat [Mu’jam Mufradat Fi Alfadzil Qur’an : 254]

Sabar, Suatu Kekhasan Manusia

Sabar adalah kekhasan manusia, sesuatu yang tidak terdapat di dalam binatang sebagai faktor kekurangannya, dan di dalam malaikat sebagai faktor kesempurnaannya. Binatang telah dikuasai penuh oleh syahwat. Karena itu, satu-satunya pembangkit gerak dan diamnya hanyalah syahwat. Juga tidak memiliki “kekuatan” untuk melawan syahwat dan menolak tuntutannya, sehingga kekuatan menolak tersebut bisa disebut sabar. Sebaliknya, malaikat dibersihkan dari syahwat sehingga selalu cenderung kepada kesucian ilahi dan mendekat kepada-Nya. Karena itu tidak memerlukan “kekuatan” yang berfungsi melawan setiap kecenderungan kepada arah yang tidak sesuai dengan kesucian tersebut.

Tetapi manusia adalah makhluk yang dicipta dalam suatu proses perkembangan; merupakan makhluk yang berakal, mukallaf (dibebani) dan diberi cobaan, maka sabar adalah “kekuatan” yang diperlukan untuk melawan “kekuatan” yang lainnya. Sehingga terjadilah “pertempuran” antara yang baik dengan yang buruk. Yang baik dapat juga disebut dorongan keagamaan dan yang buruk disebut dorongan syahwat.

Seseorang yang penyabar pada prakteknya tergambar dalam sikapnya yang rela menunda kesenangan sesaat, demi kebahagiaan abadi dan jangka panjang di akhirat sebagai kesenangan yang jauh lebih tinggi yang disediakan Allah kepada orang-orang yang sabar.

 Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :

وَلَاَجْرُ الْاٰخِرَةِ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ

“Dan sesungguhnya balasan di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa” (QS.12/Yusuf:57).

Seseorang yang memiliki kesabaran yang tinggi, memiliki ketangguhan menghadapi berbagai cobaan dan tantangan hidup yang menghadangnya. Sebab kesabaran itu merupakan kekuatan dahsyat yang amat besar bagi seseorang yang ingin meraih sukses dalam kehidupan. Hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan kesabaran, dan sikap sabar merupakan salah satu “akhlak Qur’ani” yang paling banyak dibicarakan dalam al-Qur’an. Menurut Imam Al-Ghazali ada 70 kali Al-Qur’an menyebutkannya, menurut Ibnul Qayyim 90 kali, bahkan menurut al-Nadhir 100 kali sikap sabar ini disebut-sebut dalam Al-qur’an. Itu mengindikasikan bahwa sabar merupakan amalan paling utama yang menentukan keberhasilan hidup dan aktivitas manusia.


Islam tidak mengenal batas dalam kesabaran, sebagaimana sering dijadikan alasan oleh sebagian orang untuk melegalkan perbuatannya diluar batas kesabaran. Dalam Islam ditekankan bahwa setiap mukmin harus tetap dalam kesabaran agar dapat meningkatkan kualitas mentalnya.

Adapun bentuk kesabaran yang diajarkan dalam Islam adalah kesabaran progresif dan dinamis, bukan kesabaran yang represif statis yang dapat memandulkan kreatifitas dan aktifitas seseorang itu. Kesabaran yang dinamis itu ditunjukkan dengan sikap pantang menyerah, tangguh dan ulet dalam menghadapi berbagai tantangan dan cobaan hidup. Kesabaran yang dinamis itu harus dimotifasi oleh semangat kerelaan untuk menunda kesenangan sesaat, demi kebahagiaan yang abadi di akhirat. Inilah kesabaran yang nantinya akan membuat seseorang menjadi lebih dekat dengan Tuhannya, sebagaimana al-Qur’an menyebutkan: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bersabar”. 

Macam-macam Sabar Dalam al-Qur’an Aspek kesabaran sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami oleh orang mengenai kata sabar. Imam al-Ghazali berkata, “Bahwa sabar itu ada dua; pertama bersifat badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang berat atau sakit yang kronis. Yang kedua adalah al-shabru al-Nafsi (kesabaran moral) dari syahwat-syahwat naluri dan tuntutan-tuntutan hawa nafsu. Bentuk kesabaran ini (non fisik) beraneka macam;

  1.   Jika berbentuk sabar (menahan) dari syahwat perut dan kemaluan disebut iffah
  2.  Jika di dalam musibah, secara singkat disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah.
  3.  Jika sabar di dalam kondisi serba berkucukupan disebut mengendalikan nafsu,
  4.  kebalikannya adalah kondisi yang disebut sombong (al-bathr)
  5.  Jika sabar di dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut)
  6. Jika sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah         tadzammur (emosional)
  7. Jika sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia)
  8. Jika sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah)

Kebanyakan akhlak keimanan masuk ke dalam sabar, ketika pada suatu hari Rasulullah saw ditanya tentang iman, beliau menjawab: Iman adalah sabar. Sebab kesabaran merupakan pelaksanaan keimanan yang paling banyak dan paling penting.

وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ

“Dan orang-orang yang sabar dalam musibah, penderitaan dan dalam peperangan mereka itulah orang-orang yang benar imannya, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 177)

Dari itu kita dapat memahami mengapa al-Qur’an menjadikan masalah sabar sebagai kebahagiaan di akhirat, tiket masuk ke surga dan sarana untuk mendapatkan sambutan para malaikat.

وَجَزَىٰهُم بِمَا صَبَرُوا۟ جَنَّةً وَحَرِيرًا.

“Dan Dia memberi balasan kepada mereka atas kesabaran mereka dengan surga dan (pakaian) sutera”. (Al-Insan [72]: 12)

سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِۗ

 “...Dan para malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (Ar-Ra’d [13]:24)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...