PENGUNJUNG

Rabu, 14 April 2021

Li'an: Sengketa Tuduhan Zina Dalam Rumah Tangga


Kata li’an menurut bahasa berarti alla’nu bainatsnaini fa sha’idan(saling melaknat yang terjadi di antara dua orang atau lebih). Sedang, menurut istilah syar’i, li’an ialah sumpah dengan redaksi tertentu yang diucapkan suami bahwa isterinya telah berzina atau ia menolak bayi yang lahir dari isterinya sebagai anak kandungnya, dan kemudian sang isteri pun bersumpah bahwa tuduhan suaminya yang dialamatkan kepada dirinya itu bohong. (Pengertian ini dikutip dari kitab al-Mugashshal fi Ahkamil Mar-ah Wal Baitil Muslim Fisy Syari’atil Islamiyah VIII: 320-321, terbitan Muassasah Risalah Beirut oleh Prof. Dr. Abdul Karim Zaidan).

{وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلا أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (6) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (7) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9)

Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.” (QS An-Nuur: 6-9).

HUKUM-HUKUM YANG MENIMPA ORANG YANG MELAKUKAN LI’AN

1. Keduanya harus diceraikan, berdasarkan hadist:

َعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( سَأَلَ فُلَانٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! أَرَأَيْتَ أَنْ لَوْ وَجَدَ أَحَدُنَا اِمْرَأَتَهُ عَلَى فَاحِشَةٍ, كَيْفَ يَصْنَعُ? إِنْ تَكَلَّمَ تَكَلَّمَ بِأَمْرٍ عَظِيمٍ, وَإِنْ سَكَتَ سَكَتَ عَلَى مِثْلِ ذَلِكَ! فَلَمْ يُجِبْهُ, فَلَمَّا كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ أَتَاهُ, فَقَالَ: إِنَّ اَلَّذِي سَأَلْتُكَ عَنْهُ قَدِ ابْتُلِيتُ بِهِ, فَأَنْزَلَ اَللَّهُ اَلْآيَاتِ فِي سُورَةِ اَلنُّورِ, فَتَلَاهُنَّ عَلَيْهِ وَوَعَظَهُ وَذَكَّرَهُ، وَأَخْبَرَهُ أَنَّ عَذَابَ اَلدُّنْيَا أَهْوَنُ مِنْ عَذَابِ اَلْآخِرَةِ. قَالَ: لَا, وَاَلَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا كَذَبْتُ عَلَيْهَا, ثُمَّ دَعَاهَا اَلنَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَوَعَظَهَا كَذَلِكَ, قَالَتْ: لَا, وَاَلَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ إِنَّهُ لَكَاذِبٌ, فَبَدَأَ بِالرَّجُلِ, فَشَهِدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ, ثُمَّ ثَنَّى بِالْمَرْأَةِ, ثُمَّ فَرَّقَ بَيْنَهُمَا )

Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Si fulan bertanya: Dia berkata, wahai Rasulullah, bagaimana menurut pendapat baginda jika ada salah seorang di antara kami mendapati istri dalam suatu kejahatan, apa yang harus diperbuat? Jika ia menceritakan berarti ia telah menceritakan sesuatu yang besar dan jika ia diam berarti ia telah mendiamkan sesuatu yang besar. Namun beliau tidak menjawab. Setelah itu orang tersebut menghadap kembali dan berkata: Sesungguhnya yang telah aku tanyakan pada baginda dahulu telah menimpaku. Lalu Allah menurunkan ayat-ayat dalam surat an-nuur (ayat 6-9). beliau membacakan ayat-ayat tersebut kepadanya, memberinya nasehat, mengingatkannya dan memberitahukan kepadanya bahwa adzab dunia itu lebih ringan daripada adzab akhirat. Orang itu berkata: Tidak, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak berbohong. Kemudian beliau memanggil istrinya dan menasehatinya juga. Istri itu berkata: Tidak, Demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, dia (suaminya) itu betul-betul pembohong. Maka beliau mulai memerintahkan laki-laki itu bersumpah empat kali dengan nama Allah, lalu menyuruh istrinya (bersumpah seperti suaminya). Kemudian beliau menceraikan keduanya.

2. Keduanya haram ruju’ untuk selama-lamanya.

Dari Sahl bin Sa’d ra, ia berkata, “Telah berlaku sunnah Nabi saw tentang suami isteri yang saling bermula’anah dimana mereka diceraikan antara keduanya, kemudian mereka tidak (boleh) ruju’ buat selama-lamanya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2104 dan 'Aunul Ma'bud VI: 337 no: 2233 serta Baihaqi VII: 410).

3. Wanita yang bermula’anah berhak memiliki mahar

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ أَيْضًا ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ لِلْمُتَلَاعِنَيْنِ: حِسَابُكُمَا عَلَى اَللَّهِ تَعَالَى, أَحَدُكُمَا كَاذِبٌ, لَا سَبِيلَ لَكَ عَلَيْهَا قَالَ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! مَالِي? قَالَ: إِنْ كُنْتَ صَدَقْتَ عَلَيْهَا, فَهُوَ بِمَا اِسْتَحْلَلْتَ مِنْ فَرْجِهَا, وَإِنْ كُنْتَ كَذَبْتَ عَلَيْهَا, فَذَاكَ أَبْعَدُ لَكَ مِنْهَا )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada suami istri yang saling menuduh: "Perhitungan kamu berdua terserah kepada Allah, salah seorang di antara kamu berdua ada yang berbohong, engkau (suami) tidak berhak lagi terhadap (istri)." Sang suami berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan hartaku (mas kawin yang telah ku bayar)?.Beliau bersabda: "Jika tuduhanmu benar terhadapnya, maka ia telah menghalalkan kehormatannya untukmu; dan jika engkau berdusta, maka mas kawin mu itu menjadi semakin jauh darimu." MuttafaqAlaihi

وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا ( أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: إِنَّ اِمْرَأَتِي لَا تَرُدُّ يَدَ لَامِسٍ قَالَ: غَرِّبْهَا قَالَ: أَخَافُ أَنْ تَتْبَعَهَا نَفْسِي قَالَ: فَاسْتَمْتِعْ بِهَا )  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالْبَزَّارُ, وَرِجَالُهُ ثِقَاتٌ وَأَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ: عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ بِلَفْظٍ ( قَالَ: طَلِّقْهَا قَالَ: لَا أَصْبِرُ عَنْهَا قَالَ: فَأَمْسِكْهَا ) 

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa ada seorang laki-laki menemui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Sesungguhnya istriku tidak menolak tangan orang yang menyentuhnya. Beliau bersabda: "Asingkanlah dia." Ia berkata: Aku takut perasaanku mengikutinya. Beliau bersabda: "Bersenang-senanglah dengannya." Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, dan al-Bazzar. Para perawinya dapat dipercaya. Nasa'i meriwayatkan dari jalan lain dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu dengan lafadz: Beliau bersabda: "Ceraikanlah dia." Ia berkata: Aku tidak tahan (berpisah) dengannya. Beliau bersabda: "Tahanlah dia." 

3. Anak yang lahir dari isteri yang bermula’anah, harus diserahkan kepada sang isteri (ibunya).

Dari Ibnu Umar r.a ia berkata, “Sesungguhnya Nabi saw pernah memutuskan untuk mula’anah antara seorang suami dengan isterinya kemudian ia (suami) dipisahkan dari anaknya, lantas Beliau menceraikan antara mereka berdua, kemudian anak itu Rasulullah serahkan kepada isterinya.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX: 460 no: 5315, Muslim II: 1132 no: 1494, ‘Aunul Ma’bud VI: 348 no: 2242, Tirmidzi II: 338 no: 1218, Nasa’i VI: 178 dan Ibnu Majah I: 669 no: 2069).

َوَعَنِ أَنَسٍ, أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( أَبْصِرُوهَا, فَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَبْيَضَ سَبِطًا فَهُوَ لِزَوْجِهَا, وَإِنْ جَاءَتْ بِهِ أَكْحَلَ جَعْدًا, فَهُوَ اَلَّذِي رَمَاهَا بِهِ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Anas Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Perhatikanlah dia. Jika ia melahirkan anak berkulit putih dan berambut lurus, anak itu dari suaminya. Jika ia melahirkan anak bercelak mata dan berambut keriting, anak itu dari orang yang dituduh suaminya."MuttafaqAlaihi

4. Isteri yang bermula’anah berhak menjadi ahli waris anaknya dan begitu juga sebaliknya.

Dari Ibnu Syihab dalam hadist Sahl bin Sa’ad, ia berkata “Menurut Sunnah Nabi saw, sesudah suami isteri yang bermula’anah dicerai, padahal sang isteri hamil maka anaknya dinisbatkan kepada ibunya. Kemudian sunnah Beliau saw berlaku mengenai hak warisnya, dimana ia (ibu tersebut) berhak menjadi ahli waris anaknya dan anaknya pun berhak menjadi ahli warisnya sesuai apa yang telah Allah tetapkan untuknya.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari 1X: 452 no: 5309, Muslim II: 1129 no: 1492 dan ‘Aunul Ma’bud VI: 339 no: 2235).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...