PENGUNJUNG

Kamis, 30 Juni 2022

Membela Yang Tidak Berguna

  إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئاً وَأُولئِكَ أَصْحابُ النَّارِ هُمْ فِيها خالِدُونَ (116) مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هذِهِ الْحَياةِ الدُّنْيا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيها صِرٌّ أَصابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ وَما ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (117)

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, baik harta mereka maupun anak-anak mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikit pun. Dan mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

Selanjutnya Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang yang ingkar dari kalangan kaum musyrik melalui firman-Nya:

{لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا}

Harta mereka maupun anak-anak mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikit pun. (Ali Imran: 116)

Yakni semuanya itu tidak dapat menolak pembalasan Allah maupun azab-Nya dari diri mereka, jika Allah menghendaki hal tersebut terhadap mereka.

{وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}

Dan mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Ali Imran: 116)

Selanjutnya Allah Swt. membuat suatu perumpamaan tentang apa yang dinafkahkan oleh orang-orang kafir dalam kehidupan di dunia ini. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, dan As-Saddi.

Allah Swt. berfirman:

مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ

Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin. (Ali Imran: 117)

Yang dimaksud dengan sirrun ialah dingin yang sangat. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya. Sedang-kan menurut Ata, sirrun ialah dingin yang disertai dengan es (salju).

Disebut pula dari Ibnu Abbas dan Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mengandung panas yang sangat. (Ali Imran: 117) Yakni api.

Makna ini merujuk kepada makna yang pertama, karena sesungguhnya cuaca yang sangat dingin —terlebih lagi dibarengi dengan salju— dapat mematikan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, sama halnya dengan api membakar sesuatu.

{أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ}

yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. (Ali Imran: 117)

Yaitu membakarnya. Dengan kata lain, apabila hama menimpa kebun atau sawah yang telah tiba masa petik dan panen, lalu hama tersebut merusak dan menghancurkan semua buah-buahan atau tanaman yang ada padanya, sehingga hasilnya tidak ada, padahal pemiliknya sangat memerlukannya. Demikian pula halnya nasib orang-orang kafir; Allah menghapus pahala semua amal kebaikan mereka ketika di dunia hingga mereka tidak dapat memetik buahnya. Perihalnya sama dengan lenyapnya buah-buahan dari lahan atau kebun tersebut karena dosa-dosa yang dilakukan oleh pemiliknya. Demikianlah nasib yang akan mereka alami, karena mereka membangun amal perbuatannya tanpa fondasi dan tiang penyangga.

{وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}

Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Ali Imran: 117)



Sabtu, 18 Juni 2022

MENGHADIRKAN KHIDMAT DENGAN MEMAKNAI BAI’AT

 

Miftah Husni

البَيْع: إعطاء المثمن وأخذ الثّمن، والشراء: إعطاء الثمن وأخذ المثمن.وبَايَعَ السلطان: إذا تضمّن بذل الطاعة له بما رضخ له، ويقال لذلك: بَيْعَة ومُبَايَعَة.

Al Ba'i (menjual): Memberikan yang dihargakan dan mengambil harga, sedangkan. As-syira (membeli) adalah memberikan harga dan mengambil yang dihargakan. Dan bai'at kepada pemimpin apabila mencakup pencurahan ketaatan kepadanya, disebabkan ia merasa menyerah atau mengalah, dan disebut juga dengan bai'at dan Muba'iat.

البيعة هي العهد على الطاعة، كأن المبايع يعاهد أميره على أنه يسلم له النظر في أمر نفسه وأمور المسلمين، لا ينازغه في شيء من ذلك، ويطيعه فيما يكلفه به من الأمر على المنشط والمكره

”Bai’at adalah janji untuk taat. Seolah orang yang berbai’at itu berjanji kepada pemimpinnya untuk menyerahkan kepadanya segala kebijakan terkait urusan dirinya dan urusan kaum muslimin. Tanpa sedikitpun berkeinginan menentangnya. Serta taat kepada perintah pimpinan yang dibebankan kepadanya, suka maupun tidak.” 

فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بايَعْتُمْ بِهِ [التوبة/ 111]. إشارة إلى بيعة الرضوان المذكورة في قوله تعالى: لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ [الفتح/ 18]

Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung. (At-Taubah : 111) Ini adalah isyarat kepada bai'at Ar-Ridhwan yang telah disebutkan dalam surat Al Fathu :18. “Sungguh, Allah telah meridhai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah pohon, Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu Dia memberikan ketenangan atas mereka dan memberi balasan dengan kemenangan yang dekat”.

قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ كَعْبٍ القُرَظي وَغَيْرُهُ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -يَعْنِي لَيْلَةَ العقبةِ -: اشْتَرِطْ لِرَبِّكَ وَلِنَفْسِكَ مَا شِئْتَ! فَقَالَ: "أَشْتَرِطُ لِرَبِّي أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَشْتَرِطُ لِنَفْسِي أَنْ تَمْنَعُونِي مِمَّا تَمْنَعُونَ مِنْهُ أَنْفُسَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ". قَالُوا: فَمَا لَنَا إِذَا فَعَلْنَا ذَلِكَ؟ قَالَ: "الْجَنَّةُ". قَالُوا: رَبِح البيعُ، لَا نُقِيل وَلَا نَسْتَقِيلُ، فَنَزَلَتْ: {إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ} الْآيَةَ.

Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi dan lain-lainnya mengatakan bahwa Abdullah ibnu Rawwahah r.a. pernah berkata kepada Rasulullah Saw. dalam malam 'Aqabah, "Berilah persyaratan bagi Tuhanmu dan bagi dirimu sesuka hatimu." Maka Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Aku memberikan syarat bagi Tuhanku, hendaklah kalian menyembah-Nya dan janganlah kalian mempersekutukan Dia dengan sesuatu pun. Dan aku memberikan syarat bagi diriku, hendaklah kalian membelaku sebagaimana kalian membela diri dan harta benda kalian sendiri. Mereka (para sahabat) bertanya, "Apakah yang akan kami peroleh jika kami mengerjakan hal tersebut?" Rasulullah Saw. menjawab, "Surga." Mereka berkata, "Jual beli yang menguntungkan, kami tidak akan mundur dan tidak akan mengundurkan diri." Lalu turunlah firman-Nya: Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri. (At-Taubah: 111), hingga akhir ayat.

Menurut Ibnu Khaldun, “Dahulu, kalau mereka membaiat seorang amir dan mengadakan perjanjian dengannya, mereka berjabat tangan satu sama lain, sebagai penekanan akan absahnya aqad itu, sehingga terlihat mirip dengan perbuatan yang dilakukan oleh seorang pembeli dan penjual. Karena itu, prosedur ini disebut bai’at, dari kata ba’a (menjual).”

مَنْ بَايَعَ إِمَامًا فَأَعْطَاهُ صَفْقَةَ يَدِهِ وَثَمَرَةَ قَلْبِهِ فَلْيُطِعْهُ إِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ جَاءَ آخَرُ يُنَازِعُهُ فَاضْرِبُوا عُنُقَ الْآخَر

“Barangsiapa berbai’at kepada seorang imam (penguasa), ia memberikan telapak tangannya dan buah hatinya, maka hendaklan ia mentaatinya sesuai dengan kemampuannya, jika kemudian ada orang lain yang menentangnya, maka penggallah leher orang itu”. 

Dari hadits ini dapat difahami bahwa bai’at sifatnya mengikat dan menutup. Mengikat yang berbai’at setelah mereka berbai’at agar tidak melepaskan bai’atnya dan menutup terjadinya bai’at yang baru. 

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (  يَمِينُكَ عَلَى مَا يُصَدِّقُكَ بِهِ صَاحِبُكَ ) َوَفِي رِوَايَةٍ ( اَلْيَمِينُ عَلَى نِيَّةِ اَلْمُسْتَحْلِفِ )  أَخْرَجَهُمَا مُسْلِمٌ

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sumpahmu haruslah apa yang dibenarkan oleh temanmu." Riwayat Muslim. Dalam suatu riwayat: "Sumpah menurut niat orang yang meminta sumpah." Riwayat Muslim. 

Dalam tradisi Persis, format pelantikan itu berupa ikrar bai’at dan Ijab-Qabul perjuangan. Format ini tampaknya merujuk kepada suatu rumusan fiqih yang berbunyi: “Sesungguhnya imamah itu identik dengan ‘aqdun (kontrak) antara umat dengan imam.” Aqad merupakan salah satu di antara bentuk kesepakatan yang ditimbulkan oleh keinginan manusia dalam kehidupan sehari-hari, seperti jual-beli, penyewaan, hibah, dan seterusnya. Hanya saja ‘aqad imamah dalam sistem sosial dapat disebut sebagai kontrak pertama dan terbesar, yaitu menjadi acuan semua bentuk aqad lainnya, serta melegitimasi terjadinya  aqad-aqad yang lain. Lebih jauh dari itu, aqad imamah menjadi pilar yang menopang berjalannya sistem pemerintahan. Karena itu, aqad tersebut menjadi sumber yang dijadikan landasan bagi seorang imam untuk memperoleh kekuasaannya. Adapun prosedur yang menjadi jalan terselesaikannya aqad itu dinamakan bai’at.

Dalam perjuangan Islam diperlukan sebuah tekad yang kuat dan ghirah amal yang terus berkobar untuk segera diwujudkan dalam realita kehidupan. Bagi Pemuda Persis, tekad dan ghirah ini selalu terkait dengan ikrar perjuangan melalui bai'at keanggotaan sebagai berikut:

BAI’AT ANGGOTA 

بسم الله الرّحمن الرّحيم

رضيت بالله ربّا وبا إ لسلم دينا وبمحمّد نبّيّا و رسول وبالقر أن إ اماما وّحكما

Sadar akan hukum dan tanggung jawab Pemuda Persatuan Islam terhadap Islam, maka dengan ini saya berikrar:

Senantiasa bersedia menjadi hamba Allah yang mengamalkan syari’ah Islam dengan semestinya, penuh tanggung jawab, menjadi uswatun hasanah bagi keluarga dan masyarakat dalam aqidah, ibadah dan muamalah

Bersedia menjadi mujahid da’wah yang akan memelihara dan memakmurkan masjid serta membasmi munkarat, bid’ah, khurafat, takhayul, taqlid, dan syirik, demi pemurnian ajaran Islam berdasarkan al-Qur’an dan As-Sunnah.

Memelihara dan mengembangkan ruh jihad dengan melakukan amar ma’ruf nahyi munkar dalam segala ruang dan waktu, membela dan menyelamatkan ummat Islam dari gangguan lawan-lawan Islam atau aliran/gerakan yang mengancam Islam dan umat Islam dengan cara yang haq dan ma’ruf sesuai dengan al-Qur’an dan As-Sunnah.

Bersedia menjadi Ashhabun dan Hawariyyun Islam, dengan menyediakan harta dan jiwa untuk berjuang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Akan senantiasa ta’at kepada Allah, Rasul, dan pemimpin kami selama tidak menyimpang dari al-Qur’an dan As-Sunnah.

Mendahulukan kepentingan Islam dan umat Islam, sesuai motto kami “Ana muslimun qabla kulli syai’in”. (Saya Muslim sebelum melaksanakan sesuatu)

الله يأخذ بايدينا الى ما فيه خير للاسلام والمسلمين

انا مسلم قبل كلّ شيئ

Rabu, 15 Juni 2022

Ahli Kitab Yang Muslim

 


Ali Imran, ayat 113-115

لَيْسُوا سَواءً مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ أُمَّةٌ قائِمَةٌ يَتْلُونَ آياتِ اللَّهِ آناءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ (113) يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسارِعُونَ فِي الْخَيْراتِ وَأُولئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ (114) وَما يَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ يُكْفَرُوهُ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ (115)

Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada segolongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedangkan mereka juga bersujud (salat). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa.

Kitab Mu’jam Mufahras li Alfadz Al-Qur'an karya Fuad Abd al-Baqi menyebutt paling tidak ada 25 kali pengulangan kata Ahli Kitab dalam Al-Qur'an.Dari 25 ayat tersebut, banyak ayat yang bernada negatif mengenai Ahli Kitab.

Dari sini tersirat bahwa ahli kitab yang terdiri dari Yahudi dan Nasrani adalah kafir. Kekafiran mereka disebabkan keyakinan mereka yang menganggap bahwa Tuhan itu memilik anak. Sebagaimana firman Allah ta’ala:

Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putra Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putra Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? (QS. At-Taubah : 30).

((والذي نفس محمد بيده لا يسمع بي أحدمن هذه الأمة يهودي ولانصراني ثم يموت ولم يؤمن بما أرسلت به إلا كان من أصحاب النار))رواه مسلم

Artnya: “Demi dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya. Tiada seorang pun dari umat ini yang mendengar seruanku, baik Yahudi maupun Nasrani, tetapi ia tidak beriman kepada seruan yang aku sampaikan, kemudian ia mati, pasti ia termasuk penghuni neraka” (HR. Muslim)

وَالْمَعْنَى: لَيْسَ أَهْلُ الْكِتَابِ وَأُمَّةُ مُحَمَّدٍ ﷺ سَوَاءً، عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ. وَقِيلَ: الْمَعْنَى لَيْسَ الْمُؤْمِنُونَ وَالْكَافِرُونَ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ سَوَاءً.
Dan maknanya tidaklah sama antara ahli kitab dan umat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, dari Ibnu Mas'ud. dan dikatakan maknanya adalah tidaklah sama orang-orang mukmin dan orang kafir dari ahli kitab.

Orang muslim adalah yang mendapat kitab dari Allah. Bahkan kitab yang paling mulia diantara kitab-kitab yang Allah turunkan.

Akan tetapi, istilah ’ahli kitab’ adalah istilah syar’i, yang harus kita pahami sesuai kriteria syariat (al-Isti’mal as-Syar’i). Bukan semata tinjauan bahasa. Dan seperti yang kita tahu, Allah menggunakan istilah ini khusus untuk menyebut orang yahudi dan nasrani.

Tentu saja, kaum muslimin tidak termasuk dalam istilah ‘ahli kitab’ di atas. Karena Allah dengan jelas menyatakan mereka kafir.

Bahkan, ketika ada orang yahudi atau nasrani yang masuk islam, mereka tidak lagi disebut ahli kitab.

Di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam ada seorang pendeta yahudi yang masuk islam, bernama Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu. Ada juga orang nasrani yang masuk islam, seperti Tamim bin Aus ad-Dari radhiyallahu ‘anhu. Allah menyinggung mereka dalam al-Quran,

وَيَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَسْتَ مُرْسَلًا قُلْ كَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَمَنْ عِنْدَهُ عِلْمُ الْكِتَابِ

Berkatalah orang-orang kafir: “Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul”. Katakanlah: “Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu Al Kitab.” (QS. Ar-Ra’du: 43).

Dalam al-Quran, Allah menyebut umat yang beriman dengan kebenaran dakwah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kaum muslimin.

Allah berfirman,

هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ

Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian dengan kaum muslimin dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia (QS. Al-Hajj: 78)

Pendapat yang terkenal di kalangan kebanyakan ulama tafsir —menurut apa yang dikatakan oleh Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lainnya yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas— ayat ini diturunkan berkenaan dengan para rahib yang beriman dari kalangan Ahli Kitab, seperti Abdullah ibnu Salam, Asad ibnu Ubaid, dan Sa'labah ibnu Syu'bah serta lain-lainnya.
Dengan kata lain, tidaklah sama orang-orang yang disebutkan di atas dari kalangan Ahli Kitab yang dicela dengan mereka dari kalangan Ahli Kitab yang masuk Islam. Karena itulah maka dalam ayat ini disebutkan:

{لَيْسُوا سَوَاءً}

Mereka tidak sama. (Ali Imran: 113)
Artinya, semua Ahli Kitab itu tidaklah sama, bahkan sebagian dari mereka ada yang mukmin (masuk Islam) dan ada pula yang jahat.

Dalam ayat lain disebutkan bahwa Ahli Kitab termasuk golongan yang mendapatkan pahala di sisi Allah SWT, yakni tercantum dalam QS Ali Imran ayat 199:

وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خَاشِعِينَ لِلَّهِ لَا يَشْتَرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَئِكَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَاب

Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada yang beriman kepada Allah SWT, dan kepada apa yang diturunkan kepadamu, dan yang diturunkan kepada mereka, karena mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak memperjualbelikan ayat-ayat Allah dengan harga sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” ( QS Ali Imran : 199 )

Untuk itu disebut dalam firman berikutnya:

{مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِأُمَّةٌ قَائِمَةٌ}

Di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus. (Ali Imran: 113)
Yakni menegakkan perintah Allah, taat kepada syariat-Nya, dan mengikuti Nabi-Nya. Maka mereka adalah orang-orang yang berlaku lurus.

{يَتْلُونَ آيَاتِ اللَّهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَهُمْ يَسْجُدُونَ}

mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedangkan mereka juga bersujud (salat). (Ali Imran: 113)
Yaitu melakukan ibadah di malam hari, banyak bertahajud dan membaca Al-Qur'an dalam salat mereka

*******************

{يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ}.

Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan bersegera kepada (mengerjakan) berbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. (Ali Imran: 114)
Mereka adalah orang-orang yang disebutkan di dalam akhir surat Ali Imran ini melalui firman-Nya:

وَإِنَّ مِنْ أَهْلِ الْكِتابِ لَمَنْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَما أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ وَما أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ خاشِعِينَ لِلَّهِ

Dan sesungguhnya di antara Ahli Kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka, sedangkan mereka berendah hati kepada Allah.(Ali Imran: 199), hingga akhir ayat.
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:

{وَمَا يَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ يُكْفَرُوهُ}

Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahala)nya. (Ali Imran: 115)
Artinya, pahala kebajikan yang mereka lakukan tidak akan hilang di sisi Allah, bahkan Allah akan memberikannya kepada mereka dengan balasan pahala yang sangat berlimpah.

{وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِالْمُتَّقِينَ}

dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa. (Ali Imran: 115)
Yakni tiada suatu amal pun yang samar (tidak kelihatan) bagi-Nya, dan tidak akan ada yang tersia-sia di sisi-Nya pahala orang yang berbuat baik dalam amalnya.

Minggu, 12 Juni 2022

Azzam sama dengan amal walau pun belum terwujud



Pembunuh tentu saja telah melakukan dosa besar,  ia pun diancam neraka. Demikian pula orang yang punya niatan untuk membunuh namun sudah kedahuluan terbunuh bisa diancam neraka pula. Ia dihukum demikian karena niatannya. Hal ini berbeda halnya jika seseorang membela diri, harta atau keluarganya lantas ia mati, maka moga matinya adalah mati syahid. Berkelahi sesama muslim itu merupakan perilaku jahiliyah.


- وعن أبي بَكْرَة نُفيْعِ بْنِ الْحارِثِ الثَّقفِي رَضِي الله عنه أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال: «إِذَا الْتقَى الْمُسْلِمَانِ بسيْفيْهِمَا فالْقاتِلُ والمقْتُولُ في النَّارِ» قُلْتُ : يَا رَسُول اللَّهِ ، هَذَا الْقَاتِلُ فمَا بَالُ الْمقْتُولِ ؟ قَال: «إِنَّهُ كَانَ حَرِيصاً عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ» متفقٌ عليه .


Dari Abi Bakrah nufai bin Al Harits At-Tsaqofi RA bahwasanya Nabi SAW berkata; Apabila dua orang Islam yang bertengkar dengan pedangnya, maka orang yang membunuh dan yang terbunuh sama-sama berada di dalam neraka.” Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, sudah wajar yang membunuh masuk neraka, lantas bagaimana gerangan yang terbunuh?” Beliau menjawab, “Karena ia juga sangat berambisi untuk membunuh sahabatnya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 31 dan Muslim no. 2888).


Hadits ini ke-31, masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان). Imam Bukhari memberi judul hadits ini باب ( وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ) فَسَمَّاهُمُ الْمُؤْمِنِينَ (Bab "Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya!" Allah menyebut tetap mereka mukmin). Untuk memudahkan, pembahasan hadits ke-31 Shahih Bukhari ini kita beri judul: Dua Muslim yang Saling Membunuh, Keduanya Masuk Neraka.



اذا حمل الرجلان المسلمان سلاح احدهما علي الاخر فهما في جرف جهنم، ماذا قتل احدهما تلاخر فهما في النار (النساءي)


Apabila dua orang muslim membawa senjata mereka masing-masing untuk berperang dengan yang lain maka keduanya ada di jurang neraka jahanam dan apabila telah membunuh salah satu diantara keduanya maka dua-duanya ada di api neraka ( HR. an Nasai)


Namun walaupun kedua-duanya di api neraka tetapi berbeda tingkatannya orang yang membunuh mendapatkan siksa dua kali lipat dari berkelahi dan membunuhnya sedangkan orang yang dibunuh hanya mendapatkan sisa dari berkelahinya (Fathul Bari 14:418)


Faidah-faidah yang dapat diambil dari hadits ini :


1. Barangsiapa yang berazzam kepada kemaksiatan dengan hatinya dan menyangka dirinya bisa melakukan itu, kemudian ia bersentuhan dengan sebab-sebab terlaksananya maka ia sudah berhak mendapatkan siksaan, sedangkan urusannya nanti di akhirat diserahkan kepada Allah Jika berkehendak Ia akan mengadzabnya dan jika berkehendak akan memaafkannya.

2. Dan dibangun pemahaman atas ini : bahwa kehendak yang kuat menduduki kedudukan pekerjaan sempurna karena seseorang kuat untuk mewujudkan dan menyempurnakannya, sebagaimana hadits tentang taubat orang yang kuat.


Kesimpulannya ada tiga perkara :

a. Keinginan saja akan diganjar (pada yang baik) dan tidak akan disiksa (pada yang buruk)

b. Keinginan buruk disertai dengan pekerjaan akan siksanya

c. Azam yang lebih kuat dari keinginan buruk akan disiksa


2. Lintasan hati dan bisikan jiwa termasuk hal yang diampuni. Adapun ayat 284 Al Baqarah sudah di nasakh dengan ayat ke 286

3. Peringatan dari membunuh orang muslim karena akan membawa kepada kelemahan dan mengundang murka Allah.

4. Yang dimaksud membunuh  yang terlarang adalah untuk perkara keduniawian, kebodohan, pemberontakan, kedzoliman atau mengikuti hawa nafsu

5. Masuk neraka tidak berarti kekal di dalamnya


6. Perkara yang samar hendaklah ditanyakan pada orang yang berilmu sebagaimana para sahabat menanyakan kerancuan dalam pikiran mereka yaitu “kok bisa yang terbunuh dinyatakan masuk neraka?” Dan setiap kesamaran seperti ini sudah terdapat jawabannya dalam Al Qur’an dan lisan Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Cuma sebagian kita tidak bisa menghilangkan suatu kerancuan karena mungkin cara berpikir kita yang lemah. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah, “Tidaklah terdapat suatu yang rancu dalam Al Qur’an dan As Sunnah melainkan didapati pula obatnya di dalam keduanya.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 1: 72)


Jumat, 10 Juni 2022

Dosa Kerakusan Pertama




 Al-Baqarah, ayat 35-36


{وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ (35) 


Dan Kami berfirman, "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kalian sukai, tetapi janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. 


Allah Swt. berfirman memberitakan kehormatan yang dianugerahkan-Nya kepada Adam, sesudah memerintahkan kepada para malaikat agar bersujud kepadanya, lalu mereka sujud kepadanya kecuali iblis; bahwa Dia memperbolehkan baginya surga untuk tempat tinggalnya di mana pun yang dikehendakinya. Adam boleh memakan makanan yang dia sukai dengan leluasa, yakni dengan senang hati, berlimpah, dan penuh dengan kenikmatan.


Kata uskun ini ditujukan untuk Adam dan Istrinya saja tidak bersama anak cucu nya karena adam dan hawa tidak akan beranak cucu di surga


Konteks ayat menunjukkan bahwa Siti Hawa diciptakan sebelum Adam memasuki surga, hal ini telah dijelaskan oleh Muhammad ibnu Ishaq dalam keterangannya: Ketika Allah telah selesai dari urusan-Nya mencaci iblis, lalu Allah kembali kepada Adam yang telah Dia ajari semua nama-nama itu, kemudian berfirman, "Hai Adam, sebutkanlah nama benda-benda itu," sampai dengan firman-Nya, "Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana" (Al-Baqarah: 31-32).


Muhammad ibnu Ishaq melanjutkan kisahnya, "Setelah itu ditimpakan rasa kantuk kepada Adam, menurut keterangan yang sampai kepada kami dari kaum ahli kitab yang mempunyai kitab Taurat, juga dari kalangan ahli ilmu selain mereka yang bersumber dari Ibnu Abbas dan lain-lainnya. Kemudian Allah mengambil salah satu dari tulang iga sebelah kirinya dan menambal tempatnya dengan daging, sedangkan Adam masih tetap dalam keadaan tidur, belum terbangun. Lalu Allah menjadikan tulang iganya itu istrinya —yaitu Siti Hawa— berupa seorang wanita yang sempurna agar Adam merasa tenang hidup dengannya.


Ketika tidur dicabut darinya dan Adam terbangun, ia melihat Siti Hawa telah berada di sampingnya, lalu ia berkata —menurut apa yang mereka dugakan, tetapi Allah-lah Yang lebih mengetahui kebenarannya—, "Oh dagingku, darahku, dan istriku," lalu Adam merasa tenang dan tenteram bersamanya. Setelah Allah mengawinkannya dan menjadikan rasa tenang dan tenteram dalam diri Adam, maka Allah berfirman kepadanya secara langsung:


{يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ}


Hai Adam, diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 35)


Menurut pendapat lain, penciptaan Siti Hawa terjadi sesudah Adam masuk surga, seperti yang dikatakan oleh As-Saddi dalam salah satu riwayat yang diketengahkannya dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud serta dari sejumlah sahabat. Disebutkan, setelah iblis diusir dari surga dan Adam ditempatkan di dalam surga, maka Adam berjalan di dalam surga dengan perasaan kesepian karena tiada teman hidup yang membuat dia merasa tenang dan tenteram dengannya. Kemudian Adam tidur sejenak. Setelah terbangun, ternyata di dekat kepalanya terdapat seorang wanita yang sedang duduk. Allahlah yang telah menciptakannya dari tulang iga Adam. Lalu Adam bertanya kepadanya, "Siapakah kamu ini?" Hawa menjawab, "Seorang wanita." Adam bertanya, "Mengapa engkau diciptakan?" Hawa menjawab, "Agar kamu merasa tenang dan tenteram bersamaku." Para malaikat bertanya kepada Adam seraya menguji pengetahuan yang dicapai oleh Adam, "Siapakah namanya hai Adam?" Adam menjawab, "Dia bernama Hawa." Mereka bertanya lagi, "Mengapa dinamakan Hawa?" Adam menjawab, "Sesungguhnya dia dijadikan dari sesuatu yang hidup." Allah Swt. berfirman: Hai Adam, diamilah olehmu dan istrimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai. (Al-Baqarah: 35)


***********


Adapun firman Allah Swt.:


{وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ}


Dan janganlah kamu berdua dekati pohon ini. (Al-Baqarah: 35)


Hal ini merupakan pilihan dari Allah Swt. dan sengaja dijadikan-Nya sebagai ujian buat Adam. Para ulama berbeda pendapat mengenai jenis pohon ini.


Biasanya larangan mendekati tertuju kepada hal-hal yang mengandung rangsangan kuat, seperti Hubungan Seks baik bagi pasangan zina mau pun yang halal yaitu istri sendiri namun dalam kondisi yang dilarang seperti itikaf atau ihram.


 Kami tidak mengetahui jenis pohon apa yang terlarang bagi Adam itu secara tertentu, karena Allah tidak memberikan suatu dalil pun bagi hamba-hamba-Nya yang menunjukkan hal tersebut, baik di dalam Al-Qur'an maupun di dalam sunnah yang sahih. 


Di celah larangan itu tergambar bahwa tempat yang ditinggali adam bukanlah tempat yang abadi, karena dalam keabadian tidak akan ada larangan. Ini juga menggambarkan kepada kita bahwa larangan Allah itu lebih sedikit dibandingkan dengan apa yang diperbolehkannya. Serta menjadi isyarat bahwa hidup manusia harus disertai larangan karena tanpa larangan tidak akan lahir kehendak, dan tidak pula berbeda antara manusia dan binatang.


Kamis, 09 Juni 2022

Rendahnya Kehidupan Dunia

 


Jika Ayat Al Qur'an dan Hadits Nabi sudah memberikan pemahaman, kesadaran, atau minimal pengetahuan kepada kita bahwa dunia itu tercela, maka itu adalah bukti telah tercapainya tujuan pengutusan para Nabi karena mereka tidak diutus kecuali untuk itu.

Dunia diumpamakan seperti makanan yang dikonsumsi oleh manusia, kemudian setelah itu menjadi kotoran. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

إِنَّ مَطْعَمَ ابْنِ آدَمَ جُعِلَ مَثَلًا لِلدُّنْيَا وَإِنْ قَزَّحَهُ وَمَلَّحَهُ فَانْظُرُوْا إِلَى مَا يَصِيْرُ

 Sesungguhnya makanan anak Adam (makanan yang dimakannya) dijadikan perumpamaan terhadap dunia. Walaupun ia sudah memberinya bumbu dan garam, lihatlah menjadi apa makanan tersebut akhirnya

Hasan : HR. Ahmad, V/136; Ibnu Hibbân, no. 2489-Mawâriduzh Zham`ân), dan lainnya dari Ubay bin Ka’ab Radhiyallahu anhu. Lihat Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah(no. 382).

Bahkan Dunia tidak berharga meskipun hanya seberat sayap nyamuk. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

لَوْ كَانَتِ الدُّنْـيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ 

Seandainya dunia di sisi Allâh sebanding dengan sayap nyamuk, maka Dia tidak memberi minum sedikit pun darinya kepada orang kafir

(Shahih: HR. At-Tirmidzi, no. 2320 dan Ibnu Mâjah, no. 4110 dari Sahl bin Sa’d Radhiyallahu anhu. Lafazh ini milik at-Tirmidzi.)

Sejatinya, yang menjadikan nilai dunia lebih rendah dari nyamuk bukanlah karena dunia itu lebih jelek dari segi penciptaannya daripada nyamuk. Bukan, bukan karena itu. Sebab kalau dari sisi ini jelas dunia jauh lebih bernilai. Apa yang ada di dunia adalah semata-mata karunia dan nikmat dari Allah, sang Pencipta. Gunung, lautan, matahari, bulan, bintang, dan seterusnya adalah pemberian yang wajib disyukuri. Dan tanpa diragukan lagi, semua itu jauh lebih baik dan berharga dibanding nyamuk.

Tetapi yang menjadikan nilai dunia ini lebih rendah dari nyamuk adalah dikarenakan polah dan tingkah laku manusia itu sendiri. Lalu apa hubungannya dengan soalan ini? Ya jelas ada hubungannya, karena manusia adalah pemakmur dan penanggung jawab bumi. Terlebih-lebih mayoritas penduduk bumi berjenis manusia pertama, sebagaimana diuraikan di atas. Jadi, kesimpulannya adalah tingkah laku manusia itu lebih hina dan rendah dari pada tingkah laku nyamuk.

Tapi, bagaimana mungkin manusia bisa lebih hina dan rendah daripada nyamuk? Bukankah manusia diberi kelebihan akal, sedangkan nyamuk tidak? Justru, di sinilah letak pokok persoalannya.

Jika manusia memang memiliki akal, kenapa ia mengganggu yang lain? Kenapa buang sampah sembarangan, misalnya? Kenapa pula merokok di sembarang tempat, bukankah ia punya mata, kenapa tidak digunakan? Lalu kenapa juga ada penebangan liar, perusakan alam dan pemusnahan satwa? Bukankah kerusakan yang terjadi di bumi ini sebagian besar adalah ulah tangan manusia? Bukankah  error-nya ekosistem itu juga disebabkan manusia?

Penilaian tercelanya dunia tidak akan didapat kecuali mengetahui hakikat dunia itu sendiri, mengetahui apa yang harus dijauhi atau tidak, karena ia dapat menjadi musuh jelas yang akan menghalangi jalan Kepada Allah.

Dunia dan Akhirat ini hanya dipisahkan oleh kematian, maka semua yang ada sebelum mati adalah dunia yang sudah menjadi bagian mu dari syahwat, kelezatan dsb. Namun tidak semua yang ada di dunia itu tercela, karena ia terbagi pada tiga macam :

1. Amal soleh yang akan berbuah pahala di akhirat seperti yang diajarkan Agama.

2. Amal dunia yang tidak ada kaitan dengan akhirat seperti : kenikmatan, maksiat, perkara mubah melebihi kebutuhan ini semua tercela.

3. Amal dunia yang dijadikan wasilah untuk akhirat mendapatkan ilmu dan amal soleh.

Maka setiap amal yang bukan untuk Allah adalah keduniaan, dan apa yang untuk Allah maka bukanlah keduniaan.

Hakikat dunia itu adalah ibarat apa yang ada di bumi dan di atasnya sebagaimana dalam surat Al Kahfi : 7.

اِنَّا جَعَلۡنَا مَا عَلَى الۡاَرۡضِ زِيۡنَةً لَّهَا لِنَبۡلُوَهُمۡ اَ يُّهُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا

7. Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, untuk Kami menguji mereka, siapakah di antaranya yang terbaik perbuatannya.

Sedangkan dalam Surat Ali Imran :14 dunia itu hanya tiga macam :

1. Tambang untuk alat, rumah, perhiasan dsb

2. Tumbuhan untuk dimakan dan berobat

3. Makhluk Hidup, untuk kendaraan, makanan, kesenangan seperti binatang. Sedangkan manusia untuk pasangan, pembantu, pemimpin, yang menuntut penghargaan.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَالۡبَـنِيۡنَ وَالۡقَنَاطِيۡرِ الۡمُقَنۡطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالۡفِضَّةِ وَالۡخَـيۡلِ الۡمُسَوَّمَةِ وَالۡاَنۡعَامِ وَالۡحَـرۡثِ‌ؕ ذٰ لِكَ مَتَاعُ الۡحَيٰوةِ الدُّنۡيَا ‌ۚ وَاللّٰهُ عِنۡدَهٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ

14. Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.

Perkaran keduniaan ini hanya akan membuat manusia terikat: pertama, ia akan terikat hatinya dengan kecintaan dunia sehingga mengakibatkan muncul sifat jelek seperti sombong, hasud, riya, suu dzon dll.

Kedua: ia terikat badannya untuk mengurus bagian2 dunia sehingga sibuk terus dialaminya sampai melupakan yang lainnya baik di dunia ataupun akhiratnya.

Dari Zain bin Tsabit (seorang sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

مَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ وَمَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ نِيَّتَهُ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ أَمْرَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ

“Siapa yang dunia menjadi keinginan terbesar dihatinya, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya. Dan Allah jadikan kefakiran diantara kedua matanya. Dan dunia tidak mendatanginya kecuali yang dituliskan saja untuknya. Dan siapa yang akhirat itu menjadi niat utamanya (keinginan terbesar di hatinya akhirat), Allah akan kumpulkan urusannya untuknya, dan Allah akan jadikan kekayaan di hatinya dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan dunia itu hina di matanya.” (HR. Ibnu Majah)

Contoh model konkrit yang bisa mengelola dunia adalah para sahabat dimana mereka tidak mengambil dunia untuk dunia tapi mereka jadikan dunia untuk agamanya. Walau pun mereka tidak menjauhi dunia seluruhnya, tidak berlebih-lebihan tapi secara adil menjadikan dunia penunjang ketakwaan kepada Allah.




Minggu, 05 Juni 2022

BAB MANDI DAN HUKUM JUNUB

   بَابُ اَلْغُسْلِ وَحُكْمِ اَلْجُنُبِ 

Mandi ini berkaitan dengan salat sebagaimana dalam al maidah ayat 6, yg membedakan hadas kecil dengan wudhu dan hadas besar seperti junub hilang dengan mandi.

Mandi yang dimaksud adalah seluruh anggota tubuh basah dengan air yang kita sebut dengan mandi besar atau adus. Sedangkan disebut mandi junub maksudnya mandi karna kondisi sedang junub.

Mandi yang paling sederhana adalah basahnya seluruh anggota badan oleh air walaupun dengan cara menceburkan diri ke kolam atau sungai. Sedangkan mandi yang sempurna adalah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasul, karena mengandung hikmah tersendiri. Dan tidak ada pahala lebih kecuali karena mengikuti sunah rasul.

Hikmah mandi ini memberikan kekuatan dan kesegaran dan menghilangkan kemalasan karena setelah keluar mani badan menjadi lemah karena melibatkan seluruh badan, sedang kencing hanya membuang kotoran kelebihan makan dan minum. Seperti rasul berkeliling ke semua istrinya tp mandi tiap berganti.

- عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ ( قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ ( { اَلْمَاءُ مِنْ اَلْمَاءِ }  رَوَاهُ مُسْلِم.وَأَصْلُهُ فِي اَلْبُخَارِيّ.  

Dari Abu Sa’id al-Khudri,i berkata, “Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Air itu dari air.’” Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, tetapi asalnya dari Bukhari

- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ( قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ ( { إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا اَلْأَرْبَعِ, ثُمَّ جَهَدَهَا, فَقَدْ وَجَبَ اَلْغُسْلُ }  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ 

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Apabila ia duduk diantara empat cabangnya, kemudian ia mengerjakannya, sesungguhnya wajib mandi,’”Muttafaq Alaih


 Ada riwayat yang shahih juga menerangkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda, “Tidak ada air melainkan lantaran air”. ini berarti kalau seorang jimak tetapi tidak keluar mani, tidak wajib mandi. Arti yang begini berlawanan dengan beberapa banyak hadis shahih. Dari itu, ulama hadis faham bahwa hadis “tidak wajib mandi melainkan lantaran keluar mani” itu mansukh dengan hadis 116 dan lain-lainnya yang semakna dengannya, sedang Ibnu Abbas berkata, “Bahwa tidak wajib mandi melainkan keluar mani”. Maksudnya bahwa kalau seorang mimpi bersetubuh tetapi tidak keluar mani tidak wajib mandi.

وَعَنْ أَنَسِ]بْنِ مَالِكٍ] ( قَالَ: { قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ ( -فِي اَلْمَرْأَةِ تَرَى فِي مَنَامِهَا مَا يَرَى اَلرَّجُلُ- قَالَ: "تَغْتَسِلُ" }  مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ. 

Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Mengenai perempuan melihat dalam mimpinya apa yang dilihat oleh laki-laki’. Beliau bersabda, ‘ ia mandi.’”Muttafaq Alaih.

Perempuan yang mimpi sebagaimana laki-laki, kalau keluar mani, ia wajib mandi. Rasulullah saw. menerangkan bahwa persamaan rupa anak dengan bapaknya atau dengan ibunya, ialah lantaran mani.

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: { كَانَ اَلنَّبِيَّ ( يَغْتَسِلُ مِنْ أَرْبَعٍ: مِنْ اَلْجَنَابَةِ, وَيَوْمَ اَلْجُمُعَةِ, وَمِنْ اَلْحِجَامَةِ, وَمِنْ غُسْلِ اَلْمَيِّتِ }  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ خُزَيْمَة َ .  

Dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah saw. mandi lantaran empat (perkara) : lantaran janabat, di hari jum’at, berbekam dan memandikan mayit. Hadis ini diriwayatkan Imam Abu Daud dan dishahihkan ibnu khuzaimah

 Hadis ini menerangkan Rasulullah saw., mandi lantaran empat urusan, Rasulullah saw. bukan memerintah kita.Hadis yang mewajibkan mandi janabat dan mandi hari jum’at memang ada, tetapi yang mewajibkan mandi lantaran berbekam dan memandikan mayit, tidak ada.Oleh demikian itu, mandi lantaran dua perkara itu, tidak wajib.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ( { -فِي قِصَّةِ ثُمَامَةَ بْنِ أُثَالٍ, عِنْدَمَا أَسْلَم- وَأَمَرَهُ اَلنَّبِيُّ ( أَنْ يَغْتَسِلَ }  رَوَاهُ عَبْدُ اَلرَّزَّاق ِ . وَأَصْلُهُ مُتَّفَقٌ عَلَيْه

dari Abu Hurairah, mengenai qishash Tsumamah bin Utsal ketika ia masuk Islam dan Nabi saw memerintahnya supaya mandi. Hadis ini diriwayatkan oleh Abdurrazaq dan asalnya muttafaq alaih

- وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ ( أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ ( قَالَ: { غُسْلُ اَلْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ }  أَخْرَجَهُ اَلسَّبْعَة ُ .  

Dari Abu Said al-Khudri, bahwasanya Rasulullah saw. telah bersabda, “Mandi pada hari jum’at itu wajib atas setiap orang yang baligh. Hadis ini ditakhrij oleh as-Sab’ah (imam yang tujuh)

 Mandi pada hari Jum’at tidak ada sangkut pautnya dengan shahnya shalat Jum’at. Akan tetapi, hukum mandi Jum’at itu wajib bagi setiap orang muslim dewasa atau mereka yang terkena kewajiban shalat Jum’at. Pernah terjadi, seorang shahabat masuk ke mesjid untuk shalat Jum’at dengan terlambat, maka pada itu mendapat teguran dari khalifah Umar yang kebetulan menjadi khatib Jum’at saat itu. Ia ternyata belum mandi disebabkan terburu-buru pulang dari pasar, sehingga tidak sempat mandi dahulu. Demikian diriwayatkan alBukhari dalam Fathul Bari 2 : 286.

Peristiwa seorang shahabat yang tidak sempat mandi pada hari Jum’at itu, tentu saja disaksikan oleh shahabat lainnya, dan ternyata ia terus saja melangsungkan shalat Jum’at dengan mengaku bahwa dirinya memang telah meninggalkan satu perintah, yakni mandi.

وَعَنْ عَلِيٍّ ( قَالَ: { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ ( يُقْرِئُنَا اَلْقُرْآنَ مَا لَمْ يَكُنْ جُنُبًا }  رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَهَذَا لَفْظُ اَلتِّرْمِذِيِّ وَحَسَّنَةُ, 

Dari Ali, ia berkata, “Rasulullah saw. membacakan al-Qur’an kepada kami selama ia junub. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Khamsah (imam yang lima) dan ini lafadz Imam at-Tirmidzi, dan ia menshahihkannya dan Ibnu Hibban menganggapnya hasan.

 Yang tersebut itu perkataan Ali. Ia tidak menerangkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, bahwa waktu junub itu aku tidak membacakan alQuran. Imam al-Bukhari meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas tidak menganggap salah membaca alQuran bagi orang yang junub. Pada hadis ke 84, Aisyah pernah menerangkan bahwa Rasulullah saw. menyebut Allah dalam segala waktunya. Lihat keterangan di situ, Aisyah lebih tahu keadaan Nabi saw. dalam hal berjunub atau tidaknya. 

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ ( قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ ( { إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ, ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوءًا }  رَوَاهُ مُسْلِم ٌ . زَادَ اَلْحَاكِمُ: { فَإِنَّهُ أَنْشَطُ لِلْعَوْدِ }    

Dari Abu Sa’id al-Khudri, ia berkata, “Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Barangsiapa menggauli istirnya, kemudian ia hendak mengulangi lagi, maka hendaklah ia berwudhu satu kali wudhu diantara dua (kali) itu.’”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim. Dan Imam al-Hakim menambah : ……Karena (yang demikian itu) lebih menyegarkan perbuatan itu.

Termuat di dalam kitab imam an-Nasai, sabda Rasulullah saw : Aku tidak diperintah berwudhu melainkan apabila aku hendak shalat. Kata pengarang Subulus Salam, telah Tsabit, bahwa Rasulullah saw. menggauli isteri-isterinya dengan tidak berwudhu; dan ada pula riwayat, bahwa Rasulullah saw. mandi sesudah tiap-tiap kali menggauli, jadi semua itu boleh, yakni tidak wajib. Maka perintah di dalam hadis 125 itu hanya perintah mustahab, bukan wajib. 

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: { كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ ( إِذَا اِغْتَسَلَ مِنْ اَلْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ, ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ, فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ, ثُمَّ يَتَوَضَّأُ, ثُمَّ يَأْخُذُ اَلْمَاءَ, فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ اَلشَّعْرِ, ثُمَّ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ, ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ }  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم ٍ .

Dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah saw. apabila mandi janabat, ia mulai, yaitu mencuci dua tangannya, kemudian menuangkan dengan tangan kanannya atas tangan kirinya, lalu ia cuci kemaluannya, kemudian berwudhu, kemudian beliau mengambil air, beliau masukkan jari-jarinya pada pangkal-pangkal rambutnya, kemudian menuangkan di atas kepalanya tiga kali tuangan, kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya, kemudian mencuci kakinya.  Muttafaq Alaih, tetapi lafadz itu bagi Imam Muslim


 I. Ringkasan dari beberapa riwayat itu ialah, bahwa Rasulullah saw. mandi dengan a. mencuci dua tangannya, b. mencuci kemaluanya dengan tangan kirinya,

 c. berwudhu, d. menyiram kepalanya sampai pangkai rambut, e. menuangkan air tiga kali tuangan, f. menyiram seluruh tubuh, g. mencuci kakinya, i. tidak mau pakai alat pembersih, j. membuang atau mengetiskan bekas-bekas air di anggotanya dengan tangan.

II. yang tersebut di hadis-hadis itu ialah cara mandi janabat yang sempurna, dan sepatunya kita kerjakan demikian, tetapi tidak wajib, karena Rasulullah saw. tidak perintah, hanya kerjakan. Adapun mandi janabat sekurang-kurangnya ialah meratakan air pada seluruh tubuh.

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ ( { إِنِّي لَا أُحِلُّ اَلْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلَا جُنُبٌ }  رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, 

Dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah saw. telah bersabda, ‘Sesungguhnya aku tidak halalkan mesjid bagi yang haid dan begitu pula bagi yang junub.’”Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah menshahihkannya.

 Maksud hadis ini, ialah tidak halal orang yang haid dan orang yang junub duduk di mesjid. Ada beberapa riwayat membolehkan orang yang haid masuk mesjid untuk meletakkan sesuatu, dan pada surat an-Nisa ayat 43 membolehkan orang junub lewat di dalam mesjid.


Kamis, 02 Juni 2022

Kualitas Yang Melindungi dari Gangguan



Tafsir Ali Imran 111-112

Kemudian Allah Swt. memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin seraya menyampaikan berita gembira kepada mereka bahwa pertolongan dan kemenangan akan diperoleh mereka atas kaum Ahli Kitab yang kafir lagi mulhid, yaitu melalui firman-Nya:


{لَنْ يَضُرُّوكُمْ إِلا أَذًى وَإِنْ يُقَاتِلُوكُمْ يُوَلُّوكُمُ الأدْبَارَ ثُمَّ لَا يُنْصَرُونَ}


Mereka sekali-kali tidak akan dapat membuat mudarat kepada kalian, selain dari gangguan-gangguan celaan saja; dan jika mereka berperang dengan kalian, pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah). Kemudian mereka tidak mendapat pertolongan. (Ali Imran: 111)


Memang demikianlah kenyataannya, karena sesungguhnya dalam Perang Khaibar Allah menghinakan mereka dan membuat hidung mereka terpotong (hina dina). Hal yang sama dialami pula oleh orang-orang sebelum mereka dari kalangan Yahudi Madinah, seperti Bani Qainuqa', Bani Nadir,dan Bani Quraizah; semuanya dibuat hina oleh Allah.


Hal yang sama dialami pula oleh orang-orang Nasrani di negeri Syam. Para sahabat mematahkan penyerangan mereka dalam berbagai peperangan, dan merampas kekuasaan negeri Syam dari tangan mereka untuk selama-lamanya. Masih ada segolongan kaum muslim yang tetap berjuang di negeri Syam hingga Nabi Isa ibnu Maryam diturunkan, sedangkan mereka dalam keadaan tetap berjuang. Kemudian Nabi Isa a.s. memerintah dengan hukum agama Islam dan syariat Nabi Muhammad Saw. Lalu ia memecahkan semua salib, membunuh babi-babi serta menghapuskan jizyah, dan tidak mau menerima kecuali hanya agama Islam.


*******************


Kemudian Allah Swt. berfirman:


{ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ}


Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (Ali Imran: 112)

Yakni Allah menetapkan kehinaan dan rendah diri pada diri mereka di mana pun mereka berada. Karena itu, hidup mereka tidak merasa aman.


{إِلا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ}


kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah. (Ali Imran: 112)

Yaitu jaminan dari Allah. Maksudnya, janji jaminan keamanan bagi mereka dengan dibebani membayar jizyah dan menetapkan atas mereka hukum-hukum agama Islam.


{وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ}


dan tali (perjanjian) dengan manusia. (Ali Imran: 112)

Yakni jaminan keamanan dari orang lain buat mereka, seperti perjanjian perdamaian dan gencatan senjata serta tawanan bila keselamatannya dijamin oleh seseorang dari kalangan kaum muslim, sekalipun si penjaminnya adalah seorang wanita muslimah. Demikian pula halnya perihal budak, menurut suatu pendapat di kalangan para ulama.

Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (Ali Imran: 112) Yaitu janji dengan Allah dan janji dengan manusia.

Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Ata, Ad-Dahhak, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.


*******************


Firman Allah Swt.:


{وَبَاءُوا بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ}


dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah. (Ali Imran: 112)

Maksudnya, murka dari Allah sudah seharusnya menimpa mereka; mereka berhak menerimanya.


{وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ}


dan mereka diliputi kerendahan. (Ali Imran: 112)

Yakni mereka harus menerima kehinaah secara takdir dan peraturan syara'. Karena itu, dalam ayat selanjutnya disebutkan:


{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَانُوا يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ الأنْبِيَاءَ بِغَيْرِ حَقٍّ}


Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. (Ali Imran: 112)

Yakni sesungguhnya yang mendorong mereka berbuat demikian tiada lain adalah sifat takabur, zalim, dan dengki. Maka sebagai akibatnya mereka ditimpa oleh kehinaan dan kenistaan untuk selama-lamanya yang berlangsung sampai kehinaan di akhirat. Kemudian Allah Swt. berfirman:


{ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ}


Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas. (Ali Imran: 112)

Yaitu sesungguhnya hal yang mendorong mereka ingkar terhadap ayat-ayat Allah dan berani membunuh rasul-rasul Allah —lalu sifat tersebut dicap pada diri mereka— tiada lain karena mereka banyak berbuat maksiat terhadap perintah-perintah Allah, bergelimang di dalam lumpur kemaksiatan, dan berani melanggar syariat Allah. Semoga Allah melindungi kita semua dari perbuatan tersebut, dan hanya kepada Allah-lah kita meminta pertolongan.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar Al-Azdi, dari Abdullah ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang Bani Israil pernah membunuh tiga ratus orang nabi dalam sehari, kemudian pada petang harinya mereka mendirikan pasar sayur-mayur mereka.

Rabu, 01 Juni 2022

Miras (Minuman Keras)

 بَابُ حَدِّ اَلشَّارِبِ وَبَيَانِ اَلْمُسْكِرِِ

َعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه ( أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم أَتَى بِرَجُلٍ قَدْ شَرِبَ اَلْخَمْرَ, فَجَلَدَهُ بِجَرِيدَتَيْنِ نَحْوَ أَرْبَعِينَ. قَالَ: وَفَعَلَهُ أَبُو بَكْرٍ, فَلَمَّا كَانَ عُمَرُ اِسْتَشَارَ اَلنَّاسَ, فَقَالَ عَبْدُ اَلرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ: أَخَفَّ اَلْحُدُودِ ثَمَانُونَ, فَأَمَرَ بِهِ عُمَرُ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ


Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah didatangkan seorang yang telah minum arak, lalu memukulnya dengan dua pelepah kurma sekitar empat puluh kali. Perawi berkata: Abu Bakar juga melakukan demikian. Pada masa Umar, ia bermusyawarah dengan orang-orang, lalu Abdurrahman Ibnu 'Auf berkata: Hukuman paling ringan adalah delapan puluh kali. Kemudian Umar memerintahkanuntukmelaksanakannya.MuttafaqAlaihi.


وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِذَا ضَرَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَتَّقِ اَلْوَجْهَ )  مُتَّفَقٌ عَلَيْه

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila salah seorang di antara kamu memukul, hendaknya ia menghindari (memukul) wajah." MuttafaqAlaihi.

َوَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم (  لَا تُقَامُ اَلْحُدُودُ فِي اَلْمَسَاجِدِ )  رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَالْحَاكِم

Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak diperbolehkan melaksanakan hukuman di dalam Masjid." Riwayat Tirmidzi dan Hakim.

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (  كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ, وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ )  أَخْرَجَهُ مُسْلِم

Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Setiap yang memabukkan adalah arak dan setiap yang memabukkan adalah haram." Riwayat Muslim 

وَعَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ( مَا أَسْكَرَ كَثِيرُهُ, فَقَلِيلُهُ حَرَامٌ )  أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَالْأَرْبَعَة ُ. وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان

Dari Jabir bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesuatu yang banyaknya memabukkan, sedikitnya pun haram." Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. 

وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُنْبَذُ لَهُ اَلزَّبِيبُ فِي اَلسِّقَاءِ, فَيَشْرَبُهُ يَوْمَهُ, وَالْغَدَ, وَبَعْدَ اَلْغَدِ, فَإِذَا كَانَ مَسَاءُ اَلثَّالِثَةِ شَرِبَهُ وَسَقَاهُ, فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ أَهْرَاقَهُ )  أَخْرَجَهُ مُسْلِم

Ibnu Abbas berkata: RasulullahShallallaahu 'alaihiwaSallamselaludibuatkanrendamankismisdalamtempatminuman. Beliaumeminumnyahariitu, esoknyadanesoklusanya.Bilapada sore hariketigamasihada, beliaumeminumnyadanmemberikannyakepada orang lain. Bilamasihadajugasisanya, beliaumembuangnya.Riwayat Muslim

َوَعَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا, عَنْ اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: (  إِنَّ اَللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ )  أَخْرَجَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ حِبَّان

Dari Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat penyembuhmu dalam apa yang diharamkan kepadamu." RiwayatBaihaqidandinilaishahiholehIbnuHibban

َوَعَنْ وَائِلٍ اَلْحَضْرَمِيِّ; أَنَّ طَارِقَ بْنَ سُوَيْدٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا ( سَأَلَ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَنْ اَلْخَمْرِ يَصْنَعُهَا لِلدَّوَاءِ? فَقَالَ: إِنَّهَا لَيْسَتْ بِدَوَاءٍ, وَلَكِنَّهَا دَاءٌ )  أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ وَأَبُو دَاوُدَ وَغَيْرُهُمَ

Dari Wail al-Hadlramy bahwa Thariq Ibnu Suwaid Radliyallaahu 'anhu bertanya kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tentang arak yang dijadikan obat. Beliaubersabda: "Sesungguhnyaiabukanlahobat, namuniapenyakit." Riwayat Muslim, Abu Dawuddan lain-lain


Al-Khamru, Al-Mizru, Al-Ghaulu (alkohol), maksudnya sama yaitu semacam cairan yang memabukkan bila diminum, yang dinegeri kita biasa disebut “Arak”,  “Bier” dan minuman keras.

Nama-nama yang disebut diatas, menunjukkan sifat minuman termaksud, Al-Khamru artinya “tutupan”, seperti kata-kata “Khimar” yang artinya “kudung” yang menutup kepala, dan Al-Khamru menutup otak, mabuk, tidak sadar dan sebagainya.

Al-Khamru dapat diartikan “peraman” mengubah anggur menjadi arak, dan kata-kata arak-pun mengandung arti sifat minuman keras termaksud, sebab arak itu artinya “keringat”, sebab yang menjadi alkohol itu adalah tetesan yang menetes bila perahan itu dimasak dalam periuk uap (disuling), uap-nya akan menetes seperti keringat.

Al-Ghaulu (alkohol) adalah nama bagi sesuatu khayalan, semacam “genderuwo”, yang kata orang suka menculik anak yang tidak lekas pulang ke rumah bila matahari sudah terbenam dan anak itu menjadi tidak sadar.

“Spirtus” termasuk alkohol, dibuat dari zat bubuk penggergajian kayu tapi tidak diminum, sengaja spirtus diberi warna lembayung (methyl violet) tanda tidak boleh diminum, minuman keras atau arak tidak diwarnai lembayung, padahal bahayanya tidak kalah dari bahaya spirtus bila diminum, semua Kitab Suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi-nabi mengharamkan minuman termaksud.

Minuman keras dapat dibuat dari perahan anggur, karena itu sekalipun sudah beralih sifatnya, berbeda rasanya, orang tetap menamakannya anggur yang artinya arak, minuman keras dan sebagainya.

Minuman keras dinamakan Al-Mizru bila dibuat bukan dari anggur, seperti kurma, madu; sya’ir; prium, beras ketan dan lain-lain.

Islam mengharamkan makan dan minum segala makanan atau minuman yang memabukkan dengan muthlaq, dari bahan apa saja dibuatnya, tetap hukumnya haram, dengan memakai nama apa saja tetap hukumnya haram, bila yang dinamakan atau yang diminum itu “muskir” (yang memabukkan).

Adapun orang yang minum arak itu ada yang mabuk dan ada yang tidak mabuk, mungkin disebabkan sedah kebal atau kuat, namun tetap hukumnya haram.

Orang yang minum arak dua tetes tentu tidak akan mabuk, tetapi hukumnya tetap haram, seperti daging babi satu kilo haram dan makan sebesar ujung jarumpun hukumnya haram.

Bila arak tersimpan lama akan beralih menjadi cuka, tidak bertukar dzatnya tapi bertukar ilahnya, hilang unsur yang muskirnya yang tadinya merupakan cairan yang memabukkan, kini menjadi halal, sebab cuka tidak termasuk “muskir”.

Perahan anggur atau perahan air peuyeum (tape) selama belum beralih menjadi “muskir” hukumnya halal; tapi tidak bila sudah menjadi “muskir”, maka hukumnya jadi haram, dalam qaidah ushul fiqih dikatakan, hukum yang seperti ini beredar dan bertukar, beralih menurut ilah-nya, memabukkan itu adalah ilah-nya dan bila ilah-nya berubah maka hukumnya-pun turut berubah.

Hukum seperti ini, ialah hukum makan bawang, hukumnya makruh. Sayyidina Umar menganjurkan bila mau makan bawang masaklah yang matang hingga bau busuknya itu hilang, ia tetap bawang tapi ilah-nya hilang, karena itu hukumnya jadi tidak makruh, berlainan dengan hukum yang mengenai dengan dzat-nya seperti babi, hukumnya tidak dapat berubah sebab yang haram dzat-nya bukan ilah-nya. 

Bila satu sendok alkohol kita campurkan dengan air sekolam atau kita masukkan ke dalam sumur, maka air yang ada di tempat itu bukan cairan “muskir”, hukumnya tidak haram, tetapi sesendok teh yang yang “muskir” diminum, hukumnya haram, sebab yang diminum itu adalah cairan yang “muskir”, sekalipun sedikit, demikian pula arak yang dicampur air, bila masih tetap merupakan minuman “muskir”, tetap haram hukumnya.

Buah anggur itu tidak “muskir”, tapi ia dapat beralih menjadi “muskir”, demikian pula beras ketan, perahannya bisa jadi “muskir”, bila dimasak, dikukus, setelah masak lalu dipaparkan, dileraikan diatas tampan, setelah dingin lalu dibubuhi ragi, kemudian diperam agar bercendawan (berjamur), maka bersaranglah padanya sebangsa kuman (bakteri) yang sangat banyak, yang bernama “botytis cinera bacteria” atau “lactic acid bacteria” atau “kuman asam susu”, dan kuman-kuman itulah yang bekerja mengubah ketan itu menjadi busuk, atau menjadi tape, semua yang mengandung zat gula dapat berubah dengan bakteri-bakteri itu menjadi alkohol, lalu tape itu diperas dan itulah yang dinamakan “samsu”, cairan “muskir” yang mengandung alkohol lebih kurang 15%.

Samsu itu bisa dimasak dalam periuk uap dengan api yang panasnya 100 derajat celcius dan ditampung yang menetes dari uapnya, dan tetesan itu dinamakan alkohol absolutus, alkohol 99%.

Tape Ubi Kayu umumnya kering, padanya mungkin mengandung bahan alkohol, tapi dia bukan “muskir”, tidak pernah ada orang yang mabuk karena makan tape tersebut, tapi tape beras pulut (ketan) biasanya banyak mengandung air, dan bila sudah terasa hangat bila diminum tandanya sudah banyak mengandung alkohol.

Sehubungan dengan air tape atau yang hampir sama dengan itu, dalam hadits riwayat Abu Dawud dan AnNasai dari Abu Hurairah, dia pernah membuat “nabidz” untuk dihadiahkan kepada Rasulullah, untuk minuman berbuka puasa.

Tatkala “nabidz” itu dibuka, ternyata sudah bersuara mendidih, sudah “yanissu”, tanda sudah menjadi minuman yang “muskir”, Rasulullah memerintah supaya “nabidz” termaksud dibuang dan dinyatakan minuman yang seperti itu bukan minuman yang halal.

Rasulullah bersabda :

إِضْرِبْ بِهَذَا الْحَائِطَ, فَإِنَّ هَذَا شَرَابٌ مَنْ لاَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ.

(ح.ر. ابو داود والنسائى)

“Buanglah minuman ini keluar, sesungguhnya minuman ini bukan minuman orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat”.

Ibnu ‘Abbas menerangkan bahwa “nabidz” seperti itu, biasanya bila sudah lebih dari tiga malam, yakni sudah hampir jadi minuman “muskir”, Rasulullah menyuruh agar cepat dihabiskan supaya diminum oleh pelayannya dan sisanya dibuang, demikian diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim.

Ibnu ‘Umar memfatwakan, sehubungan dengan minuman seperti itu, yakni “al-‘ashir” yaitu perahan : 

أَشْرِبْهُ مَالَمْ يَأْخُذْهُ شَيْطَانُهُ. (ر. احمد وغيره)

“Minumlah, selama belum mulai syetannya bekerja”.

Dalam Enciklopedia International Copyright 1971 Grollica diterangkan sebagai berikut : Ketergantungan kepada minuman “alkohol” menyebabkan kemunduran dalam kesahatan fisik maupun mental. Yang lebih berbahaya lagi, peminum alkohol umumnya menyadari akan kehancuran dari kebiasaanya minum, tapi ia tidak dapat mengontrolnya lagi (tidak ada rem yang menahan, yaitu, “iman”. – pent).

Ketagihan alkohol itu tumbuh secara bertahap ; pertama kali ia minum hanya untuk mengurangi ketegangan (syaraf), selanjutnya makin banyak dan sampai lupa diri, akhirnya dirinya tidak terkontrol lagi dalam minum barang itu, mulailah lupa makan, agresif dan minum menjadi kebiasaan sehari-hari. Adapun penyebabnya antara lain ialah :

factor psychologis

latar belakang sosial ekonomi

Alkoholism bisa terjadi karena “latar belakang yang kurang baik”, kekesalan, kemarahan, perasaan bersalah, kekecewaan, dia sembuhkan dengan alkohol, dia akan merasa sehat dan tenang setelah minum alkohol.

Pilihan alkohol sebagai penyembuh ketegangan, sifat pemberang (frustasi) mungkin diwarisi ayahnya peminum alkohol dan juga berpengaruh dari lingkungan sosialnya.

Minum alkohol bisa menjadi kebiasaan.

Alcoholic Psychoses

Penyakit jiwa akibat dari terlalu banyaknya minum alkohol.

Pathological intoxiation

Penyakit ketagihan minum alkohol terus-menerus melebihi peminum biasa, bila dihentikan secara mendadak, maka akibatnya lemah, gugup, interpersonal functioning, timbulnya self halucination, seolah-olah senantiasa terancam, penglihatan serba aneh dan pendengaran seolah-olah mereka ada dalam ancaman atau mara-bahaya.

Penggunaan yang kronis dari alkohol mengganggu pencernaan dan mengurangkan vitamine untuk tubuh. Alcoholic paranoia menyebabkan jiwa penuh kecemburuan dan kekalutan.

Sedang Karsalcoff psychosis menyebabkan lemah ingatan, otak maupun syaraf lambat laun terganggu.

Alcoholic anonymous

Organisasi anti alkohol, promosi dari penyembuhan Alcoholism oleh diri sendiri, yaitu organisasi orang-orang bekas peminum alkohol yang ingin menyembuhkan dirinya dari pengaruh alkohol, dibentuk pada tahun 1934, kemudian pada tahun 1961 berkembang menjadi 300.000 anggota yang tersebar diseluruh Amerika Serikat. Mereka yakin pengobatan secara “Spirituil” oleh diri masing-masing akan lebih baik dan berhasil.


Psychology dan Pathologi.

Ethyl alkohol merupakan campuran aktif dalam minuman alkohol yang menyebabkan :

Kegembiraan dalam dosis kecil (100 – 200 mg/cc)

Depresi dan mengganggu koordinasi urat-urat darah (200 – 300 mg/cc)

Mengganggu pernapasan dan akan sangat berbahaya bila terjadi “Bloodlevel” lebih dari 500 mg/cc dan bisa berakibat kematian.

Seperempat dari alcoholic (peminum) menderita penyakit medis : Cirhossis of Liver, pellagra dan gastutis sedang gangguan syaraf sudah biasa, umumnya karena kurang makan.


Pengobatan

Pemabuk umumnya tidak memerlukan pengobatan, kecuali jika timbul “shock” baru memerlukan pengobatan dirumah sakit.


Cara pengobatan

Antabuse, pil yang dimakan tiap hari, dimana menjadikan alkohol tidak enak diminum.

Alcoholic Anonymouns (AA), suatu organisasi anoniumus yang mau menghentikan kebiasaan minum allkohol secara spirituil sendiri.

Pyschotherapy, mencoba faktor-faktor psychologis yang menyebabkan dia anti alkohol.


The personality of the Alcoholic

State University of New York telah mengadakan riset-riset akan ciri-ciri peminum alkohol :

Schizoid Feantures

Tidak percaya kepada orang lain dan sangat emosionil terhadap orang lain dalam pergaulan kemasyarakatannya, mementingkan sendiri dan kurang matang dalam berpikir.

Depression

Kebosanan dan kesepian, meski kadang-kala ditutupi keriangan, pikiran untuk bunuh diri selalu datang.

Defendency

Seperti bayi, menganggap orang lain harus selalu memenuhi segala kebutuhannya dan perasaannya. Dia tidak bisa mengontrol apa yang akan terjadi dalam kehidupannya.

Hosility

Aggressive kepada orangtua atau kepada orang lain yang dirasa mengganggu seleranya.

Sexual Immaturity

Diantara kaum pria sering timbul keraguan terhadap kejantanannya, akibatnya ia melakukan “homo sex”.


Alkohol dilihat dari hukum Islam

Alkohol itu haram, sebagaimana firman Allah :

يَسْأَلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ. قُلْ فِيْهِمَا إِثْمٌ كَبِيْرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا.

“Mereka bertanya kepada kamu dari hal hukum arak dan judi, katakanlah, padanya dosa yang besar, dan ada beberapa kemanfaatannya, tapi dosa dari kedua-duanya itu lebih besar dari kemanfaatannya”. (Surat Al Baqarah ayat 219).

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمُنْوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنْصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya arak dan judi itu …… kotor, dari perbuatan setan, wajib kamu menjauhinya”.


Lalu Rasulullah bersabda :

فَقَالَ ر.ص. حُرِّمَتِ الْخَمْرُ. (ح. ابو داود والطيالسى فى مسنده)

“Arak itu telah diharamkan”. (H.R. Abu Daud Ath-Thayalisi).


Rasulullah bersabda :

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ, وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ. (ح.ص.ر. مسلم)

“Tiap-tiap yang memabukkan adalah arak (khomer) dan tiap-tiap yang memabukkan itu hukumnya haram”. (H.S.R. Muslim).

Dalam satu riwayat, Dailam alHumairi bertanya kepada Rasulullah saw :

يَا رَسُوْلُ اللهِ إِنَّا بِأَرْضٍ بَارِدَةٍ نُعَالِجُ فِيْهَا عَمَلاً شَدِيْدًا, وَإِنَّا نَتَّخِذُ شَرَابًا مِنْ هَذَا الْقَمْحِ نَتَقَوَّى بِهِ عَلَى أَعْمَالِنَا وَعَلَى بَرْدِ بِلاَدِنَا. قَالَ: هَلْ يُسْكِرُ؟ قُلْتُ: نَعَمْ فَاجْتَنِبُوْهُ! قُلْتُ: فَإِنَّ النَّاسَ غَيْرُ تَارِكِيْهِ. قَالَ: فَإِنْ لَمْ يَتْرُكُوْهُ, فَقَاتِلُوْهُمْ. (ح.ر. ابو داود).

“Ya Rasulullah, kami menetap dinegeri dingin, kami berusaha dinegeri itu dengan pekerjaan yang berat, dan sesungguhnya kami membuat minuman dari gandum supaya kami kuat melakukan pekerjaan kami dan bertahan dari kedinginan negara kami. Rasulullah bersabda : Apakah minuman itu memabukkan? – Saya berkata : Ya. – Rasulullah bersabda : Apabila mereka tidak mau meninggalkan minuman itu, perangilah mereka”. (H.R. Abu Daud). 

Dalam riwayat-riwayat lain yang berhubungan dengan alkohol ini, diterangkan antara lain :

مَا أَسْكَرَ كَثِيْرُهُ, فَقَلِيْلُهُ حَرَامٌ (ح.ر. احمد وابن ماجه والدارقطنى وصححه).

“Apa yang memabukkan dalam takaran yang banyak, maka sedikitnya-pun tetap hukumnya haram”.

Rasulullah bersabda :

لَيَشْرَبَنَّ أُنَاسٌ مِنْ أُمَّتِى الْخَمْرَ وَيُسَمُّوْنَهَا بِغَيْرِ اِسْمِهَا (ح.ص.ر. احمد وابو داود).

“Sesungguhnya sebagian manusia dari umatku ada yang minum arak dan mereka meminumnya dengan nama yang lain”. (H.S.R. Ahmad dan Abu Daud).

Rasulullah bersabda :

إِنَّهُ لَيْسَ بِدَوَاءٍ وَلَكِنَّهُ دَاءٌ (ح.ص.ر.احمد و مسلم).

“Sesungguhnya arak itu bukan obat tetapi penyakit”

Rumah makann Islamm dilarang menjual minuman yang muskir. Rasulullah bersabda :

إِنَّ الَّذِى حَرَّمَ شُرْبَهَا حَرَّمَ بَيْعَهَا (ح.ص.ر. مسلم).

“Sesungguhnya Allah yang mengharamkan meminumnya, mengharamkan menjualnya”. 

Apa saja yang memabukkan hukumnya haram, hukum itu tidak berubah disebabkan berubah namanya, hukum haram itu tidak bisa ditawar, tidak diperkenankan sekalipun kepada orang-orang yang kedinginan, dilarang menjual minuman muskir, membuatnya, membuat cuka dari padanya, dan dilarang duduk pada hidangan yang padanya diedarkan arak.


ARAK UNTUK OBAT ?

Ibnu Mas’ud berkata :

إِنَّ اللهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيْمَا حُرِّمَ عَلَيْكُمْ (ح.ر. البخارى).

“Sesungguhnya Allah tidak membuat penyembuh kamu dengan apa yang telah diharamkan”. (H.R. Bukhari, Nailul-Authar 8 : 211)

Rasulullah saw. bersabda :

إِنَّهَا لَيْسَ بِدَوَاءٍ, وَلَكِنَّهَا دَاءٌ (ح.ر. مسلم).

“Sesungguhnya (tuak dan arak) itu bukan obat, melainkan penyakit”. (H.R. Muslim).


Hadits Rasulullah tersebut merupakan jawaban kepada Thariq bin Suwaid, sehubungan dengan usulnya, bahwa dia akan membuat tuak dan arak untuk obat. Rasulullah saw. tidak mengizinkan hal tersebut, yang kemudian Rasulullah tegaskan, bahwa tuak dan arak (sebangsa muskir) itu bukan obat, melainkan penyakit.

Rasulullah saw. bersabda :

إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ, وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ. فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ (ح.ص.ر. ابو داود).

“Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dengan obatnya, dan Allah telah membuat obat bagi tiap-tiap penyakit, karenanya berobatlah, dan janganlah kamu berobat dengan yang haram”. (H.S.R. Abu Daud).

Arak itu haram diminum (kullu khomrin muskirin, wa kullu muskirin haramun), jadi haram hukumnya bila dijadikan obat yang diminum.

Tuak dan arak itu “rijsun”, seperti juga judi dan sembelihan untuk berhala, itu semuanya “rijsun”, yakni kotor atau najis seperti kotoran, yang wajib dijauhi, sebab semuanya merupakan perbuatan setan (lihat Q.S. Al-Maidah : 90).

Rasulullah bersabda :

من شرب الخمر فى الدنيا ثم لم يتب منها لم يشربها فى الأخرة. ح.ص.ر. مسلم 1226

“Barang siapa yang minum arak di dunia, kemudian ia tidak tobat, ia tak akan minum dia di akhirat”.

Berdasar hadits tersebut, kita dapat mengatakan bahwa dari antara minuman ahli surga itu ialah khomer, yang sekarang kita artikan arak. Dua barang yang sama haramnya tidak mesti sama keadaannya, dua orang yang sama namanya tidak talazum, tidak pasti dan segala-galanya sama, yang disebut laban, yaitu susu di akhirat, tidak sama dengan susu yang ada di dunia, demikian pula yang disebut khomer di akhirat tidak sama dengan yang sekarang hukumnya haram, yang sama hanya namanya saja, nama sama tapi lain rasa.

Rasulullah bersabda :

“Laisa fil jannati syai-un mimma fid dunya illal-asma”. 

(H.S.R. Ad-Dliya dari Ibnu Abbas)

“Di surga tidak ada sesuatu yang ada di dunia, selain namanya”.

Yang jadi minuman ahli surga sekalipun namanya khomer, tapi tidak mengandung zat yang merusak, atau memabukkan, dan dapat diminum kapan saja ia sukai.

Firman Allah :

لاَ فِيْهَا غَوْلٌ وَلاَ هُمْ عَنْهَا يَنْزَفُوْنَ (الصافات 47).

“Padanya tidak ada yang membahayakan (memusingkan kepala) dan tidak mabuk karenanya” .

(Ash-Shaffat 47)

Dan firman-Nya :

لاَ يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلاَ يُنْزِفُوْنَ (الواقعة 19).

“Mereka tidak disentuh sakit kepala karenya, dan tidak mereka akan mabuk” .

(Al-Waqiah 19)

Dan firman-Nya :

يَتَنَازَعُوْنَ فِيْهَا كَأْسًا لاَ لَغْوَ فِيْهَا وَلاَ تَأْثِيْمٌ (الطور 23).

“Dalam surga itu mereka edarkan diantara mereka piala yang tidak akan sia-sia dan tidak ada perbuatan dosa”.

(Ath-Thur 23)

Ayat-ayat Quran yang kita baca di atas, semua menunjukkan bahwa di surga tidak ada arak yang kini di dunia haramnya haram yang dinyatakan Al-Quran dinyatakan “rijsun min amalisy syaithan”, kotor dari usaha setan.


BIR MANAKAH YANG HARAM ?

Bir yang diperjual-belikan sekarang dinegeri kita adalah khamr yang diharamkan.

Untuk menjawab masalah itu, cukup dengan membaca hadits yang berikut :

إِنَّ الَّذِيْنَ حَرَّمَ شُرْبَهَا حَرَّمَ بَيْعَهَا

“Sesungguhnya yang Tuhan haramkan (kita) meminumnya (arak), telah diharamkan kita menjualnya”. (H.R. Muslim)


Untuk melengkapkan keterangan yang mengenai arak ini, kami muatkan catatan kadar alkohol yang ada dalam minuman keras sebagai berikut :


Bir putih

Bir hitam

Samsu

Rijn & Moezelwijn

Rupa-rupa anggur

Anggur malaga

Tokayer

Likeuren

Anggur Perancis

Champagne

Anggur Sempanje

Anggur Honggaria

Rum dan Brandy

Jenever

Bols

Hulskamp

Whisky J.W.

Cognac

Tuak dan Saguer

Rupa-rupa anggur obat

Shake

1 – 5%

15%

20%

10%

15%

15 – 17%

15%

30 – 50%

9 – 11%

10 – 20%

15 – 20%

15 – 20%

40 – 70%

40%

40%

40%

30 – 40%

30 – 40%

11 – 15%

15 – 20%

10%


(Al-Islam 2 – 3 / 5106)


Semua yang tersebut itu adalah muskir, memabukkan.

Sabda Rasulullah riwayat Muslim, Ahmad, dan Al-Arba’ah :

كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ

“Tiap-tiap yang memabukkan itu arak, dan tiap-tiap yang memabukkan itu haram”.


MENJUAL BIR DAN ANGGUR OBAT ???

Menjual menyan ditempat atau untuk yang lazimnya para pembelinya memerlukannya untuk rokok atau obat, tentu tidak terlarang. Tapi menjual menyan di kuburan-kuburan atau tempat-tempat yang lazimnya digunakan untuk praktek-praktek bid’ah dan takhayul, tentu terlarang ; sebab membantu terlaksananya sesuatu yang tidak diridlai Allah s.w.t.

Bir dan anggur obat yang mengandung alkohol haram diminum, dan haram menjualnya sebab kedua minuman itu memabukkan.


Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...