PENGUNJUNG

Jumat, 21 Januari 2022

Seruan agar mumin TIDAK menikahi wanita musryik

 Surat Al-Baqarah [2:221]

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ


Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.


Sebab turunnya ayat


Mengenai sebab turunnya ayat ini, oleh Al-Wahidi diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sebagai berikut:


“Rasulullah saw. telah mengutus Mursad Al-Ganawi pergi ke Mekah guna menjemput sejumlah kaum muslimin yang masih tertinggal di sana untuk dibawa ke Madinah. Kedatangan Mursad ke Mekah itu terdengar oleh seorang wanita musyrik bernama `Anaq, yaitu teman lama Mursad sejak zaman jahiliah. Dia adalah seorang perempuan yang rupawan. Semenjak Mursad hijrah ke Madinah, mereka belum pernah berjumpa. Oleh sebab itu, setelah ia mendengar kedatangan Mursad ke Mekah, ia segera menemuinya. Setelah bertemu, maka `Anaq mengajak Mursad untuk kembali berkasih-kasihan dan bercumbuan seperti dahulunya. Akan tetapi Mursad menolak dan menjawab: “Islam telah memisahkan antara kita berdua; dan hukum Islam telah melarang kita untuk berbuat sesuatu yang tidak baik.” Mendengar jawaban itu `Anaq berkata: “Masih ada jalan keluar bagi kita, yaitu baiklah kita menikah saja.” Mursad menjawab: “Aku setuju, tetapi aku lebih dahulu akan meminta persetujuan kepada Rasulullah saw.” Setelah kembali ke Madinah, Mursad melaporkan kepada Rasulullah hasil pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, dan di samping itu diceritakannya pula tentang pertemuannya dengan `Anaq dan maksudnya untuk menikahinya. Ia bertanya kepada Rasulullah saw.: “Halalkah bagiku untuk mengawininya, padahal ia masih musyrik?” Maka turunlah ayat ini sebagai jawaban atas pertanyaan itu.“


Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda:


لا تنكحوا النساء لحسنهن فعسي حسنهن أن يرديهن ولا تنكحوهن علي أموالهن فعسي أموالهن أن تطغيهن و انكحوهن علي الدين فلأمة سوداء ذات دين أفضل


Terjemah : Jangan kamu mengawini perempuan karena kecantikannya, mungkin kecantikan itu akan membinasakan, janganlah kamu mengawini mereka karena harta kekayaannya mungkin harta kekayaan itu akan menyebabkan mereka durhaka dan keras kepala. Tetapi kawinilah mereka karena agamanya (iman dan akhlaknya). Budak perempuan yang hitam, tetapi beragama, lebih baik dari mereka yang tersebut di atas. (HR Ibnu Majah dari Abdullah bin ‘Amr)


Dan hadis lain Rasulullah saw. bersabda:


تنكح المرأة لأربع : لمالها و لحسبها و لجمالها و لدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك


Artinya: Perempuan itu dikawini karena 4 hal, yaitu: karena hartanya, karena kebangsawanannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Pilihlah perempuan yang beragama, engkau akan beruntung. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)


Perkawinan, erat hubungannya dengan agama. Orang musyrik bukan orang beragama. Mereka menyembah selain Allah. Di dalam soal perkawinan dengan orang musyrik ada batas tembok yang kuat, tetapi dalam soal pergaulan bermasyarakat itu biasa saja. Sebab perkawinan, erat hubungannya dengan keturunan dan keturunan erat hubungannya dengan harta pusaka, berhubungan dengan makan dan minum dan ada hubungannya dengan pendidikan dan pembangunan Islam.


Ini umum pada seluruh wanita musyrik, lalu dikhususkan oleh ayat dalam surat al-Maidah tentang bolehnya menikahi wanita ahli Kitab, sebagaimana Allah berfirman,


الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلُُّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا ءَاتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِاْلإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي اْلأَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ {5}


“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikan gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerina hukum-hukum Islam). Maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah : 5)


Terdapat kaidah ‘Berlakunya sebuah hukum itu tergantung ada atau tidak adanya penyebab’, karena dalam firman Allah “..sebelum mereka beriman..”. Hal ini menunjukkan bahwa ‘Ketika label –musyrikah- pada seseorang telah hilang maka halal dinikahi, dan sebaliknya ketika label –musryikah- masih ada maka haram menikahinya’.


Ayat diatas menunjukkan bahwa seorang suami adalah ‘wali’ bagi dirinya


Diharamkan bagi seorang wanita muslimah menikah dengan seorang kafir secara mutlaq tanpa terkecuali. Baik dari Ahli Kitab dari lainnya, dalam firman Allah yang lain ditegaskan : “…. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal bagi mereka….” (QS. Al-Mumtahanah : 10)


Syarat adanya seorang wali bagi seorang wanita ketika menikah, sebagaimana firmanNya “…Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) hingga mereka beriman…”, ayat tersebut ditujukan untuk para wali bagi wanita mukminah, dengan demikian tidak sah hukumnya menikah tanpa wali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjelaskan dalam sabda beliau, “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali”, dalam hadits shahih riwayat Abu Daud beliau bersabda, “Wanita mana saja yang menikah tanpa seizin walinya maka nikahnya batal, batal, batal (3x).”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...