PENGUNJUNG

Kamis, 31 Maret 2022

Jangan Bercerai Berai dan Bertentangan

 وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ ما جاءَهُمُ الْبَيِّناتُ


Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. (Ali Imran: 105). hingga akhir ayat.


Melalui ayat ini Allah Swt. melarang umat ini menjadi orang-orang seperti umat-umat terdahulu yang bercerai-berai dan berselisih di antara sesama mereka, serta meninggalkan amar makruf dan nahi munkar, padahal hujah telah jelas menentang mereka.


Golongan atau jama’ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw.

لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ

“Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta’la), sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian.” H.r. Al-Bukhari dan Muslim( Lihat, Shahih Al- Bukhari, IV:3641, No. hadis 7460; Shahih Muslim Syarah Imam Nawawy, juz XIII, hal. 65-67)


Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah, seperti dalam salat, shaum, menunaikan haji, dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad saw. pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah memberitahukan suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya:

فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِيْ

“Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-Ku dan sunnah al-Khulafa ar-Rasyidun yang mendapat petunjuk setelah Aku.” H.r. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. (Lihat, Musnad Imam Ahmad, IV:126-127; Sunan Abu Dawud, V:4607, Sunan at-Tirmidzi, V: 2676, Sunan Ibnu Majah, I:43)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، حَدَّثَنَا صَفْوان، حَدَّثَنِي أزْهَر بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْهَوْزَنِي عن أَبِي عَامِرٍ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ لُحَيٍّ قَالَ: حَجَجْنَا مَعَ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ، فَلَمَّا قَدِمْنَا مَكَّةَ قَامَ حِينَ صَلَّى [صَلَاةَ] الظُّهْرِ فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "إنَّ أهْلَ الْكَتَابَيْنِ افْتَرَقُوا فِي دِينِهِمْ عَلَى ثنتيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، وإنَّ هذِهِ الأمَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً -يَعْنِي الْأَهْوَاءَ-كُلُّهَا فِي النَّار إِلَّا وَاحِدَةٌ، وَهِيَ الْجَمَاعَةُ، وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ فِي أُمَّتِي أَقْوَامٌ تُجَارى بِهِمْ تِلْكَ الأهْواء، كَمَا يَتَجَارى الكَلبُ بصَاحِبِهِ، لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ. واللهِ -يَا مَعْشَر العَربِ-لَئِنْ لَمْ تَقُومُوا بِمَا جَاءَ بِهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَغَيْرُكم مِن النَّاسِ أحْرَى أَلَّا يَقُومَ بِهِ".


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abul Mugirah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepadaku Azhar ibnu Abdullah Al-Harawi, dari Abu Amir (yaitu Abdullah ibnu Yahya) yang menceritakan, "Kami melakukan haji bersama Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan. Ketika kami tiba di Mekah, ia berdiri ketika hendak melakukan salat Lohor, lalu berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah bersabda: 'Sesungguhnya orang-orang Ahli Kitab telah bercerai-berai dalam agama mereka menjadi tujuh puluh dua golongan, dan sesungguhnya umat ini kelak akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga keinginan (golongan), semuanya masuk neraka kecuali satu golongan, yaitu Al-Jama'ah. Dan sesungguhnya kelak di dalam umatku terdapat kaum-kaum yang selalu mengikuti kemauan hawa nafsunya sebagaimana seekor anjing mengikuti pemiliknya. Tiada yang tersisa darinya, baik urat maupun persendian, melainkan dimasukinya'." Selanjutnya Mu'awiyah mengatakan, "Demi Allah, hai orang-orang Arab, seandainya kalian tidak menegakkan apa yang didatangkan kepada kalian oleh Nabi kalian, maka orang-orang selain dari kalian benar-benar lebih tidak menegakkannya lagi."

Demikian pula menurut riwayat Abu Daud dari Ahmad ibnu Hambal dan Muhammad ibnu Yahya, keduanya dari Abul Mugirah —yang nama aslinya ialah Abdul Quddus ibnul Hajjaj Asy-Syami— dengan lafaz yang sama. Hadis ini diriwayatkan melalui berbagai jalur.


Sehubungan dengan itu, Abu Al-Muzhaffar al-Isfarayaini (w. 471 H/1078 M) secara tegas menyatakan bahwa “Mereka disebut ahlus sunnah karena mengikuti sunnah Rasulullah saw.”

وَلَيْسَ فِي فِرَقِ الأُمَّةِ أَكْثَرُ مُتَابَعَةً لِأَخْبَارِ الرَّسُوْلِ وَأَكْثَرُ تَبَعاً لِسُنَّتِهِ مِنْ هؤُلاَءِ وَلِهذَا سُمُّوْا أَصْحَابَ الْحَدِيْثِ وَسُمُّوْا بِأَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ

“Tidak ada pada kelompok-kelompok umat yang paling banyak mengikuti khabar Rasul dan Sunnahnya daripada mereka, karena itu mereka disebut Ahlus Sunnah.” (Lihat, Mas’alatut Taqrib baina Ahlus Sunnah was Syi’ah, I:26)


Saat itu, selain dengan sebutan Ahlus Sunnah, Ahlul Haq dinamai pula al-Jama’ah, sehingga pada saat itu mereka populer dengan sebutan Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Nama itu dipergunakan bagi mereka setelah terjadinya fitnah pada akhir kekhalifahan Usman, yaitu timbulnya perpecahan dan menyebarnya berbagai bid’ah dan aliran kalam (bidang akidah).


Ikhtilaf memiliki beberapa makna yang saling berdekatan, di antaranya tidak sepaham atau tidak sama. Dikatakan: khalaftuhu-mukhalafatan-wa khilaafan atau takhaalafa alqawm wakhtalafuu apabila masing-masing berbeda pendapat dengan yang lainnya. Jadi ikhtilaf itu adalah perbedaan jalan, perbedaan pendapat atau perbedaan manhaj yang ditempuh oleh seseorang atau sekelompok orang dengan yang lainnya.


Di sini perlu dijelaskan pula perbedaan antara ikhtilaf dan iftiraaq, karena ada sebagian thalabatul ilmi (penuntut ilmu syar’i) yang menghukumi beberapa masalah ikhtilaf yang diperbolehkan sebagai iftiraq. Ini adalah kesalahan yang fatal. Penyebabnya adalah ketidaktepatan mereka dalam memahami prinsip-prinsip iftiraq, kapan dan bagaimana bisa terjadi iftiraq ? Demikian juga tentang masalah yang diperbolehkan ikhtilaf dan masalah yang tidak diperbolehkan ikhtilaf.


Iftiraq menurut bahasa berasal dari kata mufaaraqah yang artinya perpecahan dan perpisahan. Sedangkan menurut istilah para ulama’ iftiraaq adalah keluar dari Sunnah dan Jama’ah pada salah satu ushul (pokok) dari perkara-perkara ushul yang mendasar, baik dalam aqidah ataupun amaliyah.


Perbedaan antara ikhtilaf yang diperbolehkan dengan iftiraq dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Iftiraq tidak akan terjadi kecuali pada ushul kubra kulliyah (pokok-pokok yang besar dan mendasar) yang tidak ada peluang untuk diperselisihkan. Pokok-pokok yang telah jelas berdasarkan nash qathi atau ijma’ atau telah jelas sebagai manhaj ilmiah Ahlus sunnah wal Jama’ah yang tidak lagi diperselisihkan (oleh Ahlus Sunnah) mengenainya. Berdasarkan hal itu, maka seorang muslim tidak boleh dicela sebagai yang termasuk firqah binasa (sesat) kecuali jika perbuatan bid’ah-nya pada masalah-masalah berikut: Pada masalah yang bersifat mendasar dalam agama, atau pada salah satu kaidah syari’ah, atau pada pokok syari’ah, baik secara total atau dalam banyak bagian-bagiannya, dimana ia terbiasa bersikap menentang terhadap banyak persoalan syari’ah. Syekhul Islam pernah ditanya tentang batasan bid’ah yang mengakibatkan orangnya dianggap ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu), beliau menjawab : “Bid’ah yang mengakibatkan orangnya dianggap ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) adalah bid’ah penyimpangannya dari Alquran dan Sunnah masyhur dikalangan ahli sunnah, seperti bid’ah -nya Khawarij, Rafidhah, Qadariyah, Murji’ah ….” 


b. Ikhtilaf (perselisihan pendapat) yang diperbolehkan itu bersumber dari ijtihad dan niat yang baik, dan orang yang salah akan diberi pahala apabila ia mencari kebenaran. Sementara Iftiraq (perpecahan) tidak terjadi dari kesungguh-sungguhan dalam mencari kebenaran dan niat yang baik, dia timbul dari mengikuti hawa nafsu.


c. Iftiraq berkaitan erat dengan ancaman Allah, dan semua iftiraq menyimpang serta binasa, adapun ikhtilaf yang diperbolehkan tidaklah seperti itu betapapun hebat ikhtilaf yang terjadi diantara kaum muslimin. 


 



Rabu, 30 Maret 2022

Marhaban Ya Ramadhan




kata tarhib (ترحيب) berasal dari akar kata yang sama yang membentuk kata Marhaban (selamat datang).

Secara bahasa, kata tarhib berasal dari bahasa arab, yakni fi’il “ra-hi-ba, yarhabu, rahbun” yang berarti luas, lapang dan lebar, yang selanjutnya menjadi fi’il “rahhaba, yurahhibu, tarhiban” yang mengandung arti menyambut, menerima dengan penuh kelapangan, kelebaran dan keterbukaan hati

هَٰذَا فَوْجٌ مُّقْتَحِمٌ مَّعَكُمْ ۖ لَا مَرْحَبًۢا بِهِمْ ۚ إِنَّهُمْ صَالُوا۟ ٱلنَّارِ

Artinya: (Dikatakan kepada mereka): "Ini adalah suatu rombongan (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desak bersama kamu (ke neraka)". (Berkata pemimpin-pemimpin mereka yang durhaka): "Tiadalah ucapan selamat datang kepada mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka".

قَالَ أَلْقُوا۟ ۖ فَلَمَّآ أَلْقَوْا۟ سَحَرُوٓا۟ أَعْيُنَ ٱلنَّاسِ وَٱسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَآءُو بِسِحْرٍ عَظِيمٍ

Musa menjawab: “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (mena’jubkan).

Dari Aisyah RA, beliau mengatakan,

يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

“Terkadang Nabi SAW puasa beberapa hari sampai kami katakan, ‘Beliau tidak pernah tidak puasa, dan terkadang beliau tidak puasa terus, hingga kami katakan: Beliau tidak melakukan puasa. Dan saya tidak pernah melihat Nabi SAW berpuasa sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan, saya juga tidak melihat beliau berpuasa yang lebih sering ketika Syaban.” (HR Al Bukhari dan Muslim)

قال الامام الشافعي ما شبعت منذ ست عشرة سنة لان شبع يثقل البدن ويقسي القلب ويزيل الفطنة ويجلب النوم ويضعف صحابته عن العبادة

Imam as-Syafi’i rahimahul-‘Llah berkata: “Sudah 16 tahun aku tidak pernah makan sampai kenyang, sebab makan sampai kenyang itu memberatkan badan, mengeraskan hati, menghilangkan kecerdasan,  menyebabkan tidur pulas, dan membuat seseorang malas  dari ibadah
(Ihya` ‘Ulumiddin bab al-‘ilm al-ladzi huwa fardlu kifayah)

(al-Ghazali berkata:) Silahkan perhatikan kalimat  bijaknya yang menjelaskan bahaya kenyang, kemudian  bagaimana kesungguh-sungguhan beliau dalam ibadah,   sehingga karena itulah beliau mengenyahkan kenyang dari hidupnya. Sebab memang pokok ibadah itu adalah mengurangi makan
(Ihya` ‘Ulumiddin bab al-‘ilm al-ladzi huwa fardlu kifayah).

Dampak negatif makan kenyang, menurut Imam  as-Shan’ani:
1. Sumber penyakit
2. Membawa malas dan tidur pulas
3. Orientasi kepuasan dunia
4. Memperbesar nafsu maksiat(Subulus-Salam)

“مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ حَسْبُ ابْنِ آدَمَ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ.”

“Tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), maka jika tidak mau, maka ia dapat memenuhi perutnya dengan sepertiga makanan, sepertiga minuman dan sepertiga lagi untuk nafasnya.”Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (IV/132), Ibnu Majah (no. 3349), al-Hakim (IV/ 121). Lihat Irwaa-ul Ghaliil (no. 1983), karya Syaikh al-Albani rahimahullah.

Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengkisahkan,

” كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ، فَعَلَى تَمَرَاتٍ ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ “

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu biasa berbuka dengan beberapa butir ruthob (kurma muda) sebelum shalat, jika tidak ada ruthob maka dengan beberapa kurma masak, jika tidak ada juga maka meneguk beberapa tegukan air”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril As menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh Rasulullah Saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus” (HR. Bukhari)

عَنْ ابْنِ الْمُسَيِّبِ أَنَّهُ سَأَلَهُ عَنْ الصَّوْمِ فِي السَّفَرِ فَحَدَّثَ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ قَالَ غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ غَزْوَتَيْنِ يَوْمَ بَدْرٍ وَالْفَتْحِ فَأَفْطَرْنَا فِيهِمَا 

Dari (Sa’id) bin Musayyab, sesungguhnya ia ditanya soal puasa di waktu perjalanan, lalu ia menceritakan (sebuah riwayat) bahwa Umar bin Khattab berkata: “Kami berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallah di bulan Ramadhan sebanyak dua kali, yakni perang Badar dan pembebasan Makkah, dan kami berbuka (tidak berpuasa) di kedua peperangan tersebut.” (Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Zâd al-Ma’âd, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1994, juz 2, h.

Minggu, 27 Maret 2022

Tujuan Penciptaan Manusia

 

Beribadah merupakan kewajiban manusia selaku hamba Allah SWT, Atas dasar nikmat dan kebaikan hidupnya di dunia dan akhirat maka manusia harus beribadah, namun jika kita merenungi segala bentuk ibadah yang telah kita lakukan, apakah pahala dari ibadah tersebut sudah cukup banyak ketimbang dosa kita? apakah pahala yang telah kita tabung selama ini cukup untuk menyelamatkan dari siksa api neraka? apakah cukup untuk memasukan kita surga ? dan apabila  cukup, surga tingkat berapa tempat abadi kita?

Atas dasar renungan di atas, maka manusia harus memperhatikan beberapa hal, yaitu :

1. Tujuan penciptaan manusia adalah hanya untuk beribadah, karena melalui ibadah lah pahala didapatkan 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56)

56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QsAdz-Dzariyat)

Pengertian yang lebih bagus adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,

” الْعِبَادَةُ ” هِيَ اسْمٌ جَامِعٌ لِكُلِّ مَا يُحِبُّهُ اللَّهُ وَيَرْضَاهُ : مِنْ الْأَقْوَالِ وَالْأَعْمَالِ الْبَاطِنَةِ وَالظَّاهِرَةِ

Ibadah adalah istilah yang mencakup segala yang Allah cintai dan ridai berupa perkataan dan perbuatan yang batin maupun lahir.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 10:149)

Ibnu Qayyim berkata : Ibadah itu seputar 15 Qaidah karena terbagi pada ibadah hati, lisan, anggota badan. Kemudian setiap bagian tersebut mendapat masing2 tiga hukum yaitu : Wajib, Sunat, Mubah, Haram, dan Makruh

Imam Al Qurthubi berkata: Asal arti Ibadah itu adalah Merendahkan dari dan tunduk. Maknanya yaitu ketaatan dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan. Dan ini merupakan hakikat Islam karena asal artinya adalah berserah diri yang mencakup pada puncak merendahkan diri dan tunduk

Maka makna ayat ini Allah menciptakan manusia untuk beribadah hanya Kepada-Nya dan tidak musyrik kepada selainnya, barang siapa yang menaati akan dibalas sempurna dan barang siapa yang maksiat disiksa dengan sempurna juga.

أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى (36)

Apakah manusia mengira bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung-jawaban)? 

وَما أَرْسَلْنا مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ لِيُطاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جاؤُكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّاباً رَحِيماً (64)

Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu. lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang. 

Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

يقولُ اللهُ تعالَى لأهونِ أهلِ النَّارِ عذابًا يومَ القيامةِ : لو أنَّ لك ما في الأرضِ من شيءٍ أكنتَ تفتدي به ؟ فيقولُ : نعم ، فيقولُ : أردتُ منك أهونَ من هذا ، وأنت في صلبِ آدمَ : ألَّا تُشرِكَ بي شيئًا ، فأبيتَ إلَّا أن تُشرِكَ بي

Dikatakan kepada seorang penduduk neraka yang paling ringan adzabnya di hari kiamat, ‘Andai engkau memiliki semua yang ada di bumi apakah engkau akan menebus dengannya (agar keluar dari neraka)? Ia menjawab, ‘Ya.’ Maka Allah berfirman, ‘Sungguh Aku menghendaki darimu yang lebih mudah dari hal itu, sejak engkau masih menjadi tulang sulbi Adam, yaitu engkau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, namun engkau enggan, dan engkau menyekutukanku” (Hr. Bukhari no. 6557, Muslim no. 2805).

Senin, 14 Maret 2022

Hukum Berperang di Bulan Haram

 Al-Baqarah, ayat 216


{كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (216) }


Diwajibkan atas kalian berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Boleh jadi kalian membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagi kalian; dan boleh jadi (pula) kalian menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.


Allah mewajibkan jihad kepada kaum muslim demi mempertahankan agama Islam dari kejahatan musuh-musuhnya. Az-Zuhri mengatakan bahwa jihad itu wajib atas setiap orang, baik ia ahli dalam berperang ataupun tidak. Bagi orang yang tidak biasa berperang, apabila diminta bantuannya untuk keperluan jihad, maka ia harus membantu. Dan apabila dimintai pertolongannya, maka ia harus menolong. Apabila diminta untuk berangkat berjihad, maka ia harus berangkat; tetapi jika tidak diperlukan, ia boleh tinggal (tidak berjihad).


Al-Baqarah, ayat 217-218


{يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (217) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَةَ اللَّهِ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (218) }


Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh." Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka (dapat) mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kalian dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah, dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Bakar Al-Maqdami, telah menceritakan kepada kami Al-Mu'tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, telah menceritakan kepadaku Al-Hadrami, dari Abus Siwar, dari Jundub ibnu Abdullah yang telah menceritakan hadis berikut: Rasulullah Saw. mengirimkan utusan yang terdiri atas sejumlah orang, dan mereka mengangkat Abu Ubaidah ibnul Jarrah sebagai pemimpin. Ketika Abu Ubaidah hendak berangkat menunaikan tugasnya, tiba-tiba ia menangis karena rindu kepada Rasulullah Saw. hingga terhentilah ia dari perjalanannya. Maka Rasulullah Saw. menggantinya dengan Abdullah ibnu Jahsy dan menulis sepucuk surat buatnya dengan instruksi ia tidak boleh membaca surat tersebut sebelum tiba di tempat tertentu. Nabi Saw. bersabda kepadanya: Jangan sekali-kali kamu memaksa seseorang dari kalangan teman-temanmu untuk berangkat bersamamu. Ketika ia membaca surat tersebut, ia mengucapkan istirja' (inna lillahi wa inna ilaihi raji'una), lalu mengatakan, "Aku tunduk dan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya." Kemudian Abdullah ibnu Jahsy menceritakan kepada mereka dan membacakan surat Nabi Saw. itu kepada mereka. Maka ada dua orang lelaki dari kalangan mereka yang kembali, sedangkan sisanya tetap bersama Abdullah ibnu Jahsy. Kemudian mereka bersua dengan Ibnul Hadrami, lalu mereka membunuhnya, sedangkan mereka tidak mengetahui apakah bulan itu adalah bulan Rajab atau bulan Jumadi. Maka orang-orang musyrik berkata kepada orang-orang muslim, "Kalian telah melakukan pembunuhan dalam bulan Haram." Lalu Allah menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar." (Al-Baqarah: 217), hingga akhir ayat.


 Pada mulanya kaum musyrik menghalang-halangi Rasulullah Saw. (untuk sampai ke Masjidil Haram) dan menolaknya masuk, hal ini terjadi pada bulan Haram. Maka Allah memberikan kemenangan kepada Nabi-Nya pada bulan Haram, juga tahun berikutnya. Lalu orang-orang musyrik mencela Rasulullah Saw. karena melakukan perang dalam bulan Haram. Allah Swt. berfirman: tetapi menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah. (Al-Baqarah: 217) Yakni daripada melakukan peperangan di dalam bulan Haram. Selanjutnya Nabi Muhammad Saw. mengirimkan suatu pasukan khusus, lalu mereka bersua dengan Amr ibnul Hadrami yang sedang dalam perjalanannya dari Taif pada akhir malam Jumada dan permulaan malam bulan Rajab. Sedangkan sahabat Nabi Saw. menduga bahwa malam itu masih termasuk bulan Jumada, padahal malam tersebut merupakan permulaan malam bulan Rajab, tetapi mereka tidak menyadarinya. Maka Amr ibnul Hadrami terbunuh oleh seseorang dari pasukan khusus tersebut dan mereka merampas semua barang bawaannya (sebagai ganimah). Lalu kaum musyrik mengirimkan utusannya, mencela Nabi Saw. yang telah melakukan demikian (dalam bulan Haram). Maka Allah Swt. berfirman: Mereka bertanya kepadamu tentang berperang dalam bulan Haram. Katakanlah, "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduknya dari sekitarnya.'" (Al-Baqarah: 217) Yaitu mengusir ahli Masjidil Haram lebih besar dosanya daripada apa yang telah dilakukan oleh sahabat Nabi Saw., dan dosa yang lebih besar lagi daripada semuanya ialah mempersekutukan Tuhan.


Hukum-hukum Syara


1. Apakah diperbolehkan berperang di bulan haram?


Ayat ini menunjukkan pada haramnya berperang di bulan haram tetapi para ahli tafsir berbeda pendapat apakah masih berlaku haramnya Apakah sudah di hapus?


Imam Atha : Haram kecuali jika mempertahankan diri


Mayoritas ulama berpendapat bahwa ayat ini telah dihapus oleh ayat dalam Surah Attaubah "maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kalian mendapatkan mereka", juga firman Allah yang lain "dan perangilah orang musyrik secara menyeluruh sebagaimana kalian diperangi mereka secara menyeluruh".


Dan hujjah mayoritas para ulama bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam berperang di hawazin di lembah Hunain dan juga di tsaqif atau di thoif dan beliau mengutus Abu Amir kepada Thowus untuk memerangi orang-orang yang ada disana dari kalangan musyrikin Dan keadaan itu terjadi pada sebagian bulan haram dan kalaulah berperang pada bulan haram tersebut tidak boleh tidak mungkin Nabi Muhammad Shallallahu salam melakukannya.


2. Apakah murtad membatalkan amal dan menghilangkan seluruh kebaikan seorang manusia?


Ayat ini menunjukkan bahwa murtad membatalkan amal dan juga menghilangkan pahala dari amal sholeh nya hanya para ulama berbeda pendapat tentang kemurtadannya apakah membatalkan karena murtad nya atau karena mati dalam keadaan kafir?


Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat bahwa amal akan dibatalkan oleh kemurtadan mereka berdalil dengan ayat "jika engkau musyrik maka kami akan membatalkan amalmu" dan juga ayat "dan barangsiapa yang kafir setelah Iman maka terputuslah segala amalnya" maka ayat kedua ini menunjukkan bahwa kekafiran membatalkan amal tanpa ada ikatan harus mati dalam keadaan kafir.


Sedangkan Imam Syafi'i berpendapat bahwa murtad tidak membatalkan amal kecuali jika ia mati dalam keadaan kafir ini berdasarkan ayat "maka barangsiapa yang mati kemudian dia kafir".


Muhammad Ali Ash Shobuni berkata dzhohir nash-nash ini mengisyaratkan kepada batalnya amal dengan kemurtadan secara mutlak. Wallahu 'alam bisshowwab.

Memahami Khusyu

Bab tentang anjuran khusyu di dalam salat

Definisi Khusyu 
Khusus secara bahasa berasal dari kata خسع yang artinya tunduk dan merendahkan diri

 وقال ابن القيم: جماع الخشوع: هو التذلل للآمر، والاستسلام للحكم، والانصياع للحق، فيتلقى الأمر بقبول وانقياد، ويستسلم للحكم بلا معارضة ولا رأي، ويتضع قلبه وينكسر، لنظر الرب إلى قلبه وجوارحه.

Ibnu Qayyim berkata : Gabungan Khusyu itu adalah merendah diri terhadap perintah, berserah diri terhadap hukum, tunduk kepada kebenaran. Maka menerima perintah dengan taat, dan berserah diri terhadap hukum tanpa menentang atau berfikir dulu, dan menunduk dan pecahnya hati karena merasa Allah melihat hati dan anggota badannya.

Termasuk perbuatan hati atau anggota badan? Khusyu itu umum untuk hati dan anggota badan berdasarkan atsar dari Sa'id bin Al Musayyab : 

"لو خشع قلب هذا، لخشعت جوارح
kalau hati khusyu maka anggota badan pun harus khusyu. 

Maka Hati dengan hadir, anggota badan dengan diam dan tentram, merendahkan diri kepada Allah dan point pentingnya adalah melatih diri agar selalu merasa diawasi oleh Allah. Khusyu Hati menuntun anggota Badan, sedangkan Khusyu anggota Badan Membatasi Khusyunya hati.

أما الخشوع في الصلاة فهو روحها، ويكثر ثوابها أو يقل، حسبما عقله المصلي منها

Khusyu dalam shalat adalah ruh sholat itu sendiri, ia berpengaruh terhadap banyak dan sedikitnya pahala yang didapat sejauh mana ia mengikat orang yang salat dari salatnya.
لإحضار القلب في الصلاة أسباب منها: 
1 - الاستعاذة بالله تعالى من الشيطان الرجيم.
 2 - تدبر القراءة في الصلاة، وأنواع الذكر فيها.
 3 - استحضار عظمة الله تعالى، وأنَّ المصلي يناجيه متوجهًا إليه.
 4 - معرفة ضعف الإنسان وفقره في حال ركوعه وسجوده لجلال الله تعالى وعظمته.
 5 - حصر نظره في موضع سجوده؛ فإنَّ النظر إذا تفرق، تبعه القلب.
 6 - ألا يدخل الصلاة وهو في انشغال بال، من أجل شهوة أكل أو شرب، أو من أجل مدافعة أحد الأخبثين.


Sebab2 menghadirkan khusyu dalam sholat
1. Berlindung kepada Allah dari Godaan setan yang terkutuk
2. Mentadaburi isi bacaan Al-Qur'an dan semua dzikir yang dibaca padanya
3. Menghadirkan perasaan atas keagungan Allah dan bahwasanya orang yang sholat sedang bermunajat pada Tuhannya
4. Menyadari kelemahan dan kefakiran diri terutama ketika rukuk dan sujud karena kemuliaan dan keagungan-Nya.
5. Membatasi Pandangannya ke tempat sujud, karena apabilan pandangan terpisah maka hati akan mengikutinya.
6. Tidak memasukan ke dalam sholat hal-hal yang bisa menyibukan hati dan pikiran seperti syahwat, makan, dan minum atau pun menahan kencing, BAB, dan buang angin.

 ذهب جمهور العلماء إلى صحة الصلاة وإجزائها، ولو غلبت عليها الوساوس، وذلك مع نقص ثوابها وأجرها.
Kedudukan sebagai syarat syah sholat dan tercukupinya, kalau pun sampai terkalahkan oleh was-was syaitan maka itu berkaitan dengan berkurang pahalanya saja.

Jumat, 11 Maret 2022

Ujian Menuruti Perintah

 Al-Baqarah, ayat 34

{وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ (34) }


Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur, dan adalah dia termasuk golongan orang-orang yang kafir.


Hal ini merupakan penghormatan yang besar dari Allah Swt. buat Adam dan dapat dilimpahkan kepada keturunannya, yaitu ketika Allah Swt. memberitahukan bahwa Dia telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud menghormati Adam. Kenyataan ini diperkuat pula oleh banyak hadis yang menunjukkan bahwa hal tersebut benar-benar terjadi. Antara lain ialah hadis mengenai syafaat yang telah disebutkan di atas dan hadis yang mengisahkan Nabi Musa a.s., yaitu:


"رَبِّ، أَرِنِي آدَمَ الَّذِي أَخْرَجَنَا ونفسَه مِنَ الْجَنَّةِ"، فَلَمَّا اجْتَمَعَ بِهِ قَالَ: "أَنْتَ آدَمُ الَّذِي خَلَقَهُ اللَّهُ بِيَدِهِ، وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَأَسْجَدَ لَهُ مَلَائِكَتَهُ"


Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku Adam yang telah mengeluarkan diri kami dan dirinya sendiri dari surga. Ketika Musa telah bersua dengannya, Musa berkata, "Engkaukah Adam yang telah diciptakan oleh Allah dengan tangan kekuasaan-Nya dan Dia meniupkan sebagian dari roh-Nya kepadamu dan memerintahkan kepada para malaikat-Nya untuk bersujud kepadamu?"


Hadis secara lengkap akan diketengahkan kemudian, insya Allah.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Sa'id, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, dari Abu Rauq, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hal berikut. Pada awalnya iblis itu merupakan suatu golongan dari kalangan para malaikat, mereka dikenal dengan sebutan jin. Iblis diciptakan dari api yang sangat panas, yakni jin yang berada di antara para malaikat, nama aslinya adalah Al-Haris; pada mulanya ia ditugaskan sebagai salah seorang penjaga surga. Tetapi malaikat semuanya diciptakan dari nur yang berbeda dengan golongan iblis tadi. Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa jin yang disebut di dalam Al-Qur'an diciptakan dari nyala api, yakni dari lidah api yang paling ujungnya bila menyala. Sedangkan manusia diciptakan dari tanah liat. Makhluk yang mula-mula menghuni bumi adalah jin, lalu mereka membuat kerusakan, mengalirkan darah, dan sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain. Maka Allah mengirimkan kepada mereka iblis bersama sejumlah pasukan dari para malaikat. Mereka yang diutus melakukan tugas ini dari kalangan makhluk yang dikenal dengan nama jin. Iblis bersama para pengikutnya dapat menumpas makhluk jin hingga mengejar mereka sampai ke pulau-pulau di berbagai lautan dan ke puncak-puncak bukit. Setelah iblis dapat melakukan tugas tersebut, akhirnya dia merasa tinggi diri, dan mengatakan, "Aku telah melakukan sesuatu hal yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun." Allah mengetahui hal itu yang tersimpan di balik hati iblis, sedangkan para malaikat yang bersamanya tidak mengetahui hal itu. Lalu Allah Swt. berfirman kepada para malaikat yang pernah diutus-Nya bersama iblis, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi itu." Maka para malaikat menjawab-Nya, "Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, seperti kerusakan yang pernah dilakukan oleh makhluk jin dan banyaknya darah mengalir karena perbuatan mereka? Padahal sesungguhnya kami diutus untuk menumpas mereka." Kemudian Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." yakni "Aku mengetahui apa yang tersimpan di balik hati iblis hal-hal yang tidak kalian ketahui, yaitu sifat ta-abur dan tinggi diri. Lalu Allah memerintahkan agar dihadapkan kepada-Nya tanah liat untuk menciptakan Adam, kemudian tanah itu dihadapkan kepada-Nya. Maka Allah menciptakan Adam dari tanah liat, yakni tanah liat yang baik, berasal dari lumpur hitam yang diberi bentuk dan berbau tidak enak. Sesungguhnya pada mulanya dari tanah, kemudian menjadi tanah liat yang diberi bentuk; Allah menciptakan Adam dari tanah liat itu dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri. Adam didiamkan tergeletak selama empat puluh malam berupa jasad, sedangkan iblis selama itu selalu mendatanginya dan memukulnya dengan kaki, maka tubuh Adam mengeluarkan suara (seperti suara tembikar yang dipukul). Hal inilah yang disebut di dalam firman-Nya:


{مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ}


dari tanah kering seperti tembikar. (Ar-Rahman: 14)

Yakni berbentuk sesuatu yang berongga dan tidak berisi. Kemudian iblis memasuki mulutnya dan keluar dari duburnya, lalu masuk dari dubur dan ke luar dari mulutnya. Selanjutnya iblis mengatakan, "Kamu bukanlah sesuatu untuk dibunyikan dan karena apakah kamu diciptakan. Seandainya aku menguasaimu, niscaya aku dapat membinasakanmu; dan seandainya kamu dapat menguasaiku, niscaya aku akan membangkang terhadapmu." Ketika Allah meniupkan ke dalam tubuhnya sebagian dari roh-Nya hal ini dilakukan mulai dari bagian kepalanya, maka tidak sekali-kali sesuatu dari tiupan itu mengalir dalam tubuhnya melainkan berubah menjadi daging dan darah. Ketika tiupan sampai pada bagian pusar, maka Adam memandang ke arah tubuhnya dan ia merasa kagum dengan apa yang ia lihat pada tubuhnya. Lalu Adam bangkit berdiri akan tetapi tidak mampu. Hal inilah yang dimaksud oleh firman-Nya:


{وَكَانَ الإنْسَانُ عَجُولا}


Manusia bersifat tergesa-gesa. (Al-Isra: 11); Maksudnya terburu-buru, tidak mempunyai kesabaran dalam menghadapi kesukaran dan juga kedukaan. Setelah peniupan roh ke dalam tubuhnya telah selesai, maka Adam bersin, lalu mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamina (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam) melalui ilham dari Allah Swt., maka Allah berfirman menjawabnya, "Semoga Allah mengasihani kamu, hai Adam." Kemudian Allah berfirman kepada para malaikat yang bersama dengan iblis tadi secara khusus, bukan seluruh malaikat yang berada di langit, "Sujudlah kalian kepada Adam!" Maka mereka semuanya sujud, kecuali iblis; ia membangkang dan takabur karena di dalam dirinya telah muncul sifat takabur dan tinggi diri. Iblis berkata, "Aku tidak mau sujud karena aku lebih baik daripada dia dan lebih tua serta asalku lebih kuat. Engkau telah menciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah liat. Sesungguhnya api lebih kuat daripada tanah liat." Setelah iblis menolak sujud kepada Adam, maka Allah menjauhkannya dari seluruh kebaikan dan menjadikannya setan yang terkutuk sebagai hukuman atas kedurhakaannya. Kemudian Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruh benda, yaitu nama-nama yang dikenal oleh manusia, misalnya manusia, binatang, bumi, dataran rendah, laut, gunung, keledai, serta lain-lainnya yang serupa dari kalangan makhluk hidup dan selainnya. Kemudian Allah mengemukakan nama-nama tersebut kepada para malaikat yang tadinya bersama iblis, yakni mereka yang diciptakan dari api yang sangat panas, lalu Allah berfirman kepada mereka: Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu. (Al-Baqarah: 31) Maksudnya, jelaskanlah kepadaku nama semua benda itu. Dalam firman selanjutnya disebutkan: jika kalian memang orang-orang yang benar. (Al-Baqarah: 31) Yakni jika memang kalian mengetahui mengapa Aku menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Ketika para malaikat mengetahui bahwa Allah murka terhadap mereka karena mereka berani mengatakan hal yang gaib —padahal tiada yang mengetahui perkara gaib selain Allah semata— dan mereka tidak mempunyai pengetahuan mengenai-nya, lalu mereka berkata: Mahasuci Engkau. (Al-Baqarah: 32) Kalimat ini mengandung makna menyucikan Allah, bahwa tiada seorang pun yang mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Dia semata. Dalam kalimat selanjutnya para malaikat mengatakan, "Kami bertobat kepada-Mu." tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. (Al-Baqarah: 32) Kalimat ini mengandung makna kebersihan diri mereka dari pengetahuan mengenai hal yang gaib, tiada yang kami ketahui melainkan apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami seperti apa yang telah Engkau ajarkan kepada Adam. Kemudian Allah berfirman kepada Adam: Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini. (Al-Baqarah: 33) Allah memerintahkan kepada Adam agar menyebut nama semua benda itu. Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian." (Al-Baqarah: 33) Hai para malaikat yang khusus. bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi. (Al-Baqarah: 33) sedangkan selain Aku tiada yang mengetahuinya. dan Aku mengetahui apa yang kalian lahirkan dan apa yang kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 33) Aku mengetahui semua yang kalian lahirkan dan mengetahui semua yang kalian sembunyikan, Aku mengetahui rahasia seperti Aku mengetahui hal yang terang-terangan. Makna yang dimaksud ialah bahwa Allah mengetahui apa yang disembunyikan oleh iblis di dalam hatinya, yaitu perasaan takabur dan tinggi hati.



Pendapat ini garib (aneh), di dalamnya terdapat berbagai hal yang masih perlu dipertimbangkan, bila dibahas memerlukan keterangan yang cukup panjang. Penyandaran kepada Ibnu Abbas ini diriwayatkan oleh sebuah kitab tafsir yang cukup terkenal.

As-Saddi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dan dari sejumlah sahabat Nabi Saw.; ketika Allah telah rampung dari menciptakan apa yang Dia sukai, lalu Dia berkuasa di 'Arasy. Kemudian Allah menjadikan iblis sebagai raja di langit dunia. Dia berasal dari suatu jenis malaikat yang dikenal dengan sebutan jin; sesungguhnya iblis dinamakan 'jin' karena ia menjabat sebagai penjaga surga. Dengan demikian, di samping sebagai raja di langit dunia, ia pun sekaligus sebagai penjaga surga. Hal ini membuatnya merasa besar kepala, lalu dia mengatakan, "Tidak sekali-kali Allah memberiku tugas ini melainkan karena aku mempunyai kelebihan di atas para malaikat." Ketika iblis mulai congkak dan Allah melihat apa yang tersembunyi di dalam diri iblis itu, maka Allah berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. (Al-Baqarah: 30) Maka malaikat berkata, "Wahai Tuhan Kami, apakah yang terjadi pada khalifah itu?" Allah menjawab, "Kelak dia mempunyai keturunan yang suka membuat kerusakan di bumi dan saling mendengki serta sebagian dari mereka membunuh sebagian yang lain." Para malaikat bertanya, "Wahai Tuhan kami, mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?" Tuhan berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui." (Al-Baqarah: 30) Artinya, Allah mengetahui apa yang tersimpan di dalam benak iblis. Kemudian Allah memerintahkan Malaikat Jibril turun ke bumi untuk mengambil tanah liat. Tetapi bumi berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari kamu agar kamu tidak mengurangiku atau membuatku menjadi buruk." Maka Malaikat Jibril kembali tanpa mengambilnya, dan ia berkata, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya bumi meminta perlindungan kepada-Mu," maka Aku beri dia perlindungan. Lalu Allah mengutus Malaikat Mikail, dan bumi meminta perlindungan pula darinya, maka Ia memberinya perlindungan. Akhirnya Malaikat Mikail kembali dan mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Malaikat Jibril. Pada akhirnya Allah mengirimkan malaikat maut, dan bumi meminta perlindungan darinya, tetapi malaikat maut berkata, "Dan aku pun berlindung kepada Allah bila aku kembali, sedangkan perintah Allah belum aku laksanakan." Lalu ia mengambil tanah liat dari muka bumi dan mengambilnya secara acak bukan hanya dari satu tempat saja, lalu ia campur jadi satu, ada yang merah, ada yang putih, dan ada yang hitam. Karena itu, keturunan Adam bermacam-macam warna kulitnya. Malaikat maut membawanya naik dalam bentuk tanah liat yang sebelumnya hanya berupa tanah. Tanah liat ialah tanah yang sebagian melekat pada sebagian yang lainnya (lengket). Kemudian Allah berfirman kepada para malaikat:


{إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ طِينٍ * فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ}


Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan padanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kalian bersujud kepadanya. (Shad: 71-72)


Allah menciptakan Adam dengan tangan kekuasaan-Nya sendiri agar iblis tidak takabur terhadapnya dan dapat dikatakan, "Apakah kamu berani takabur kepada orang yang Kujadikan dengan tangan kekuasaan-Ku sendiri, sedangkan Aku sendiri tidak takabur terhadapnya karena menciptakannya sebagai manusia." Saat itu Adam masih berupa tubuh dari tanah liat selama empat puluh tahun sejak hari diciptakan, yaitu hari Jumat. Kemudian para malaikat. melewatinya dan mereka terkejut tatkala melihatnya. Yang paling terkejut di kala melihatnya ialah iblis. Lalu iblis melewatinya dan memukulnya, maka keluarlah suara dari tubuh Adam sebagaimana suara tembikar bila dipukul, seperti yang dijelaskan oleh firman-Nya:


{مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ}


dari tanah kering seperti tembikar. (Ar-Rahman: 14)

Iblis mengatakan, "Untuk tujuan apakah kamu diciptakan?" Lalu ia masuk dari mulut dan keluar dari duburnya. Kemudian iblis berkata kepada para malaikat, "Janganlah kalian takut kepada makhluk ini, karena sesungguhnya Tuhan kalian Mahaperkasa, sedangkan makhluk ini berongga. Jika aku dapat menguasainya, niscaya dia benar-benar akan kubinasakan." Setelah sampai waktu peniupan roh yang dikehendaki oleh Allah, maka Allah berfirman kepada para malaikat, "Maka apabila Kutiupkan padanya sebagian dari roh (ciptaan)-Ku, maka sujudlah kalian kepadanya" Ketika roh mulai ditiupkan padanya dan roh masuk mulai dari kepalanya, maka Adam bersin, lalu para malaikat berkata, ucapkanlah alhamdulillah," maka Adam mengucapkan alhamdulillah (segala puji bagi Allah). Allah menjawabnya dengan ucapan, "Semoga Tuhanmu mengasihani kamu." Ketika roh sampai pada kedua matanya, maka Adam dapat melihat buah-buhan surga. Ketika roh sampai pada perutnya, timbullah selera makannya, lalu ia melompat sebelum roh sampai pada kedua kakinya karena tergesa-gesa ingin memetik buah surga. Yang demikian itu dikisahkan melalui firman-Nya:


{خُلِقَ الإنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ}


Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. (Al-Anbiya: 37)

Kemudian semua malaikat sujud kepada Adam, kecuali iblis; ia menolak, tidak mau ikut bersama-sama para malaikat yang sujud. Iblis membangkang dan takabur, dia termasuk orang-orang yang kafir. Allah berfirman kepada iblis, "Mengapa kamu tidak mau bersujud kepada makhluk yang Kuciptakan dengan tangan kekuasaan-Ku sendiri, ketika Kuperintahkan kamu melakukannya?" Iblis menjawab, "Aku lebih baik daripada dia, aku tidak akan bersujud kepada manusia yang Engkau ciptakan dari tanah liat" Lalu Allah berfirman kepadanya:


{أَنْ تَتَكَبَّرَ فِيهَا فَاخْرُجْ إِنَّكَ مِنَ الصَّاغِرِينَ}


Turunlah kamu dari surga itu, karena tidak layak bagi kamu berlaku takabur di dalamnya; maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina. (Al-A'raf: 13)

As-sigar artinya hina. Lalu Allah Swt. berfirman: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya. (Al-Baqarah: 31) Kemudian Allah mengemukakan benda-benda itu kepada para malaikat, lalu Allah berfirman, "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kalian memang orang-orang yang benar. (Al-Baqarah: 31) bahwa Bani Adam gemar membuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah. Maka para malaikat berkata: Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. Allah berfirman, "Hai Adam, beri tahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, "Bukankah sudah Kukatakan kepada kalian bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kalian lahirkan dan apa yang kalian sembunyikan?" (Al-Baqarah: 32-33); Ucapan para malaikat yang disitir oleh firman-Nya, yaitu: Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya. (Al-Baqarah: 30) merupakan apa yang mereka lahirkan. Sedangkan yang disebut di dalam firman-Nya: dan (aku mengetahui) apa yang kalian sembunyikan. (Al-Baqarah: 33) Maksudnya, Allah mengetahui apa yang disembunyikan oleh iblis dalam hatinya yaitu perasaan tinggi diri (sombong).

Isnad yang sampai kepada para sahabat tersebut berpredikat masyhur di dalam kitab tafsir As-Saddi, tetapi di dalamnya terdapat banyak hadis israiliyat; barangkali sebagian di antaranya disisipkan, padahal bukan perkataan para sahabat, atau mereka mengambilnya dari sebagian kitab-kitab terdahulu.

Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak mengetengahkan banyak riwayat dengan sanad yang sama, lalu ia mengatakan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat diterima dengan syarat Imam Bukhari.

Tujuan utama pengetengahan riwayat-riwayat ini untuk menjelaskan bahwa tatkala Allah Swt. memerintahkan kepada para malaikat untuk sujud kepada Adam, maka iblis dimasukkan ke dalam kisah ini; karena sekalipun iblis bukan berasal dari unsur malaikat, tetapi ia dapat menyerupai mereka dan dapat melakukan hal-hal yang dilakukan oleh para malaikat. Karena itulah iblis dimasukkan ke dalam khitab para malaikat dan menerima celaan karena menentang perintah Allah. Masalah ini akan dibahas secara panjang lebar —insya Allah— dalam tafsir firman-Nya:


{إِلا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ}


kecuali iblis, dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. (Al-Kahfi: 50)

Karena itulah Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Khallad ibnu Ata, dari Tawus, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, "Sebelum melakukan kedurhakaan, pada mulanya iblis itu termasuk golongan malaikat, dikenal dengan nama 'Azazil. Ia termasuk penduduk bumi, juga sebagai golongan malaikat yang sangat kuat ijtihadnya dan paling banyak ilmunya. Karena itulah hal tersebut mendorongnya bersikap takabur. Dia berasal dari suatu kabilah yang dikenal dengan nama makhluk jin."

Di dalam riwayat dari Khallad, dari Ata, dari Tawus atau dari Mujahid, dari Ibnu Abbas atau lainnya disebutkan riwayat yang semisal.

Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Abbad (yakni Ibnul Awwam), dari Sufyan ibnu Husain, dari Ya’la ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan, "Pada mulanya iblis bernama 'Azazil, termasuk golongan malaikat yang terhormat dan memiliki empat buah sayap, kemudian menjadi iblis sesudah peristiwa tersebut."

Sunaid meriwayatkan dari Hajyaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, "Pada awalnya iblis termasuk malaikat yang terhormat dan paling disegani kabilahnya, dia ditugaskan sebagai penjaga surga dan mempunyai kekuasaan di langit dunia, juga mempunyai kekuasaan di bumi."

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ad-Dahhak dan lain-lain-nya, dari Ibnu Abbas.

Saleh maula Tau-amah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya di antara para malaikat terdapat suatu kabilah (golongan) yang dikenal dengan nama jin. sedangkan iblis termasuk dari kalangan mereka. Iblis menguasai kawasan antara langit dan bumi, lalu ia durhaka kepada Allah, maka Allah mengutuknya menjadi setan yang laknat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

Qatadah mengatakan dari Sa'id ibnul Musayyab bahwa iblis itu pada mulanya adalah pemimpin para malaikat langit dunia.

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Addi ibnu Abu Addi, dari Auf, dari Al-Hasan yang menceritakan, "Iblis itu sama sekali bukan termasuk golongan malaikat, dan sesungguhnya iblis itu asalnya dari golongan jin; seperti Adam, asalnya dari golongan manusia."

Sanad riwayat ini berpredikat sahih, dari Al-Hasan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.

Syahr ibnu Hausyab mengatakan, iblis itu adalah berasal dari golongan jin yang diusir oleh para malaikat Sebagian dari malaikat ada yang menawannya, lalu membawanya ke langit. Demikian riwayat Ibnu Jarir.

Sunaid ibnu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Yahya, dari Musa ibnu Numair dan Usman ibnu Sa'id ibnu Kamil, dari Sa'id ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Dahulu para malaikat memerangi jin, dan iblis —yang saat itu masih kecil— tertawan, lalu iblis hidup bersama para malaikat dan ikut beribadah dengan mereka. Ketika para malaikat diperintahkan sujud kepada Adam, mereka sujud, kecuali iblis, ia membangkang." Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya: kecuali iblis, dia adalah dari golongan jin. (Al-Kahfi: 50)

Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sinan Al-Bazzar, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Syarik, dari seorang lelaki, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan: Allah menciptakan suatu makhluk (Adam), lalu Dia berfirman, "Sujudlah kalian kepada Adam!" Tetapi mereka berkata, "Kami tidak mau melakukannya." Maka Allah mengirimkan api kepada mereka, dan api itu membakar mereka. Kemudian Allah menciptakan makhluk lainnya dan berfirman: Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. (Shad: 71) Lalu Allah berfirman, "Sujudlah kalian kepada Adam!" Tetapi mereka menolak, maka Allah mengirimkan api kepada mereka, dan api itu membakar mereka. Kemudian Allah menciptakan mereka, lalu berfirman, "Sujudlah kalian kepada Adam!" Mereka menjawab, "Ya," dan iblis termasuk di antara mereka yang menolak, tidak mau sujud kepada Adam.

Riwayat ini garib (aneh) dan hampir dapat dikatakan tidak sah sanadnya, mengingat di dalamnya terdapat seorang perawi yang namanya tidak disebutkan; hal seperti ini tidak dapat dijadikan sebagai hujah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Hayyan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Buraidah sehubungan dengan makna firman-Nya: ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 34) Yakni termasuk orang-orang yang membangkang, akhirnya mereka dibakar oleh api.

Abu Ja'far meriwayatkan dari Ar-Rabi', dari Abul Aliyah sehubungan dengan makna firman-Nya: ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 34) Yang dimaksud dengan kafir ialah orang yang durhaka.

Sehubungan dengan makna ayat ini As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan orang-orang kafir ialah mereka yang belum diciptakan oleh Allah saat itu, tetapi baru ada jauh sesudah masa itu.

Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan bahwa iblis sejak semula diciptakan oleh Allah ditakdirkan berbuat kekufuran dan kesesatan, tetapi beramal seperti amalnya para malaikat; kemudian Allah menjadikannya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan-Nya sejak semula, yaitu kafir, sebagaimana dinyatakan oleh firman-Nya: ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 34)

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, "Sujudlah kalian kepada Adam!" (Al-Baqarah: 34) Karena taat kepada Allah, maka dilakukan sujud kepada Adam. Allah memuliakan Adam dengan memerintahkan para malaikat-Nya bersujud kepadanya.

Sebagian ulama mengatakan bahwa sujud ini merupakan penghormatan dan salam serta memuliakan, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman Allah Swt.:


{وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا}


Dan ia menaikkan kedua ibu bapaknya ke atas singgasana. Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. Dan Yusuf berkata, "Wahai ayahku, inilah takbir mimpiku yang dahulu itu, sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.” (Yusuf: 100)

Di masa lalu hal ini memang diperbolehkan di kalangan umat-umat terdahulu, tetapi dalam agama kita hal ini telah di-mansukh. Mu'az mengatakan hadis berikut:


قَدِمْتُ الشَّامَ فَرَأَيْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِأَسَاقِفَتِهِمْ وَعُلَمَائِهِمْ، فَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُسْجَدَ لَكَ، فَقَالَ: "لَا لَوْ كُنْتُ آمِرًا بَشَرًا أَنْ يَسْجُدَ لِبَشَرٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا مِنْ عِظَمِ حَقِّهِ عَلَيْهَا"


Ketika aku tiba di negeri Syam, kulihat mereka sujud kepada uskup-uskup dan ulamanya. Maka engkau, wahai Rasulullah, adalah orang yang lebih berhak untuk disujudi. Lalu Rasul Saw. bersabda, "Tidak, seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan kepada wanita agar sujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas dirinya."

Pendapat ini dinilai rajih oleh Ar-Razi.

Sebagian ulama mengatakan bahwa sujud tersebut hanya ditujukan kepada Allah Swt., sedangkan Adam sebagai kiblat (arah)nya, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:


{أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ}


Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir. (Al-Isra: 78)

Akan tetapi, pengertian kias ini masih perlu dipertimbangkan, dan yang paling kuat adalah pendapat pertama tadi, yaitu yang mengatakan bahwa sujud kepada Adam sebagai penghormatan dan salam serta memuliakannya. Hal ini termasuk taat kepada Allah Swt. karena Allah memerintahkannya.

Pendapat ini dinilai kuat oleh Ar-Razi di dalam kitab tafsirnya, sedangkan dua pendapat lainnya dinilainya lemah, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa Adam dianggap sebagai kiblatnya, mengingat hal ini tidak menggambarkan sebagai suatu kehormatan. Pendapat yang kedua ialah yang mengatakan bahwa sujud tersebut berupa tunduk, bukan membungkukkan badan dan meletakkan dahi di tanah; tetapi pendapat ini pun dinilai lemah oleh Ar-Razi.

Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabur, dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (Al-Baqarah: 34) Musuh Allah alias iblis dengki terhadap Adam a.s. karena kehormatan yang telah diberikan oleh Allah Swt kepada Adam, dan ia berkata, "Aku berasal dari api, sedangkan dia dari tanah." Hal tersebut merupakan permulaan dosa besar, yaitu takabur iblis —musuh Allah— karena tidak mau sujud kepada Adam a.s.

Menurut kami, di dalam sebuah hadis sahih telah disebutkan:


"لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ حَبَّةِ خَرْدَلٍ مِنْ كِبْرٍ"


tidak dapat masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat sifat takabur sekalipun seberat biji sawi.

Di dalam hati iblis terdapat sifat takabur, kekufuran, dan keingkaran yang mengakibatkan dirinya terusir dan dijauhkan dari rahmat Allah dan dari sisi-Nya. Sebagian ahli i'rab mengartikan firman-Nya, "Wa-kana minal kafirin," maksudnya 'jadilah dia (iblis) termasuk golongan orang-orang yang kafir karena menolak untuk bersujud'. Perihalnya sama dengan firman Allah Swt lainnya, yaitu:


{فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ}


maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. (Hud: 43)


{فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ}


yang menyebabkan kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim. (Al-Baqarah: 35)

Seorang penyair mengatakan:


بِتَيْهَاءَ قَفْرٌ وَالْمَطِيُّ كَأَنَّهَا قَطَا الْحُزْنِ قَدْ كَانَتْ فِرَاخًا بُيُوضُهَا ...


Di padang yang tandus, sedangkan unta kendaraan itu seakan-akan seperti burung qata yang kembali menjadi anak yang baru ditetaskan dari telurnya.


Menurut Ibnu Faurak, bentuk lengkap dari ayat tersebut ialah bahwa iblis itu menurut ilmu Allah tergolong ke dalam orang-orang yang kafir. Pendapat ini dinilai kuat oleh Al-Qurtubi. Dalam pembahasannya Al-Qurtubi menyebutkan suatu masalah; dia mengatakan bahwa ulama kita mengatakan, "Orang yang ditampakkan oleh Allah Swt. beberapa karamah dan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam melalui tangannya, hal tersebut bukan merupakan bukti yang menunjukkan kewaliannya." Pendapatnya ini berbeda dengan pendapat sebagian orang dari kalangan ahli sufi dan golongan Rafidah. Kemudian Al-Qurtubi mengemukakan alasan yang memperkuat pendapatnya itu, "Kami tidak dapat memastikan terhadap orang yang dapat melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam, bahwa dia dapat memenuhi Allah melalui imannya. Orang yang bersangkutan sendiri tidak dapat memastikan bagi dirinya akan hal tersebut. Dengan kata lain, predikat kewalian masih belum dapat dipastikan hanya karena perkara tersebut."

Menurut pendapat kami memang ada sebagian ulama yang menyimpulkan bahwa hal yang khariq (bertentangan dengan hukum alam) itu adakalanya keluar dari orang yang bukan wali, bahkan keluar dari orang yang berpredikat pendurhaka, juga orang kafir. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis yang menyatakan perihal Ibnu Sayyad, dia mengatakan dukh (kabut) ketika Rasulullah Saw. menyembunyikan sesuatu masalah terhadapnya, yakni firman-Nya:


{فَارْتَقِبْ يَوْمَ تَأْتِي السَّمَاءُ بِدُخَانٍ مُبِينٍ}


Maka tunggulah hari ketika langit membawa kabut yang nyata. (Ad-Dukhan: 10)

Juga melalui hal-hal yang dilakukannya, yaitu bahwa tubuhnya (Ibnu Sayyad) menjadi membesar hingga memenuhi jalan bila sedang marah, hingga Abdullah ibnu Umar memukulnya. Juga banyak hadis yang menceritakan perihal Dajjal yang banyak melakukan hal-hal yang khariq. Antara lain dia memerintahkan kepada langit untuk menurunkan hujan, maka langit pun segera menurunkan hujan; dan bila ia memerintahkan kepada bumi untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, maka bumi pun segera mengeluarkan tumbuh-tumbuhan. Hal khariq lainnya yang dapat dilakukan oleh Dajjal ialah perbendaharaan bumi selalu mengikutinya bagaikan laron. Disebut pula bahwa Dajjal membunuh seorang pemuda, kemudian menghidupkannya kembali, masih banyak hal lain dari perkara-perkara yang ajaib dilakukan oleh Dajjal.

Yunus ibnu Abdul A’la As-Sadfi pernah bercerita kepada Imam Syafii, bahwa Al-Lais ibnu Sa'd pernah mengatakan, "Apabila kalian melihat seorang lelaki berjalan di atas air dan terbang di udara, maka janganlah kalian teperdaya sebelum kalian mengemukakan perkaranya ke dalam penilaian Al-Qur'an dan sunnah." Imam Syafii mengatakan bahwa Al-Lais rahimahullah memakai kata qasr dalam ungkapannya, yaitu: "Bahkan apabila kalian melihat seorang lelaki dapat berjalan di atas air dan terbang di udara, janganlah kalian teperdaya oleh sikapnya itu sebelum kalian mengemukakan perkaranya ke dalam penilaian Al-Qur'an dan sunnah."

Ar-Razi dan lain-lainnya meriwayatkan pendapat kalangan para ulama sehubungan dengan masalah berikut, yaitu: Apakah yang diperintahkan sujud kepada Adam hanya khusus malaikat yang ada di bumi, ataukah umum mencakup semua malaikat, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit? Masing-masing dari kedua pendapat tersebut didukung oleh segolongan ulama yang menyetujui pendapatnya.

Akan tetapi, makna lahiriah ayat menunjukkan pengertian umum, karena di dalamnya disebutkan:


{فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ * إِلا إِبْلِيسَ}


Maka bersujudlah para malaikat itu semuanya bersama-sama, kecuali Iblis. (Al-Hijr: 30-31)

Alasan-alasan yang telah dikemukakan dalam pembahasan ini memperkuat pengertian yang menunjukkan makna umum (mencakup semua malaikat).



Kamis, 03 Maret 2022

Berpeganglah Pada Tali Allah

 


Firman Allah Swt.:


وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعاً وَلا تَفَرَّقُوا


Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai.(Ali Imran: 103)

Menurut suatu pendapat, yang dimaksud dengan hablillah ialah janji Allah. Seperti yang disebutkan di dalam ayat selanjutnya, yaitu firman-Nya:


ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ


Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia. (ali Imran: 112)

Yakni janji dan jaminan.


Menurut pendapat yang lain, yang dimaksud ialah Al-Qur'an. Sebagaimana yang disebutkan di dalam hadis Al-Haris Al-A'war, dari sahabat Ali secara marfu' mengenai sifat Al-Qur'an, yaitu:


"هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَصِرَاطُهُ الْمُسْتَقِيمُ".


Al-Qur'an adalah tali Allah yang kuat dan jalan-Nya yang lurus.


Sehubungan dengan hal ini terdapat hadis yang khusus membahas mengenai makna ini. Untuk itu Imam Al-Hafiz Abu Ja'far At-Tabari mengatakan:


حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى الْأُمَوِيُّ، حَدَّثَنَا أَسْبَاطُ بْنُ مُحَمَّدٍ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ أَبِي سُلَيْمَانَ العَرْزَمي، عَنْ عَطِيَّةَ عَنْ [أَبِي] سَعِيدٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "كِتَابُ اللهِ، هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمَمْدُودُ مِنَ السَّمَاءِ إلَى الأرْضِ"


telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Yahya Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, dari Abdul Malik ibnu Sulaiman Al-Azrami, dari Atiyyah, dari Abu Sa'id yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kittabullah (Al-Qur'an) adalah tali Allah yang menjulur dari langit ke bumi.


وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويَه مِنْ طَرِيقِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُسْلِمٍ الهَجَريّ، عَنْ أَبِي الأحْوَص، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إنَّ هَذَا الْقُرْآنَ هُوَ حَبْلُ اللهِ الْمتِينُ، وَهُوَ النُّورُ الْمُبِينُ وهُوَ الشِّفَاءُ النَّافِعُ، عِصْمةٌ لِمَنْ تَمَسَّكَ بِهِ، ونَجَاةٌ لِمَنِ اتَّبَعَهُ"


Ibnu Murdawaih meriwayatkan dari jalur Ibrahim ibnu Muslim Al-Hijri, dari Abu Ahwas, dari Abdullah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah tali Allah yang kuat. Dia adalah cahaya yang jelas, dia adalah penawar yang bermanfaat, perlindungan bagi orang yang berpegang kepadanya, dan keselamatan bagi orang yang mengikuti (petunjuk)Nya.


Telah diriwayatkan dari hadis Huzaifah dan Zaid ibnu Arqam hal yang semisal.


وَقَالَ وَكِيع: حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّ هَذَا الصِّرَاطَ مُحْتَضَرٌ تَحْضُرُهُ الشَّيَاطِينُ، يَا عَبْدَ اللَّهِ، بِهَذَا الطَّرِيقِ هَلُمَّ إِلَى الطَّرِيقِ، فَاعْتَصَمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ فَإِنَّ حَبْلَ اللَّهِ الْقُرْآنُ


Waki' mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Wail yang menceritakan bahwa Abdullah pernah mengatakan (bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda kepadanya): Sesungguhnya jalan itu adalah tempat lalu lalang, setan-setan selalu datang kepadanya. Hai Abdullah, ambillah jalan ini, kemarilah, tempuhlah jalan ini. Maka mereka berpegang kepada tali Allah karena sesungguhnya tali Allah itu adalah Al-Qur'an.


*******************


Firman Allah Swt.:


وَلا تَفَرَّقُوا


Dan jangan kalian bercerai-berai. (Ali Imran: 103)


Allah memenntahkan kepada mereka untuk menetapi jamaah (kesatuan) dan melarang mereka bercerai-berai. Banyak hadis yang isinya melarang bercerai-berai dan memerintahkan untuk bersatu dan rukun. Seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahih Muslim melalui hadis Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا، يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا، وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ، وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا: قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ»


Sesungguhnya Allah rida kepada kalian dalam tiga perkara dan murka kepada kalian dalam tiga perkara. Allah rida kepada kalian bila kalian menyembah-Nya dan kalian tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, bila kamu sekalian berpegang teguh kepada tali Allah dan tidak bercerai-berai, dan bila kalian saling menasihati dengan orang yang dikuasakan oleh Allah untuk mengurus perkara kalian. Dan Allah murka kepada kalian dalam tiga perkara, yaitu qil dan qal (banyak bicara atau berdebat), banyak bertanya dan menyia-nyiakan (menghambur-hamburkan) harta.


Bilamana mereka hidup dalam persatuan dan kesatuan, niscaya terjaminlah mereka dari kekeliruan, seperti yang disebutkan oleh banyak hadis mengenai hal tersebut. Sangat dikhawatirkan bila mereka bercerai-berai dan bertentangan. Hal ini ternyata menimpa umat ini, hingga bercerai-berailah mereka menjadi tujuh puluh tiga golongan. Di antaranya terdapat suatu golongan yang selamat masuk surga dan diselamatkan dari siksa neraka. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jejak yang telah dilakukan oleh Nabi Saw. dan para sahabatnya.


*******************


Firman Allah Swt.:


وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْداءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْواناً


dan ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hati kalian, lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (Ali Imran: 103), hingga akhir ayat.


Konteks ayat ini berkaitan dengan keadaan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, karena sesungguhnya dahulu di antara mereka sering terjadi peperangan, yaitu di masa Jahiliah. Kedengkian dan permusuhan, pertentangan yang keras di antara mereka menyebabkan meletusnya perang yang berkepanjangan di antara sesama mereka. Ketika Islam datang dan masuk Islamlah sebagian orang di antara mereka, maka jadilah mereka sebagai saudara yang saling mengasihi berkat keagungan Allah. Mereka dipersatukan oleh agama Allah dan saling membantu dalam kebajikan dan ketakwaan.

Allah Swt. berfirman:


هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ، وَلكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ


Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. (Al-Anfal: 62-63)


sebelum itu mereka berada di tepi jurang neraka karena kekafiran mereka, lalu Allah menyelamatkan mereka darinya dengan memberi mereka petunjuk kepada iman.

Sesungguhnya hal tersebut disebut-sebut oleh Rasulullah Saw. pada hari beliau membagi-bagikan ganimah Hunain, lalu ada sebagian orang yang merasa kurang puas karena ada sebagian yang lain mendapat bagian yang lebih banyak daripada mereka. Nabi Saw. Sengaja melakukan demikian karena berdasarkah apa yang dianjurkan oleh Allah Swt. kepadanya. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada mereka:


«يَا مَعْشَرَ الْأَنْصَارِ أَلَمْ أَجِدْكُمْ ضُلَّالًا فَهَدَاكُمُ اللَّهُ بِي، وَكُنْتُمْ مُتَفَرِّقِينَ فَأَلَّفَكُمُ اللَّهُ بِي، وَعَالَةً فَأَغْنَاكُمُ الله بي؟»


Hai orang-orang Ansar, bukankah aku menjumpai kalian dalam keadaan sesat, lalu Allah memberi petunjuk kepada kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan bercerai-berai, lalu Allah mempersatukan kalian melalui diriku; dan kalian dalam keadaan miskin, lalu Allah memberi kecukupan kepada kalian melalui aku?


Setiap kalimat yang diucapkan Nabi Saw. hanya bisa mereka katakan dengan kalimat berikut sebagai pengakuan mereka, "Hanya kepada Allah dan Rasul-Nya kami percaya."

Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar dan lain-lainnya menceritakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang dialami oleh kabilah Aus dan kabilah Khazraj.

 

Demikian itu terjadi ketika ada seorang lelaki Yahudi lewat di hadapan sejumlah orang penting dari kalangan kabilah Aus dan kabilah Khazraj, maka si Yahudi itu merasa tidak senang dengan kesatuan dan kerukunan yang ada di antara mereka.

Lalu ia mengirimkan seorang lelaki kepercayaannya dan memerintahkan kepadanya duduk bersama mereka dan mengingatkan mereka kepada peristiwa-peristiwa masa lalu yang pernah terjadi di antara mereka, yaitu peperangan Bi'as dan peperangan-peperangan lainnya yang terjadi di antara sesama mereka. Kemudian lelaki utusan si Yahudi itu melakukan apa yang diperintahkan kepadanya; dengan tekunnya ia melakukan tugas tersebut secara rutin, hingga suasana kaum menjadi panas kembali dan bangkitlah amarah sebagian mereka terhadap sebagian yang lain. Lalu timbullah fanatisme mereka, dan masing-masing pihak menyerukan semboyan-semboyannya, lalu mempersiapkan senjatanya masing-masing dan mengadakan tantangan kepada lawannya di tempat yang terbuka pada hari tertentu.

Ketika berita tersebut sampai kepada Nabi Saw., maka beliau mendatangi mereka, lalu beliau meredakan dan melerai mereka serta bersabda:


«أَبِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟»


Apakah kalian menyerukan seruan Jahiliah, sedangkan aku ada di antara kalian?


Kemudian Rasulullah Saw. membacakan ayat ini kepada mereka. Akhirnya mereka menyesali perbuatannya, lalu mereka berdamai, saling berpelukan, dan semua senjata mereka lemparkan. Semoga Allah melimpahkan rida-Nya kepada mereka.

Ikrimah menyebutkan bahwa peristiwa tersebut menimpa mereka ketika mereka dalam keadaan emosi karena peristiwa berita bohong (hadis’ul ifki).




Rabu, 02 Maret 2022

Jangan Mengikuti Prasangka

 

Al-Isra, ayat 36


{وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا (36) }


Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempu­nyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung­jawabannya.


Kesimpulan pendapat mereka dapat dikatakan bahwa Allah Swt. melarang mengatakan sesuatu tanpa pengetahuan, bahkan melarang pula mengatakan sesuatu berdasarkan zan (dugaan) yang bersumber dari sangkaan dan ilusi.


Dalam ayat lain disebutkan oleh firman-Nya:


{اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ}


jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa. (Al-Hujurat: 12)

Di dalam hadis disebutkan seperti berikut:


"إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ؛ فَإِنَّ الظَّنَّ أكذبُ الْحَدِيثِ"


Jauhilah oleh kalian prasangka. Karena sesungguhnya pra­sangka itu adalah pembicaraan yang paling dusta.

Di dalam kitab Sunnah Imam Abu Daud di sebutkan hadis berikut:


"بِئْسَ مطيةُ الرَّجُلِ: زَعَمُوا"


Seburuk-buruk sumber yang dijadikan pegangan oleh sesorang ialah yang berdasarkan prasangka.

Di dalam hadis yang lain disebutkan:


"إِنَّ أَفَرَى الفِرَى أَنْ يُرِي عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَيَا"


Sesungguhnya kedustaan yang paling berat ialah bila sese­orang mengemukakan kesaksian terhadap hal yang tidak di­saksikannya.


قَالَ ابْنُ خُوَيْزِ مَنْدَادٍ: تَضَمَّنَتْ هَذِهِ الْآيَةُ الْحُكْمَ بِالْقَافَةِ، لِأَنَّهُ لَمَّا قَالَ:" وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ "دَلَّ عَلَى جَوَازِ مَا لَنَا بِهِ عِلْمٌ، فَكُلُّ مَا عَلِمَهُ الْإِنْسَانُ أَوْ غَلَبَ عَلَى ظَنِّهِ جَازَ أَنْ يَحْكُمَ بِهِ، 


ibnu huwaij mandad berkata : ayat ini mengandung hukum sajak, karena menunjukan bolehnya berkata sesuatu yang kita ketahui ilmunua, maka setiap yang diketahui atau mengalahkan prasangkanya boleh menetapkan dengannya.


الثَّالِثَةُ- قَالَ الْإِمَامُ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْمَازِرِيُّ: كَانَتِ الْجَاهِلِيَّةُ تَقْدَحُ فِي نَسَبِ أُسَامَةَ لِكَوْنِهِ أَسْوَدُ شَدِيدُ السَّوَادِ، وَكَانَ زَيْدٌ أَبُوهُ أَبْيَضَ الْقُطْنِ،

 

Kedua : Imam Abu abdillah Al Majiri berkata : Dahulu zaman jahiliyyah memfitnah nasab usamah karena warna kulitnya hitam sekali, sedangkan bapanya Zaid putih seperti kapas.


الرَّابِعَةُ- اسْتَدَلَّ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ عَلَى الرُّجُوعِ إِلَى الْقَافَةِ عِنْدَ التَّنَازُعِ فِي الْوَلَدِ


Keempat : Jumhur beristidlal bolehnya kembali pada Al Qaffah ketika berselisih tentang anak, 


الْخَامِسَةُ- وَاخْتَلَفَ الْآخِذُونَ بِأَقْوَالِ الْقَافَةِ، هَلْ يُؤْخَذُ بِذَلِكَ فِي أَوْلَادِ الْحَرَائِرِ وَالْإِمَاءِ أَوْ يَخْتَصُّ بِأَوْلَادِ الْإِمَاءِ،


Kelima : perbedaan pendapat tentanh Qoffah apakah pada anak merdeka atau hamba sahaya atau khusus hamba sahaya.


أَيْ يُسْأَلُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ عَمَّا اكْتَسَبَ، فَالْفُؤَادُ يُسْأَلُ عَمَّا افْتَكَرَ فِيهِ وَاعْتَقَدَهُ، وَالسَّمْعُ والبصر عما رأس مِنْ ذَلِكَ وَسَمِعَ.  كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ "فَالْإِنْسَانُ رَاعٍ عَلَى جَوَارِحِهِ


Keenam : Yaitu ditanya setiapnya dari apa yang telah dilakukan, maka hati ditanya, dan pa tentang apa yang dipikirkan dan diyakinkan, dan pendengaran serta penglihatan atas apa yang disimpulkan dari yg didengar sebagaimana hadits "setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang yang dipimpinannya, maka manusia pemimpin semua anggota badannya "


وَعَبَّرَ عَنِ السَّمْعِ وَالْبَصَرِ وَالْفُؤَادِ بِأُولَئِكَ لِأَنَّهَا حَوَاسُّ لَهَا إِدْرَاكٌ، وَجَعَلَهَا فِي هَذِهِ الْآيَةِ مَسْئُولَةٌ، فَهِيَ حَالَةُ مَنْ يَعْقِلُ، فَلِذَلِكَ عَبَّرَ عَنْهَا بِأُولَئِكَ.


Dan diibaratkannya pendengaran dan penglihatan dan hati dengan "ulaika" karena alat indera mempunyai kemampuan menemukan, dan menjadikannya dalam ayat ini ditanya, maka ini adalah keadaan bagi yang berakal, oleh karena itu diibaratkan dengan ulaika.


Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...