Al-Isra, ayat 36
{وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (36) }
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.
Kesimpulan pendapat mereka dapat dikatakan bahwa Allah Swt. melarang mengatakan sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan melarang pula mengatakan sesuatu berdasarkan zan (dugaan) yang bersumber dari sangkaan dan ilusi.
Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:
{اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ}
jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. (Al-Hujurat: 12)
Di dalam hadis disebutkan seperti berikut:
"إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ؛ فَإِنَّ الظَّنَّ أكذبُ الْحَدِيثِ"
Jauhilah oleh kalian prasangka. Karena sesungguhnya prasangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta.
Di dalam kitab Sunnah Imam Abu Daud di sebutkan hadis berikut:
"بِئْسَ مطيةُ الرَّجُلِ: زَعَمُوا"
Seburuk-buruk sumber yang dijadikan pegangan oleh sesorang ialah yang berdasarkan prasangka.
Di dalam hadis yang lain disebutkan:
"إِنَّ أَفَرَى الفِرَى أَنْ يُرِي عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَيَا"
Sesungguhnya kedustaan yang paling berat ialah bila seseorang mengemukakan kesaksian terhadap hal yang tidak disaksikannya.
قَالَ ابْنُ خُوَيْزِ مَنْدَادٍ: تَضَمَّنَتْ هَذِهِ الْآيَةُ الْحُكْمَ بِالْقَافَةِ، لِأَنَّهُ لَمَّا قَالَ:" وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ "دَلَّ عَلَى جَوَازِ مَا لَنَا بِهِ عِلْمٌ، فَكُلُّ مَا عَلِمَهُ الْإِنْسَانُ أَوْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ جَازَ أَنْ يَحْكُمَ بِهِ،
ibnu huwaij mandad berkata : ayat ini mengandung hukum sajak, karena menunjukan bolehnya berkata sesuatu yang kita ketahui ilmunua, maka setiap yang diketahui atau mengalahkan prasangkanya boleh menetapkan dengannya.
الثَّالِثَةُ- قَالَ الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْمَازِرِيُّ: كَانَتِ الْجَاهِلِيَّةُ تَقْدَحُ فِي نَسَبِ أُسَامَةَ لِكَوْنِهِ أَسْوَدُ شَدِيدُ السَّوَادِ، وَكَانَ زَيْدٌ أَبُوهُ أَبْيَضَ الْقُطْنِ،
Kedua : Imam Abu abdillah Al Majiri berkata : Dahulu zaman jahiliyyah memfitnah nasab usamah karena warna kulitnya hitam sekali, sedangkan bapanya Zaid putih seperti kapas.
الرَّابِعَةُ- اسْتَدَلَّ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ عَلَى الرُّجُوعِ إِلَى الْقَافَةِ عِنْدَ التَّنَازُعِ فِي الْوَلَدِ
Keempat : Jumhur beristidlal bolehnya kembali pada Al Qaffah ketika berselisih tentang anak,
الْخَامِسَةُ- وَاخْتَلَفَ الْآخِذُونَ بِأَقْوَالِ الْقَافَةِ، هَلْ يُؤْخَذُ بِذَلِكَ فِي أَوْلَادِ الْحَرَائِرِ وَالْإِمَاءِ أَوْ يَخْتَصُّ بِأَوْلَادِ الْإِمَاءِ،
Kelima : perbedaan pendapat tentanh Qoffah apakah pada anak merdeka atau hamba sahaya atau khusus hamba sahaya.
أَيْ يُسْأَلُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ عَمَّا اكْتَسَبَ، فَالْفُؤَادُ يُسْأَلُ عَمَّا افْتَكَرَ فِيهِ وَاعْتَقَدَهُ، وَالسَّمْعُ والبصر عما رأس مِنْ ذَلِكَ وَسَمِعَ. كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ "فَالْإِنْسَانُ رَاعٍ عَلَى جَوَارِحِهِ
Keenam : Yaitu ditanya setiapnya dari apa yang telah dilakukan, maka hati ditanya, dan pa tentang apa yang dipikirkan dan diyakinkan, dan pendengaran serta penglihatan atas apa yang disimpulkan dari yg didengar sebagaimana hadits "setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinannya, maka manusia pemimpin semua anggota badannya "
وَعَبَّرَ عَنِ السَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَالْفُؤَادِ بِأُولَئِكَ لِأَنَّهَا حَوَاسُّ لَهَا إِدْرَاكٌ، وَجَعَلَهَا فِي هَذِهِ الْآيَةِ مَسْئُولَةٌ، فَهِيَ حَالَةُ مَنْ يَعْقِلُ، فَلِذَلِكَ عَبَّرَ عَنْهَا بِأُولَئِكَ.
Dan diibaratkannya pendengaran dan penglihatan dan hati dengan "ulaika" karena alat indera mempunyai kemampuan menemukan, dan menjadikannya dalam ayat ini ditanya, maka ini adalah keadaan bagi yang berakal, oleh karena itu diibaratkan dengan ulaika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar