PENGUNJUNG

Rabu, 30 Maret 2022

Marhaban Ya Ramadhan




kata tarhib (ترحيب) berasal dari akar kata yang sama yang membentuk kata Marhaban (selamat datang).

Secara bahasa, kata tarhib berasal dari bahasa arab, yakni fi’il “ra-hi-ba, yarhabu, rahbun” yang berarti luas, lapang dan lebar, yang selanjutnya menjadi fi’il “rahhaba, yurahhibu, tarhiban” yang mengandung arti menyambut, menerima dengan penuh kelapangan, kelebaran dan keterbukaan hati

هَٰذَا فَوْجٌ مُّقْتَحِمٌ مَّعَكُمْ ۖ لَا مَرْحَبًۢا بِهِمْ ۚ إِنَّهُمْ صَالُوا۟ ٱلنَّارِ

Artinya: (Dikatakan kepada mereka): "Ini adalah suatu rombongan (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desak bersama kamu (ke neraka)". (Berkata pemimpin-pemimpin mereka yang durhaka): "Tiadalah ucapan selamat datang kepada mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka".

قَالَ أَلْقُوا۟ ۖ فَلَمَّآ أَلْقَوْا۟ سَحَرُوٓا۟ أَعْيُنَ ٱلنَّاسِ وَٱسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَآءُو بِسِحْرٍ عَظِيمٍ

Musa menjawab: “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena’jubkan).

Dari Aisyah RA, beliau mengatakan,

يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

“Terkadang Nabi SAW puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi SAW berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika Syaban.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

قال الامام الشافعي ما شبعت منذ ست عشرة سنة لان شبع يثقل البدن ويقسي القلب ويزيل الفطنة ويجلب النوم ويضعف صحابته عن العبادة

Imam as-Syafi’i rahimahul-‘Llah berkata: “Sudah 16 tahun aku tidak pernah makan sampai kenyang, sebab makan sampai kenyang itu memberatkan badan, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan,  menyebabkan tidur pulas, dan membuat seseorang malas  dari ibadah
(Ihya` ‘Ulumiddin bab al-‘ilm al-ladzi huwa fardlu kifayah)

(al-Ghazali berkata:) Silahkan perhatikan kalimat  bijaknya yang menjelaskan bahaya kenyang, kemudian  bagaimana kesungguh-sungguhan beliau dalam ibadah,   sehingga karena itulah beliau mengenyahkan kenyang dari hidupnya. Sebab memang pokok ibadah itu adalah mengurangi makan
(Ihya` ‘Ulumiddin bab al-‘ilm al-ladzi huwa fardlu kifayah).

Dampak negatif makan kenyang, menurut Imam  as-Shan’ani:
1. Sumber penyakit
2. Membawa malas dan tidur pulas
3. Orientasi kepuasan dunia
4. Memperbesar nafsu maksiat(Subulus-Salam)

“مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ حَسْبُ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ.”

“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya.”Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/132), Ibnu Majah (no. 3349), al-Hakim (IV/ 121). Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1983), karya Syaikh al-Albani rahimahullah.

Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengkisahkan,

” كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَعَلَى تَمَرَاتٍ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ “

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu biasa berbuka dengan beberapa butir ruthob (kurma muda) sebelum shalat, jika tidak ada ruthob maka dengan beberapa kurma masak, jika tidak ada juga maka meneguk beberapa tegukan air”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril As menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah Saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus” (HR. Bukhari)

عَنْ ابْنِ الْمُسَيِّبِ أَنَّهُ سَأَلَهُ عَنْ الصَّوْمِ فِي السَّفَرِ فَحَدَّثَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ غَزْوَتَيْنِ يَوْمَ بَدْرٍ وَالْفَتْحِ فَأَفْطَرْنَا فِيهِمَا 

Dari (Sa’id) bin Musayyab, sesungguhnya ia ditanya soal puasa di waktu perjalanan, lalu ia menceritakan (sebuah riwayat) bahwa Umar bin Khattab berkata: “Kami berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallah di bulan Ramadhan sebanyak dua kali, yakni perang Badar dan pembebasan Makkah, dan kami berbuka (tidak berpuasa) di kedua peperangan tersebut.” (Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zâd al-Ma’âd, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994, juz 2, h.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...