Pembunuh tentu saja telah melakukan dosa besar, ia pun diancam neraka. Demikian pula orang yang punya niatan untuk membunuh namun sudah kedahuluan terbunuh bisa diancam neraka pula. Ia dihukum demikian karena niatannya. Hal ini berbeda halnya jika seseorang membela diri, harta atau keluarganya lantas ia mati, maka moga matinya adalah mati syahid. Berkelahi sesama muslim itu merupakan perilaku jahiliyah.
- وعن أبي بَكْرَة نُفيْعِ بْنِ الْحارِثِ الثَّقفِي رَضِي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال: «إِذَا الْتقَى الْمُسْلِمَانِ بسيْفيْهِمَا فالْقاتِلُ والمقْتُولُ في النَّارِ» قُلْتُ : يَا رَسُول اللَّهِ ، هَذَا الْقَاتِلُ فمَا بَالُ الْمقْتُولِ ؟ قَال: «إِنَّهُ كَانَ حَرِيصاً عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ» متفقٌ عليه .
Dari Abi Bakrah nufai bin Al Harits At-Tsaqofi RA bahwasanya Nabi SAW berkata; Apabila dua orang Islam yang bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada di dalam neraka.” Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang membunuh masuk neraka, lantas bagaimana gerangan yang terbunuh?” Beliau menjawab, “Karena ia juga sangat berambisi untuk membunuh sahabatnya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 31 dan Muslim no. 2888).
Hadits ini ke-31, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان). Imam Bukhari memberi judul hadits ini باب ( وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ) فَسَمَّاهُمُ الْمُؤْمِنِينَ (Bab "Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!" Allah menyebut tetap mereka mukmin). Untuk memudahkan, pembahasan hadits ke-31 Shahih Bukhari ini kita beri judul: Dua Muslim yang Saling Membunuh, Keduanya Masuk Neraka.
اذا حمل الرجلان المسلمان سلاح احدهما علي الاخر فهما في جرف جهنم، ماذا قتل احدهما تلاخر فهما في النار (النساءي)
Apabila dua orang muslim membawa senjata mereka masing-masing untuk berperang dengan yang lain maka keduanya ada di jurang neraka jahanam dan apabila telah membunuh salah satu diantara keduanya maka dua-duanya ada di api neraka ( HR. an Nasai)
Namun walaupun kedua-duanya di api neraka tetapi berbeda tingkatannya orang yang membunuh mendapatkan siksa dua kali lipat dari berkelahi dan membunuhnya sedangkan orang yang dibunuh hanya mendapatkan sisa dari berkelahinya (Fathul Bari 14:418)
Faidah-faidah yang dapat diambil dari hadits ini :
1. Barangsiapa yang berazzam kepada kemaksiatan dengan hatinya dan menyangka dirinya bisa melakukan itu, kemudian ia bersentuhan dengan sebab-sebab terlaksananya maka ia sudah berhak mendapatkan siksaan, sedangkan urusannya nanti di akhirat diserahkan kepada Allah Jika berkehendak Ia akan mengadzabnya dan jika berkehendak akan memaafkannya.
2. Dan dibangun pemahaman atas ini : bahwa kehendak yang kuat menduduki kedudukan pekerjaan sempurna karena seseorang kuat untuk mewujudkan dan menyempurnakannya, sebagaimana hadits tentang taubat orang yang kuat.
Kesimpulannya ada tiga perkara :
a. Keinginan saja akan diganjar (pada yang baik) dan tidak akan disiksa (pada yang buruk)
b. Keinginan buruk disertai dengan pekerjaan akan siksanya
c. Azam yang lebih kuat dari keinginan buruk akan disiksa
2. Lintasan hati dan bisikan jiwa termasuk hal yang diampuni. Adapun ayat 284 Al Baqarah sudah di nasakh dengan ayat ke 286
3. Peringatan dari membunuh orang muslim karena akan membawa kepada kelemahan dan mengundang murka Allah.
4. Yang dimaksud membunuh yang terlarang adalah untuk perkara keduniawian, kebodohan, pemberontakan, kedzoliman atau mengikuti hawa nafsu
5. Masuk neraka tidak berarti kekal di dalamnya
6. Perkara yang samar hendaklah ditanyakan pada orang yang berilmu sebagaimana para sahabat menanyakan kerancuan dalam pikiran mereka yaitu “kok bisa yang terbunuh dinyatakan masuk neraka?” Dan setiap kesamaran seperti ini sudah terdapat jawabannya dalam Al Qur’an dan lisan Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Cuma sebagian kita tidak bisa menghilangkan suatu kerancuan karena mungkin cara berpikir kita yang lemah. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah, “Tidaklah terdapat suatu yang rancu dalam Al Qur’an dan As Sunnah melainkan didapati pula obatnya di dalam keduanya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 72)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar