PENGUNJUNG

Kamis, 13 September 2018

Al-Qur`an Sebagai Pedoman Kehidupan Seorang Muslim




Oleh Miftah Husni

Manusia adalah mahluk yang terikat dengan waktu, ia akan selalu mengalami masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Perjalanan dengan waktunya menjadikan manusia seperti mahluk yang sedang bepergian, bergerak terus menuju akhir dari perjalanannya. Bagi seorang musafir, hal yang paling penting dimiliki adalah mempunyai pedoman atau petunjuk perjalanannya. Bagi seorang muslim hal ini sebagaimana selalu dikatakan dalam do’anya setiap raka’at shalatnya  “tunjukkanlah kami jalan yang lurus”. Maka dengan kebijaksanaan-Nya. Allah menjawab “itulah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, ia menjadi petunjuk bagi orang yang bertaqwa”.

Sebagai Khaliq, Allah SWT bertanggung jawab terhadap keselamatan makhluk-Nya dan bentuk keselamatan itu Ia wujudkan dalam sebuah kitab yang menjadikan seluruh aspek kehidupan manusia berpedoman sesuai dengan kehendak-Nya untuk keselamatan dunia dan akhirat kelak.  Kata pedoman dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai beberapa makna sebagai berikut :

Pertama, alat untuk menunjukkan arah atau mata angin (biasanya seperti jam yang berjarum besi berani); kompas: sebelum ada -- , orang menggunakan bintang untuk menentukan arah perjalanan perahu; kedua, kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah bagaimana sesuatu harus dilakukan; ketiga, hal (pokok) yang menjadi dasar (pegangan, petunjuk, dan sebagainya) untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu: di samping syarat-syarat yang lain, para penyunting perlu menguasai -- ejaan; keempat, pemimpin (yang menerangkan cara menjalankan atau mengurus perkumpulan): surat edaran dari – besar.  

Dari makna kata pedoman di atas, maka Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan seorang muslim harus bisa difungsikan untuk menunjukkan arah tujuan kehidupan seorang muslim, menentukan atau melaksanakan kehidupan seorang muslim, serta menerangkan cara menjalankan kehidupan seorang muslim.

Permasalahannya bagaimana Al-Qur’an dapat difungsikan sebagai pedoman kehidupan, jika manusianya saja sudah meninggalkan Al-Qur’an itu sendiri. Ia hanya dipakai sebagai simbol dari keagamaan untuk sumpah jabatan, pernikahan, bahkan untuk upacara kematian.

Mengenal kembali Al-Qur’an

Mengenal berbeda dengan mengetahui, mengenal berarti mengetahui secara mendalam termasuk hal-hal pokok hingga hal-hal terkecil dari suatu perkara. Mengenali Al-Qur’an juga demikian ia harus dikenali dari hal-hal pokok hingga hal-hal terkecil supaya dapat difungsikan sebagai pedoman.

Secara struktur, Al-Qur’an mushaf usmani yang biasa kita pegang terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6236 ayat, 77.439 kata, dan  321.180 huruf. Kata al-quran sendiri tercantum 58 kali, dan mempunyai beberapa nama lain yang masing-masing nama itu menunjukkan isi, fungsi, ataupun sifat-sifatnya. Sebagian nama-nama Alquran itu merupakan nama-nama Allah yang termaktub dalam al-Asmaul Husna, misalnya al-Karim, al-Hakim, al-Muhaimin, al-Majid. Sebagian dari nama-nama itu tercantum dalam Alquran sendiri, sebagian berdasarkan hadis Rasul, dan sebagian lagi merupakan ijtihad dan istinbat (penetapan kesimpulan) para sahabat dan tabi'in.

Sebagai pedoman dari agama Islam yang telah disempurnakan, maka perwujudan kesempurnaan agama
islam terdapat pada Al-Qur’an itu sendiri. Hal ini dapat terlihat dari perhatian agama islam terhadap
hal-hal terkecil sebagaimana dikemukakan dalam hadits berikut :

عَنْ سَلْمَانَ قَالَ قِيلَ لَهُ قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَائَةَ قَالَ فَقَالَ أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ لِغَائِطٍ أَوْ بَوْلٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ بِعَظْمٍ

“Dari Salman, ia berkata, “Kaum musyrik berkata kepada kita, ‘Kami (orang-orang musyrik) melihat shahabat kalian (maksudnya adalah Rasulullah saw.) mengajarkan kepada kalian sampai kepada hal-hal yang sangat sepele (remeh)’. Salman menjawab, ‘Benar. Kami dilarang buang air besar atau kecil dengan menghadap ke kiblat, atau beristinjak (membersihkan kotoran dari buang air besar atau kecil) dengan menggunakan tangan kanan atau dilarang beristinjak dengan batu kurang dari tiga, atau beristinjak dengan kotoran binatang atau tulang.”

Sedangkan perkara pokok yang terdapat di dalam Al-Qur’an dapat kita lihat dalam ketiga dimensinya yaitu :

  1. Al-ahkam Al-I’tiqadiyyah
  2. Al-ahkam Al-Akhlaqiyyah
  3. Al-ahkam Al- Amaliyyah

Al-ahkam Al-Amaliyyah terdiri dari dua bagian yaitu ibadah, Hukum ini ditetapkan dengan tujuan untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah. Sedangkan satu bagian lagi yaitu mu’amalah, Hukum ini ditetapkan dengan tujuan untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, baik secara fardiyyah (individu) maupun jamaah (masyarakat).

Lalu bagaimana sebaiknya seorang muslim berinteraksi dengan Al-Qur’an supaya dapat menjadikannya sebuah pedoman? Maka Al-Qur’an menerangkan sendiri bagaimana cara seorang muslim berinteraksi dengannya melalui 4 cara berikut :

1. Tartil

Arti dasar tartil adalah sesuatu yang terpadu (ittisaq) dan tersistem(intizham) secara konsisten (istiqamah), yakni melepaskan kata-kata dari mulut secara baik, teratur, dan konsisten. Titik tekannya ada pada pengucapan secara lisan,atau pembacaan verbal dan bersuara. Dalam Bahasa Inggris, padanan tepatnya adalah "to recite" (mengucapkan, melafalkan dengan lisan). Tepatnya,  slow recitation, membaca secara dengan bersuara secara perlahan-lahan. Secara teknis, tartil berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah ilmu tajwid. disebutkan bahwa para ulama' telah bersepakat tentang dianjurkannya tartil (membaca perlahan-lahan sesuai kaidah tajwid) karena Allah berfirman,"wa rattilil Qur'aana tartiila".

2. Qiraah

kata ini berarti menyatukan (jama’a) huruf atau kalimat dengan selainnya dalam suatu bacaan. Derivat (bentuk turunan) kata dasar ini memiliki makna-makna diantaranya:
  • Tafahhama (berusaha memahami)
  • Daarasa (terus mempelajari)
  • Tafaqqaha (berupaya mengerti secara mendalam)
  • Hafizha (menghafal) karena menghafal juga berarti jama'a (mengumpulkan) dan
  • dhamma (menyatukan).

3. Tilawah

Makna tilawah awalnya adalah mengikuti (tabi’a atau ittaba’a) secara langsung dengan tanpa pemisah, yang secara khusus berarti mengikuti kitab-kitab Allah, baik dengan cara qira’ah (intelektual) atau menjalankan apa yang terkandung di dalamnya (ittiba'). Mengikuti ini bisa secara fisik dan bisa juga secara hukum.

َسُولًا يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِاللَّهِ مُبَيِّنَاتٍ لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنَالظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ

“(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yangmenerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.a Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.”

4. Tadarus
 
Kata tadarus berasal dari kata (darosa) yang berarti membaca (qiro’ah) atau berlatih dan selalu menjaga (الرياضة والتعهد للشيئ). Ketika ada imbuhan huruf ta’ dan alifpada kata darasa, maka maknanya berubah menjadi ‘saling membaca’. Dari sinilah kita kenal kata “tadarus” atau “mudarasah“. Sehingga dua kata ini dapat diartikan “membaca, menelaah, dan mendapatkan ilmu secara bersama-sama, di mana dalam prosesnya mereka sama-sama aktif”. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah s.w.t.

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُون;

“Tidak wajar bagi manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.

5. Tadabbur

Secara leksikal/harfiah tadabbur mengandung beberapa filosofi makna, yakni: refleksi (reflection), meditasi (meditation), berfikir (thinking), pertimbangan (consideration) dan perenungan (contemplation). Mencermati rangkaian makna terbaca, kata ini memiliki makna integral dalam konteks kecerdasan manusia; intelektual, spiritual dan moral. Itulah kemungkinan yang dapat kita tangkap mengapa al-qur’an menggunakan kata tadabbur.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًا كَثِيرًا

Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya”.

Sebagai penutup, hadits Nabi Muhammad SAW berikut ini sangat menggambarkan bagaimana Al-Qur’an berperan sebagai pedoman kehidupan seorang muslim.

كِتَابُ اللهِ، كِتَابُ اللهِ فِيهِ نَبَأُ مَا قَبْلَكُمْ وَخَبَرُ مَا بَعْدَكُمْ وَحُكْمُ مَا بَيْنَكُمْ هُوَ الْفَصْلُ لَيْسَ بِالْهَزْلِ هُوَ الَّذِي مَنْ تَرَكَهُ مِنْ جَبَّارٍ قَصَمَهُ اللهُ وَمَنِ ابْتَغَى الْهُدَى فِي غَيْرِهِ أَضَلَّهُ اللهُ فَهُوَ حَبْلُ اللهِ الْمَتِينُ وَهُوَ الذِّكْرُ الْحَكِيمُ وَهُوَ الصِّرَاطُ الْمُسْتَقِيمُ وَهُوَ الَّذِي لاَ تَزِيغُ بِهِ الأَهْوَاءُ وَلاَ تَلْتَبِسُ بِهِ الأَلْسِنَةُ وَلاَ يَشْبَعُ مِنْهُ الْعُلَمَاءُ وَلاَ يَخْلَقُ عَنْ كَثْرَةِ الرَّدِّ وَلاَ تَنْقَضِي عَجَائِبُهُ وَهُوَ الَّذِي لَمْ يَنْتَهِ الْجِنُّ إِذْ سَمِعَتْهُ أَنْ قَالُوا ( إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا ) هُوَ الَّذِي مَنْ قَالَ بِهِ صَدَقَ وَمَنْ حَكَمَ بِهِ عَدَلَ وَمَنْ عَمِلَ بِهِ أُجِرَ وَمَنْ دَعَا إِلَيْهِ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ. رواه الدارمي

Peganglah Alquran, peganglah Alquran, di dalamnya terdapat berita umat-umat sebelum kamu, dan hukum yang berlaku di antara kamu sekalian. Alquran merupakan pemutus perkara, bukan perkataan yang sia-sia. Orang yang meninggalkan Alquran karena sombong pasti dihancurkan, yang mencari hidayah selain Alquran pasti disesatkan-Nya, Alquranlah tali Allah yang kuat, peringatan yang bijak, itulah jalan yang lurus, dengan Alquran kemauan seseorang tidak akan sesat, lisan tidak akan keliru, ulama akan selalu haus dengannya, Alquran tidak akan lapuk walaupun banyak yang menolak, keajaibannya tidak akan habis, jin tidak akan berhenti mendengarkannya secara berkata, ‘Kami mendengar Alquran yang mengagumkan.’ Itulah Alquran, orang yang berkata dengan berlandaskan Alquran pasti benar, yang menetapkan hukum dengannya pasti adil, yang mengamalkannya pasti diberi pahala, dan yang mengajak (berpedoman) kepada Alquran pasti ditunjukan ke jalan yang lurus.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...