Beribadah merupakan kewajiban manusia selaku hamba Allah SWT, Atas dasar nikmat dan kebaikan hidupnya di dunia dan akhirat maka manusia harus beribadah, namun jika kita merenungi segala bentuk ibadah yang telah kita lakukan, apakah pahala dari ibadah tersebut sudah cukup banyak ketimbang dosa kita? apakah pahala yang telah kita tabung selama ini cukup untuk menyelamatkan dari siksa api neraka? apakah cukup untuk memasukan kita surga ? dan apabila cukup, surga tingkat berapa tempat abadi kita?
Atas dasar renungan di atas, maka manusia harus memperhatikan beberapa hal, yaitu :
1. Tujuan penciptaan manusia adalah hanya untuk beribadah, karena melalui ibadah lah pahala didapatkan
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56)
56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QsAdz-Dzariyat)
Pengertian yang lebih bagus adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
” الْعِبَادَةُ ” هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ : مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ
“Ibadah adalah istilah yang mencakup segala yang Allah cintai dan ridai berupa perkataan dan perbuatan yang batin maupun lahir.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:149)
Ibnu Qayyim berkata : Ibadah itu seputar 15 Qaidah karena terbagi pada ibadah hati, lisan, anggota badan. Kemudian setiap bagian tersebut mendapat masing2 tiga hukum yaitu : Wajib, Sunat, Mubah, Haram, dan Makruh
Imam Al Qurthubi berkata: Asal arti Ibadah itu adalah Merendahkan dari dan tunduk. Maknanya yaitu ketaatan dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan. Dan ini merupakan hakikat Islam karena asal artinya adalah berserah diri yang mencakup pada puncak merendahkan diri dan tunduk
Maka makna ayat ini Allah menciptakan manusia untuk beribadah hanya Kepada-Nya dan tidak musyrik kepada selainnya, barang siapa yang menaati akan dibalas sempurna dan barang siapa yang maksiat disiksa dengan sempurna juga.
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى (36)
Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung-jawaban)?
وَما أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جاؤُكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّاباً رَحِيماً (64)
Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu. lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
يقولُ اللهُ تعالَى لأهونِ أهلِ النَّارِ عذابًا يومَ القيامةِ : لو أنَّ لك ما في الأرضِ من شيءٍ أكنتَ تفتدي به ؟ فيقولُ : نعم ، فيقولُ : أردتُ منك أهونَ من هذا ، وأنت في صلبِ آدمَ : ألَّا تُشرِكَ بي شيئًا ، فأبيتَ إلَّا أن تُشرِكَ بي
“Dikatakan kepada seorang penduduk neraka yang paling ringan adzabnya di hari kiamat, ‘Andai engkau memiliki semua yang ada di bumi apakah engkau akan menebus dengannya (agar keluar dari neraka)? Ia menjawab, ‘Ya.’ Maka Allah berfirman, ‘Sungguh Aku menghendaki darimu yang lebih mudah dari hal itu, sejak engkau masih menjadi tulang sulbi Adam, yaitu engkau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, namun engkau enggan, dan engkau menyekutukanku” (Hr. Bukhari no. 6557, Muslim no. 2805).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar