Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa ada interaksi dengan manusia lainnya. Maka, kehadiran tetangga dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim sangat dibutuhkan.
Adab itu berarti membersihkan dari perilaku jelek dan menghiasi dengan perilaku baik. Adab dalam agama Islam ialah yang sesuai dengan syariat karena didasarkan keimanan kerasnya nabi ibrahim terhadap berhala ayahnya adalah adab demikian pula hukuman dan perlakuan terhadap pezina, meskipun terlihat kejam namun syariat justru menyelamatkan banyak jiwa dan keluarga dengannya.
Menjadikan manusia Indonesia beradab adalah cita-cita yang sudah lama dibangun oleh founder kita sebagaimana dalam sila kemanusian yang adil dan beradab.
Salah satu diantaranya adalah adab bertetangga, di dalamnya membersihkan hal yang dilarang agama lalu menghiasinya dengan perintah agama dalam interaksi bertetangga yang dihasilkan melalui proses pengkajian ilmu agama.
Allah Ta’ala berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
“Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.” (QS. An Nisa: 36).
Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam juga bersabda,
مَا زَالَ يُوصِينِى جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
“Jibril senantiasa bewasiat kepadaku agar memuliakan (berbuat baik) kepada tetangga, sampai-sampai aku mengira seseorang akan menjadi ahli waris tetangganya” (HR. Al Bukhari no.6014).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “Bukan berarti dalam hadits ini Jibril mensyariatkan bagian harta waris untuk tetangga karena Jibril tidak memiliki hak dalam hal ini. Namun maknanya adalah beliau sampai mengira bahwa akan turun wahyu yang mensyariatkan tetangga mendapat bagian waris. Ini menunjukkan betapa ditekankannya wasiat Jibril tersebut kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam” (Syarh Riyadhis Shalihin, 3/177)
Kata Al Jaar (tetangga) dalam bahasa Arab berarti orang yang bersebelahan denganmu. Sedang secara istilah syar’i bermakna orang yang bersebelahan secara syar’i baik dia seorang muslim atau kafir, baik atau jahat, teman atau musuh, berbuat baik atau jelek, bermanfaat atau merugikan dan kerabat atau bukan. Ibnu hajar Al Asqalaaniy menyatakan: “Nama tetangga meliputi semua orang islam dan kafir, ahli ibadah dan fasiq, teman dan lawan, warga asing dan pribumi, orang yang bermanfaat dan merugikan, kerabat dan bukan kerabat dan dekat rumahnya atau jauh. Tetangga memiliki tingkatan, sebagiannya lebih tinggi dari sebagian yang lainnya." [1. Lihat fathul bari 10/442]
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
“Sahabat yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap sahabatnya. Tetangga yang paling baik di sisi Allah adalah yang paling baik sikapnya terhadap tetangganya” (HR. At Tirmidzi 1944, Abu Daud 9/156, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 103)
Adab bertetangga dalam Islam
Memuliakan Semua Tetangga Kita
خَيْرُ ْلاَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ لِصَاحِبِه ، وَخَيْرُ الْجِيْرَانِ عِنْدَاللهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِه
"Sebaik baik teman di sisi Allah adalah yang paling baik kepada teman temannya, dan sebaik baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik kepada tetangganya." (HR. At Tirmidzi no. 1944)
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
"Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman." Mereka (para sahabat) bertanya, "Siapa wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukan dirinya." (HR. Muslim no. 2625)
Memperhatikan Hak Tetangga (pilih yang terdekat)
Dari Aisyah dia berkata, "Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki dua tetangga, kepada siapa dari keduanya aku memberikan hadiah?' Beliau menjawab, إِلَى أَقْرَبِهِمَا مِنْكَ باَباً
"Kepada yang paling dekat pintunya darimu di antara keduanya." (HR. Bukhari no. 6020).
Tidak Pelit Terhadap Tetangga
لاَ يَمْنَعْ أَحَدُكُمْ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً فِى جِدَارِهِ
"Janganlah seorang tetangga melarang tetangganya untuk menancapkan sebuah (kayu) di temboknya." (HR. Bukhari no. 2463 dan Muslim no. 1609)
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
"Wahai Abu Dzar, jika kamu memasak sayur (daging kuah) sebaiknya perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu" (HR. Muslim). Untuk memberinya kembali ke poin 2, yaitu memilih yang terdekat dengan kita.
تَهَادُوْا تَحَابُّوْا
"Saling menghadiahilah, niscaya kalian akan saling mencintai." (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 594, dihasankan Al-Imam Al-Albani di kitab Irwaul Ghalil no. 1601)
Tidak Mengganggu Tetangga Terutama Saat Istirahat
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah dia mengganggu tetangganya." (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47).
Menjaga Rahasia Tetangga
أَسَرَّ إِلَيَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سِرًّا فَمَا أَخْبَرْتُ بِهِ أَحَدًا بَعْدَهُ وَلَقَدْ سَأَلَتْنِي أُمُّ سُلَيْمٍ فَمَا أَخْبَرْتُهَا بِهِ
Nabi pernah membisikkan suatu perkara rahasia kepadaku, maka hal itu aku tak akan kuceritakan kepada siapapun. Dan sungguh Ummu Sulaim pun pernah bertanya tentang rahasia tersebut, namun aku tak menceritakannya. [HR. Bukhari No.5815].
Tidak Menutup Pintu Terhadap Tetangga
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: لقد أتى علينا زمان وما أحدٌ أحقُّ بديناره ودرهمه من أخيه المسلم، ثمّ الآن الدّينار والدّرهم أحبّ إلى أحدنا من أخيه المسلم، سمعت النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم يقول: كم من جار متعلق بجاره يوم القيامة، يقول: يا ربّ! هذا أغلق بابه دوني، فمنع معروفه
Dari Ibnu Umar dia berkata, "Sungguh telah datang kepada kami suatu zaman di mana tidak seorang pun yang lebih berhak mendapatkan dinar dan dirhamnya daripada saudaranya sesama muslim, kemudian sekarang dinar dan dirham lebih dicintai oleh seseorang di antara kita daripada saudaranya sesama muslim. Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, 'Berapa banyak tetangga yang bergantung kepada tetangganya, dia berkata, 'Wahai Rabbku, tanyalah orang ini, kenapa dia menutup pintunya dariku, lalu mencegahku mendapatkan kelebihannya." [HR. Bukhari dalam al-Adab al Mufrad no. 111]
Tidak kenyang sendiri
Nabi telah bersabda melalui hadits Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma,
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ
"Bukanlah seorang mukmin (sejati) yaitu orang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan di samping (rumah)nya." [Lihat As Silsilah As Shahihah no. 149]
Bersabar Terhadap Perilaku Mereka
"Sesungguhnya Allah mencintai tiga golongan dan membenci tiga golongan. Lalu beliau menyebutkan di antara mereka seorang laki laki yang memiliki tetangga yang menyakitinya, lalu dia bersabar atas gangguannya, sampai (akhirnya) Allah mencegah kejahatannya dengan sebab (proses) kehidupan (seperti berpindah tempat) atau dengan kematiannya." [Dishahihkan oleh al Albani dalam shahih at Targhib no. 2569]
[Sumber: Adab dan Akhlak Islami, Muntaqa Al Adab Asy-Syariyyah, Majid Saud Al Ausyan, Darul Haq/1/309]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar