وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ
وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ
زِينَةَ الْحَيَاةِ
“Dan tahanlah dirimu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan di senja hari dengan mengharap keridhaanNya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia.”
Kebalikan
sabar adalah jaza’u (sedih dan keluh kesah), sebagaimana di dalam firman Allah
QS. Ibrahim [14]: 21,
سَوَاۤءٌ
عَلَيْنَآ اَجَزِعْنَآ اَمْ صَبَرْنَا مَا لَنَا مِنْ مَّحِيْصٍ
“...sama saja bagi kita mengeluh ataukah bersabar. Sekali-kali kita tidak mempunyai tempat untuk melarikan diri.”
Puasa secara bahasa di dalam
kamus al-Munawir mengandung pengertian al-Amsak (menahan diri). Sedangkan
menurut syar’i adalah, “Menahan diri dari makan, minum, jima’ dan lain-lain
yang kita diperintahkan untuk menahan diri daripadanya sepanjang hari sejak terbit
fajar hingga terbenam matahari, dan dengan syarat-syarat yang bersifat khusus,
menurut cara yang telah disyari’atkan.
إِمْسَاكٌ
مَخْصُوصٌ فِي زَمَنٍ مَخْصُوصٍ عَنْ شَيْئٍ مَخْصُوْصٍ بِشَرَائِطَ مَخْصُوصَةٍ
Menahan diri secara khusus, pada waktu yang khusus,
dari sesuatu yang khusus, dan dengan syarat-syarat yang khusus. Fathul
Bari V:3
Aqal secara bahasa artinya adalah menahan, seperti
ikatan tali unta maka tali tersebut berfungsi menahan unta agar tidak lepas. Kemudian
aqal difahami sebagai kekuatan dan kemampuan untuk menerima ilmu, dimana ilmu
tersebut menjadi bermanfaat [Mu’jam Mufradat Fi Alfadzil Qur’an : 254]
Sabar,
Suatu Kekhasan Manusia
Sabar adalah kekhasan manusia, sesuatu yang tidak
terdapat di dalam binatang sebagai faktor kekurangannya, dan di dalam malaikat
sebagai faktor kesempurnaannya. Binatang telah dikuasai penuh oleh syahwat.
Karena itu, satu-satunya pembangkit gerak dan diamnya hanyalah syahwat. Juga
tidak memiliki “kekuatan” untuk melawan syahwat dan menolak tuntutannya,
sehingga kekuatan menolak tersebut bisa disebut sabar. Sebaliknya, malaikat
dibersihkan dari syahwat sehingga selalu cenderung kepada kesucian ilahi dan
mendekat kepada-Nya. Karena itu tidak memerlukan “kekuatan” yang berfungsi
melawan setiap kecenderungan kepada arah yang tidak sesuai dengan kesucian
tersebut.
Tetapi manusia adalah makhluk yang dicipta dalam
suatu proses perkembangan; merupakan makhluk yang berakal, mukallaf (dibebani)
dan diberi cobaan, maka sabar adalah “kekuatan” yang diperlukan untuk melawan
“kekuatan” yang lainnya. Sehingga terjadilah “pertempuran” antara yang baik
dengan yang buruk. Yang baik dapat juga disebut dorongan keagamaan dan yang buruk
disebut dorongan syahwat.
Seseorang yang penyabar pada prakteknya
tergambar dalam sikapnya yang rela menunda kesenangan sesaat, demi kebahagiaan
abadi dan jangka panjang di akhirat sebagai kesenangan yang jauh lebih tinggi
yang disediakan Allah kepada orang-orang yang sabar.
Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :
وَلَاَجْرُ
الْاٰخِرَةِ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ
“Dan sesungguhnya balasan di akhirat itu lebih baik, bagi orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa” (QS.12/Yusuf:57).
Seseorang yang memiliki kesabaran yang tinggi, memiliki ketangguhan menghadapi
berbagai cobaan dan tantangan hidup yang menghadangnya. Sebab kesabaran itu
merupakan kekuatan dahsyat yang amat besar bagi seseorang yang ingin meraih
sukses dalam kehidupan. Hampir seluruh aspek kehidupan membutuhkan kesabaran,
dan sikap sabar merupakan salah satu “akhlak Qur’ani” yang paling banyak
dibicarakan dalam al-Qur’an. Menurut Imam Al-Ghazali ada 70 kali Al-Qur’an
menyebutkannya, menurut Ibnul Qayyim 90 kali, bahkan menurut al-Nadhir 100 kali
sikap sabar ini disebut-sebut dalam Al-qur’an. Itu mengindikasikan bahwa sabar
merupakan amalan paling utama yang menentukan keberhasilan hidup dan aktivitas
manusia.
Islam tidak mengenal batas dalam kesabaran, sebagaimana sering dijadikan alasan
oleh sebagian orang untuk melegalkan perbuatannya diluar batas kesabaran. Dalam
Islam ditekankan bahwa setiap mukmin harus tetap dalam kesabaran agar dapat
meningkatkan kualitas mentalnya.
Adapun bentuk kesabaran yang diajarkan dalam Islam adalah kesabaran progresif
dan dinamis, bukan kesabaran yang represif statis yang dapat memandulkan
kreatifitas dan aktifitas seseorang itu. Kesabaran yang dinamis itu ditunjukkan
dengan sikap pantang menyerah, tangguh dan ulet dalam menghadapi berbagai
tantangan dan cobaan hidup. Kesabaran yang dinamis itu harus dimotifasi oleh
semangat kerelaan untuk menunda kesenangan sesaat, demi kebahagiaan yang abadi
di akhirat. Inilah kesabaran yang nantinya akan membuat seseorang menjadi lebih
dekat dengan Tuhannya, sebagaimana al-Qur’an menyebutkan: “Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang bersabar”.
Macam-macam Sabar Dalam al-Qur’an Aspek kesabaran
sangat luas, lebih luas dari apa yang selama ini dipahami oleh orang mengenai
kata sabar. Imam al-Ghazali berkata, “Bahwa sabar itu ada dua; pertama bersifat
badani (fisik), seperti menanggung beban dengan badan, berupa pukulan yang
berat atau sakit yang kronis. Yang kedua adalah al-shabru al-Nafsi (kesabaran
moral) dari syahwat-syahwat naluri dan tuntutan-tuntutan hawa nafsu. Bentuk
kesabaran ini (non fisik) beraneka macam;
- Jika berbentuk sabar (menahan) dari
syahwat perut dan kemaluan disebut iffah
- Jika di dalam musibah, secara singkat
disebut sabar, kebalikannya adalah keluh kesah.
- Jika sabar di dalam kondisi serba
berkucukupan disebut mengendalikan nafsu,
- kebalikannya adalah kondisi yang disebut
sombong (al-bathr)
- Jika sabar di dalam peperangan dan pertempuran disebut syaja’ah (berani), kebalikannya adalah al-jubnu (pengecut)
- Jika sabar di dalam mengekang kemarahan disebut lemah lembut (al-hilmu), kebalikannya adalah tadzammur (emosional)
- Jika sabar dalam menyimpan perkataan disebut katum (penyimpan rahasia)
- Jika sabar dari kelebihan disebut zuhud, kebalikannya adalah al-hirshu (serakah)
Kebanyakan akhlak keimanan masuk ke dalam sabar,
ketika pada suatu hari Rasulullah saw ditanya tentang iman, beliau menjawab:
Iman adalah sabar. Sebab kesabaran merupakan pelaksanaan keimanan yang paling
banyak dan paling penting.
وَالصّٰبِرِيْنَ
فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ
صَدَقُوْا ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ
“Dan orang-orang yang sabar dalam musibah,
penderitaan dan dalam peperangan mereka itulah orang-orang yang benar imannya,
dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah [2]: 177)
Dari itu kita dapat memahami mengapa al-Qur’an
menjadikan masalah sabar sebagai kebahagiaan di akhirat, tiket masuk ke surga
dan sarana untuk mendapatkan sambutan para malaikat.
وَجَزَىٰهُم
بِمَا صَبَرُوا۟ جَنَّةً وَحَرِيرًا.
“Dan Dia memberi balasan kepada mereka atas
kesabaran mereka dengan surga dan (pakaian) sutera”. (Al-Insan [72]: 12)
سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِۗ
“...Dan para
malaikat masuk kepada tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil
mengucapkan); keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian. Maka alangkah
baiknya tempat kesudahan itu.” (Ar-Ra’d [13]:24)