PENGUNJUNG

Rabu, 31 Mei 2017

Pemuda Idaman


Pemuda dalam bahasa Arab salah satunya diungkapkan dalam istilah sabab yang berarti sebab terhadap sesuatu. penamaan ini berkaitan dengan sifat identik dari pemuda yaitu perantara terwujudnya sesuatu. sifat kepemudaan ini menuntut suatu gerakan dan perubahan terhadap suatu keadaan dan meniadakan stagnasi.

Hal mendasar yang menjadikan pemuda sebagai penggerak perubahan adalah karena dua sifat  : 
1. hamasah yaitu gelora hasrat dan semangat yang menggebu.
2. Puncak kekuatan fisik

Secara tidak langsung, dua hal mendasar tadi menunjukan banyak pemuda secara fisik tetapi sudah menua secara semangat, namun ada juga yang semangat tetapi terkadang fisik yang seperti orang tua.

karena dua potensi inilah setiap perjuangan dalam bidang apa pun selalu melibatkan pemuda. Perjuangan yang tidak melibatkan generasi muda adalah mandul. Sedang pemuda yang tidak terlibat dalam perjuangan adalah generasi pemutus garis sejarah.

Perjuangan dakwah menyeru manusia kepada jalan Allah adalah perjuangan sepanjang sejarah, keterputusan kaderisasi akan berakibat keterputusan perjuangan dakwah.

pemuda yang diharapkan dalam islam adalah sebagaimana dalam hadits rasul :

ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ – ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ :- ﺃﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻗﺎﻝ )) : ﺳﺒﻌﺔٌ ﻳﻈﻠُّﻬﻢ ﺍﻟﻠﻪ – ﺗﻌﺎﻟﻰ – ﻓﻲ ﻇﻠِّﻪ ، ﻳﻮﻡ ﻻ ﻇﻞَّ ﺇﻻ ﻇﻠُّﻪ : ﺇﻣﺎﻡٌ ﻋَﺪْﻝٌ ، ﻭﺷﺎﺏٌّ ﻧَﺸَﺄَ ﻓﻲ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺭﺟﻞٌ ﻣﻌﻠَّﻖٌ ﻗﻠﺒُﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ، ﻭﺭﺟﻼﻥ ﺗﺤﺎﺑَّﺎ ﻓﻲ ﺍﻟﻠﻪ؛ ﺍﺟﺘﻤﻌﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺗﻔﺮَّﻗﺎ ﻋﻠﻴﻪ ، ﻭﺭﺟﻞٌ ﺩَﻋَﺘْﻪُ ﺍﻣﺮﺃﺓٌ ﺫﺍﺕ ﻣﻨﺼﺐٍ ﻭﺟﻤﺎﻝ ﻓﻘﺎﻝ : ﺇﻧﻲ ﺃﺧﺎﻑ ﺍﻟﻠﻪ ، ﻭﺭﺟﻞٌ ﺗﺼﺪﻕ ﺑﺼﺪﻗﺔٍ ﻓﺄﺧﻔﺎﻫﺎ ﺣﺘﻰ ﻻ ﺗﻌﻠﻢَ ﺷِﻤﺎﻟﻪ ﻣﺎ ﺗُﻨﻔِﻖَ ﻳﻤﻴﻨُﻪ ، ﻭﺭﺟﻞٌ ﺫَﻛَﺮَ ﺍﻟﻠﻪ ﺧﺎﻟﻴًﺎ ﻓﻔﺎﺿَﺖْ ﻋﻴﻨﺎﻩ (( ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﻭﻣﺴﻠﻢ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tujuh golongan manusia yang Allah akan menaungi mereka dibawah naungan-Nya, di masa tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, laki-laki yang hatinya terpaut di masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah; berjumpa dan berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang diajak (berzina) oleh seorang perempuan yang terpandang dan cantik, kemudian ia berkata, “sungguh aku takut kepada Allah”, orang yang bersedekah dengan suatu sedekah kemudian ia menyembunyikannya, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya, dan orang yang mengingat Allah saat sendirian lalu air matanya mengalir.” (HR Bukhari Muslim)


Ia adalah pemuda yang Allah berikan taufik kepadanya dari sejak ia tumbuh rajin beramal shaleh dan Allah berikan kecintaan kepadanya. Allah jadikan hatinya benci terhadap perbuatan-perbuatan buruk dan Allah bantu untuk meninggalkannya. Demikian semua itu ada pada pemuda tersebut baik dengan sebab didikan yang baik, lingkungan yang kondusif atau yang lainnya. Allah telah menjaganya dari kenyataan yang terjadi pada banyak pemuda-pemuda yang lain berupa senda gurau dan permainan, mensia-siakan shalat, tenggelam dalam hafa nafsu dan kelezatan dunia. Allah memuji pertumbuhan yang diberkahi ini dengan firman-Nya, “Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS. Al-Kahfi [18]: 13)

Ketika darah muda menjadi pendorong yang kuat kepada hawa nafsu, maka menjadi perkara yang menakjubkan, jika ada seorang pemuda yang membiasakan dirinya dengan ketaatan dan sungguh-sungguh di dalamnya. Oleh karena itulah ia layak menjadi salah satu dari tujuh golongan yang mendapat naungan Allah.

Ia adalah manusia yang sadar bahwa masa mudanya akan dipertanggungjawabkan, untuk apa ia habiskan. Ia adalah manusia yang mematuhi wasiat Nabinya Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam ketika beliau berwasiat, “Pergunakanlah perkara yang lima sebelum datang yang lima: masa mudamu, sebelum datang masa tuamu, masa luangmu, sebelum datang masa sibukmu, masa hidupmu sebelum datang masa kematianmu, masa sehatmu, sebelum datang masa sakitmu, masa kayamu, sebelum datang masa miskinmu.” (HR Hakim)

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan bergeser dua kaki anak Adam pada hari kiamai dari sisi Tuhannya hingga ditanya tentang lima hal: umurnya, pada apa ia habiskan. Masa mudanya, pada apa ia gunakan. Hartanya, dari mana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan. Dan apa yang telah ia amalkan dari ilmunya.” (HR Tirmidzi)

Pemuda adalah tonggak penopang Umat. Ia adalah generasi masa datang. Dari mereka lah bangunan umat ini akan terbentuk. Dari mereka lah akan lahir para ulama, para reformis, pada mujahid dan peran-peran lain dalam bangunan masyarakat. Jika mereka baik, lingkungannya akan mendapat kebaikan di dunia dan akhirat. Allah berfirman, “Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Thur [52]: 21)

Senin, 29 Mei 2017

Shalat Jumat bagi yang safar



Selain menuntut terpenuhinya rukun dan syarat,  maka sebab wujudnya hukum bagi ibadah tersebut harus ada,  seperti ibadah jumat sebab wujud hukumnya adalah adanya jamaah,  dimana kita fahami bahwa jamaah untuk  shalat minimal 2 orang.

Selain sebab  wujud hukum, ilat penghalang terjadinya hukum (mani') juga harus diperhatikan  seperti tidak diwajibkan sholat jumat  untuk 4 golongan yaitu hamba sahaya,  orang sakit,  perempuan  dan anak kecil.  Sebagai mana hadits berikut :

ﻋَﻦْ ﻃَﺎﺭِﻕِ ﺑْﻦِ ﺷِﻬَﺎﺏٍ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺠُﻤُﻌَﺔُ ﺣَﻖٌّ ﻭَﺍﺟِﺐٌ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻓِﻲ ﺟَﻤَﺎﻋَﺔٍ ﺇِﻻَّ ﺃَﺭْﺑَﻌَﺔً ﻋَﺒْﺪٌ ﻣَﻤْﻠُﻮﻙٌ ﺃَﻭِ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓٌ ﺃَﻭْ ﺻَﺒِﻲٌّ ﺃَﻭْ ﻣَﺮِﻳﺾٌ

Dari Thariq bin Syihab, dari Nabi saw. saw. beliau bersabda, “Jum’at itu adalah hak yang wajib bagi setiap muslim secara berjama’ah kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan yang sakit.” H.r. Abu Daud, Sunan Abu Daud, I:347

Namun terkecuali bagi empat golongan di atas ada hukum yang berbeda bagi musafir yaitu boleh tidak shalat jumat dan kembali kepada hukum kewajiban  asal yaitu shalat dzuhur . Hal ini berdasarkan riwayat  berikut :

ﻓَﺄَﺟَﺎﺯَ ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﺗَﻰ ﻋَﺮَﻓَﺔَ ﻓَﻮَﺟَﺪَ ﺍﻟْﻘُﺒَّﺔَ ﻗَﺪْ ﺿُﺮِﺑَﺖْ ﻟَﻪُ ﺑِﻨَﻤِﺮَﺓَ ﻓَﻨَﺰَﻝَ ﺑِﻬَﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﺯَﺍﻏَﺖِ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲُ ﺃَﻣَﺮَ ﺑِﺎﻟْﻘَﺼْﻮَﺍﺀِ ﻓَﺮُﺣِﻠَﺖْ ﻟَﻪُ ﻓَﺄَﺗَﻰ ﺑَﻄْﻦَ ﺍﻟْﻮَﺍﺩِﻱ ﻓَﺨَﻄَﺐَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱَ ﺛُﻢَّ ﺃَﻗَﺎﻡَ ﻓَﺼَﻠَّﻰ ﺍﻟﻈُّﻬْﺮَ ﺛُﻢَّ ﺃَﻗَﺎﻡَ ﻓَﺼَﻠَّﻰ ﺍﻟْﻌَﺼْﺮَ ﻭَﻟَﻢْ ﻳُﺼَﻞِّ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻤَﺎ ﺷَﻴْﺌًﺎ…

… Selanjutnya beliau berangkat hingga sampai di Arafah, maka beliau menemukan tenda yang telah dibangun untuknya di Namirah, kemudian beliau singgah di Namirah, sehingga tatkala tergelincir matahari, beliau menyuruh dibawakan Qaswa (unta beliau), kemudian unta itu diserahkan padanya. Selanjutnya beliau sampai di lembah, terus beliau memberi hutbah pada manusia, kemudian dikumandangkan adzan selanjutnya iqamat, terus beliau salat Dzuhur, kemudian iqamat, dan terus salat Ashar, serta beliau tidak salat apapun di antara kedua salat itu. H.r. Muslim, Shahih Muslim, II:88.

Kejadian itu bertepatan dengan hari jumat berdasarkan riwayat muslim 2312 tentang turun nya surat al maidah ayat 3.

Jadi, bagi yang safar boleh tidak shalat jumat,  namun bila shalat jumat maka syarat dan rukun serta sebab nya harus terpenuhi dan ilat mani'nya tidak ada.

Shalat di belakang  ahli bidah

Bagi yang safar biasanya  kesulitan menemukan masjid yang kaifiyat ibadahnya tidak sesuai dengan sunnah rasul maka dalam hal ini,  Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H) rahimahullah pernah ditanya tentang boleh atau tidaknya shalat di belakang ahlul bid’ah, beliau menjawab: “Shalatlah di belakangnya dan baginya bid’ahnya.” Imam al-Bukhari memberikan bab tentang perkataan Hasan al-Bashri dalam Shahiihnya (bab Imamatul Maftuun wal Mubtadi’ dalam Kitaabul Aadzaan).

Dengan demikian  dapat diambil kesimpulan bahwa shalat di belakang ahli  bidah diperbolehkan  dan shalatnya tetap sah selama rukun dan syaratnya terpenuhi.  Namun juga perlu dicatat tidak boleh amalan bidahnya diikuti cukup diam saja berdasarkan perkataan "shalat saja dan baginya bidahnya".

Lalu bagaimana  dengan hitungan benar salah dan pahalanya?  Hal ini diutarakan dalam sebuah riwayat :

ﻳُﺼَﻠُّﻮْﻥَ ﻟَﻜُﻢْ، ﻓَﺈِﻥْ ﺃَﺻَﺎﺑُﻮْﺍ ﻓَﻠَﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻬُﻢْ، ﻭَﺇِﻥْ ﺃَﺧْﻄَﺄُﻭْﺍ ﻓَﻠَﻜُﻢْ ﻭَﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ .

“Mereka shalat mengimami kalian. Apabila mereka benar, kalian dan mereka mendapatkan pahala. Apabila mereka keliru, kalian mendapat pahala sedangkan mereka mendapat dosa.”HR. Al-Bukhari (no. 694) dan Ahmad (II/355, 537), dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.

Memahami masaqah dan madharat

Kesulitan lahir dari adanya suatu tuntutan pelaksanaan perintah karena perintah itu tholabu izadul fi'li (menuntut terwujudnya perbuatan). Berbeda dengan larangan yang justru menuntut meninggalkan sehingga tidak mungkin adanya kesulitan untuk meninggalkan.

Kesulitan dalam melaksanakan perintah dikenal  dalam kajian qawaid fiqiyyah sebagai al masaqotu. Dan Imam asy-syafi'i secara gamblang mengatakan "al amru idza doqot ittasa'at".(mabadi awwaliyah hal 30) . Urusan itu jika menyempit (sulit)  maka akan menjadi luas (longgar ). Praktiknya kita kenal dengan berbagai  macam keringanan dalam agama.

Bahaya itu dikenal dengan istilah madharat sebagaimana  ungkapan rasul la dharara wa la dhirara. Adanya kemadharatan berkaitan dengan adanya larangan yang menuntut untuk meninggalkan  sesuatu. Namun karena kondisi yang menyulitkan maka ia terpaksa melakukan larangan tersebut.  Sebagaimana dalam QS Al baqarah 173 tentang tidak berdosanya seseorang  makan yang diharamkan karena kemudharatan. 

Dalam hal shalat jumat di belakang ahli bidah tidak ada kesulitan dalam pelaksanaannya karena sholat jumatnya saja boleh tidak dilaksanakan.  Namun jika difahami sholat di belakang ahli bidah sebagai  suatu larangan dan berpotensi  menimbulkan madharat,  maka hemat saya melaksanakan bidahnya yang berkaitan dengan madharat sementara  shalat di belakang ahli bidah sama sekali  tidak berpotensi menuntut kita melakukan bidah karena kita bisa meninggalkan nya dengan tidak mengikutinya. 

Wallahu 'ala bisshawwab

Sabtu, 27 Mei 2017

Kenapa Musibah Ini Menimpaku?



Kata musibah biasanya berkonotasi negatif, bahkan salah satu definisi mengatakan bahwa musibah adalah sesuatu yang tidak disukai menimpa manusia. Dalam berbagai bentuknya musibah yang menimpa seseorang tidak pernah salah, hal ini selaras dengan penamaan musibah itu sendiri yang berasal dari padanan kata ashoba dan showwaba yang berarti benar.

Sebuah renungan bagi kita bahwa musibah walau pun sama bentuknya tapi ia berperan berbeda.

pertama ia berperan sebagai ujian. ujian berkaitan dengan peningkatan kualitas seseorang dan pembuktian kemampuan. (Q.S 29; 2)

kedua, ia berperan sebagai peringatan, perbedaan peran yang mendasar dengan ujian adalah kondisi orang yang diuji dalam keadaan stabil keimanan dan amalnya sedangkan peringatan biasanya bagi orang yang sedang lalai dalam keimanan dan amalnya. (Q.S 26;5)

ketiga, ia berperan sebagai kasih sayang Allah, banyak diantara kita yang tidak menyadari bahwa ketika musibah menimpa, sebenarnya kita lebih mengingat Allah karena kita membutuhkan pertolongannya, nah kalau Allah sudah kita ingat maka Allah akan lebih ingat kepada kita walau pun perantaranya dengan menimpakan musibah, karena kadang kita lupa kalau sedang mendapatkan kenikmatan. (Q.S 2:216)

keempat, ia dapat berperan sebagai adzab, lho kan belum dihisab kenapa bisa diadzab? Allah mengatakan bahwa adzab ini adalah adzab yang adzna lebih dekat sebelum adzab yang besar di akhirat nanti, bentuk adzab ini walau pun adzab tapi Allah masih mengharapkan manusia kembali kepada-Nya. (Q.S 32  :21)

Lalu apa yang harus kita lakukan ketika musibah melanda? sederhana saja,  "kembali kepada Allah",karena Ia lah yang memiliki kita dan hanya kepada-Nya lah kita kembali. Penyikapan ini lah yang diajarkan kepada setiap muslim (Q.S. 2:156). kalimat ini sering disebut sebagai kalimat istirja' yang berarti mengembalikan segala urusan kita kepada Allah. kembali mengandung pengertian ada jarak antara yang menuju dan dituju, sehingga pada dasarnya orang yang beristirja' kepada Allah sedang memperpendek jarak yang menjauh karena kelalaian atau bahkan kemaksiatan.

Diriwayatkan dari ‘Ali bin Al Husain, dari kakeknya

, Rasulullah bersabda,Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah, lalu ia mengenangnya dan mengucapkan kalimat istirja’ ( innalillahi wa inna ilaihi rooji’un ) melainkan Allah akan memberinya pahala semisal hari ia tertimpa musibah” (Hadits riwayat oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Kitab Al Bidayah wan Nihayah , 8:221 oleh Ibnu Katsir).

Diakui atau tidak, setelah musibah selalu ada pengganti yang semisal atau lebih baik, orang yang handphonenya hilang atau rusak biasanya selalu punya gantinya bahkan yang lebih baik, padahal kalau tidak hilang atau rusak belum tentu ia mengganti apalagi yang lebih baik. seperti itulah optimisme yang dibangun Rasulullah ketika musibah menimpa sebagaimana yang diajarkan dalam do'anya "Ya Allah ringankan lah aku dalam menerima musibah ini dan gantilah dengan yang lebih baik".

jadi, biasakanlah mengucapkan innalillahi wa inna ilaihi raji'un dalam sekecil apa pun musibah yang menimpa, kalau tidak jangan-jangan kita menunggu orang lain mengucapkan itu kepada kita.

wallohu 'alam bis showwab

Kamis, 25 Mei 2017

Ramadhan Kali Ini Harus Lebih Baik Lagi


Bulan Ramadhan kita pada tahun ini bukanlah yang pertama, namun jika kita mau jujur pada diri kita. dari kesekian kali Ramadhan yang telah kita lalui, berapa kali Ramadhan yang dapat kita banggakan?
Setiap Ibadah mempunyai kenikmatan rasa dalam pelaksanaanya, sebagaimana shalat menjadiqurrata ‘ain dan nikmatnya umrah dan haji di tengah kesusahpayahan pelaksanaannya dengan mengucapkan Talbiyah “labbaika Allohumma Labaik” (aku datang memenuhi panggilanmu Ya Allah). Kita sepakat bagaimana manisnya rasa gula, namun apakah manisnya gula juga masih berlaku bagi orang yang sakit giginya? Demikian pula Shaum Ramadhan kenikmatannya tidak akan terasa bagi mereka yang sakit hati dan jiwanya.
Apa yang menjadi indikasi kita telah merasakan kenikmatan Shaum Ramadhan? Ibarat orang yang telah mencicipi enaknya suatu hidangan, maka ia akan selalu ingin merasakannya kembali, demikian pula kenikmatan shaum Ramadhan, telah didapatkan oleh orang-orang yang selalu ingin merasakan nikmatnya melalui ibadah shaum sunnat walau pun bukan pada Bulan Ramadhan.
Ibadah shaum berbeda dengan shalat dimana tuntutannya melaksanakan, Ibadah shaum sebagaimana pengertian yang terkandung dalam penamannya bermakna menahan atau meninggalkan. Ibadah shaum seolah menggambarkan kepada kita bahwa ada orang yang mampu melaksanakan dan mampu meninggalkan,  inilah orang yang shaum dan shalat. Di sisi lain ada orang yang mampu meninggalkan tetapi tidak mampu melaksanakan, inilah orang yang shaum tetlpi tidak shalat, ada yang shalat tetapi tidak shaum, merekalah yang hanya mampu melaksanakan tetapi tidak mampu meninggalkan.
Shaum merupakan ibadah yang menuntut meninggalkan, namun apa yang ditinggalkan bukanlah sesuatu yang haram, Apa yang ditinggalkan ketika shaum adalah sesuatu yang dihalalkan. Berdasarkan hal  ini dapat kita fahami bahwa orang yang telah lulus beribadah shaum dengan benar secara otomatis akan mampu meninggalkan sesuatu yang diharamkan, karena jangankan yang haram, yang halal pun ia dapat tinggalkan ketika shaum.
Gapailah Berkah Shaum Ramadhan!
Puncak ibadah ternyata terdapat pada ibadah shaum. Orang yang sholat tidak bisa sambil ngobrol, tetapi orang yang sedang shaum jangankan ngobrol, shalat saja bisa malah wajib, berbeda dengan orang yang ngobrol belum tentu ia shaum,  hal ini dikarenakan karakteristik perintah shaum itu adalah kutiba, “mengikatkan sesuatu dengan yang lainnya”. Sehingga  ngantuk, ngobrol, dan tidurnya orang yang shaum adalah ibadah.
Keberkahan Bulan Ramadhan selalu diungkapkan berdasarkan hadits apabila datang bulan Ramadhan maka dibukakan pintu surga, dan ditutup pintu neraka. Namun pertanyaannya apa untungnya bagi kita kalau kita masih di dunia? Selain itu, pada Bulan Ramadhan ini pula, setan-setan dibelenggu? Namun justru kejahatan pada bulan ini cenderung meningkat. Penggunaan kalimat pasif tanpa subjek pada hadits di atas, menunjukkan bukan Allah Subjeknya, tetapi amal kita yaitu shaum. Karena hadits tersebut menjelaskan surat An-Najm : 39  “Dan tidak ada bagi manusia ganjaran kecuali apa yang ia usahakan”. Juga berdasarkan hadits :
أتيت رسول الله ص فقلت: مرني بعمل يدخلني الجنة ! قال عليك بالصوم فانه لا عدل له
Umamah), Aku datang pada Rasulullah saw lalu bertanya perintahlah aku untuk melakukan suatu amal yang memasukanku ke surga ! Beliau berkata:  Shaumlah kamu, karena shaum itu tak ada bandingnya. R.Ahmad dari Umamah
لا يصوم عبد يوما في سبيل الله إلا باعد الله بذالك اليوم النار عن وجهه سبعين خريفا
Tidaklah seorang hamba shaum satu hari di jalan Allah kecuali Allah akan menjauhkan neraka dengan shaum hari itu dari mukanya selama 70 tahun.  R. al-jamaah – dari Abu Sa,id
Mampukah Shaum Ramadhan kita yang telah lalu dan tahun ini membuka pintu surga sekaligus menutup pintu neraka dan membelenggu setan yang akan memadharatkan kita? Untuk menjawab pertanyaan itu, alangkah baiknya kita mengevaluasi kualitas shaum kita. Kualitas shaum kita ditentukan berdasarkan kekhusuannya sebagaimana ibadah-ibadah yang lain. Berbeda dengan agama di luar Islam yang menjadikan kekhusuan dengan menghadirkan wujud Tuhan yang disembahnya, maka Islam mengajarkan kekhusuan tersebut dengan tidak menghadirkan wujudnya tetapi mengakui eksistensinya. Shaum ini melatih kita mengakui eksistensi Allah SWT walau pun tidak terlihat, karena tidak ada yang mengetahui shaum atau tidaknya seseorang kecuali Allah SWT dan dirinya sendiri.
Bagaimana cara kita mendapatkan kekhusuan? Tidak ada cara lain bagi kita kecuali dengan ilmu. Seorang siswa yang sedang ujian dan mengetahui ilmunya tidak akan melirik ke kiri atau pun ke kanan  ketika mengerjakan soal, demikian pula orang yang mempunyai ilmu  ia tidak akan bingung bagaimana melaksanakan shaum di tengah variatifnya pendapat, ia juga tidak akan bingung tentang apa saja yang dapat membatalkan shaum, karena kebingungan itu akan menghilangkan kekhusuan.
Catatlah!
Alangkah bahagianya kita ketika melihat raport dibagikan, meskipun tidak secara keseluruhan menggambarkan hasil pencapaian belajarnya, namun raport tersebut menjadi suatu pijakan yang berharga untuk pencapaian belajar di hari esok yang lebih baik. Ibadah di Bulan Ramadhan kita juga terkadang sulit menjadi pijakan untuk perbaikan ke depan, dikarenakan kita tidak mencatat pencapaiannya. Maka catatlah setiap amal yang akan kita lakukan di Ramadhan kali ini, juga catatlah apa yang terlaksana dan terlewat dari apa yang kita laksanakan, karena sekali lagi, karakteristik perintah ibadah shaum sangat unikKutiba ‘alaikumus shiyyam, Kutiba itu bentukmajhul dari kataba yang biasa kita artikan menulis atau mencatat, jadi, Catatlah!, insyaa Allah apa yang kita catat menjadi pijakan berharga dalam rangka usaha kita menjadikan Ramadhan kali ini Ramadhan yang lebih baik.

Jumat, 19 Mei 2017

Amalan 1mg

                                              
         
Orang mukmin disebut beriman karena kepercayaan mereka. Percaya adalah kata yang memerlukan kepada objek, sehingga walau pun percaya jika objeknya tidak sesuai belum dikatakan sebagai seorang mukmin. Kepercayaan ini ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya terhadap 6 hal yang kita sebut dengan ruku iman yang meliputi : Iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul dan nabi-Nya, qodo dan qadar, serta hari akhir.

Jika terhadap 5 point pertama tidak ada keraguan karena sudah jelas bukti keberadaannya, maka terhadap point terakhir yaitu beriman kepada hari akhir, justru menuntut pembuktian. Dengan kata lain, Iman kepada Allah, malaikat, kitab, rasul dan nabi-Nya, serta  qodo dan qadar. Menjadi alasan kuat untuk untuk beriman kepada hari akhir. Lalu bagaimana metode memercayai hal ghaib di masa depan yang belum terjadi sama sekali? Maka dengan kebijaksanaanya, Allah SWT menghargai akal untuk berpikir sehingga timbul keyakinan sebagai wujud keimanan. Metode ini kita kenal dengan ilmu yaqin, ainal yaqin, dan haqqul yaqin.

Beriman kepada hari akhir, adalah beriman kepada seluruh prosesi peristiwa yang terjadi pada hari kiamat dan setelahnya hingga berakhir dalam keabadian yang berujung pada penempatan tiap manusia dan jin diantara dua pilihan yaitu surga dan neraka. Salah satu prosesi yang harus diimani adalah hari perhitungan [yaumul hisab]. Banyak sekali ayat dan surat yang menerangkan tentang hal ini di dalam Al-Quran menunjukkan betapa pentingnya hal ini bagi tiap manusia. Salah satu ayat yang menggambarkan hari perhitungan adalah sebagai berikut :

ﻭَﻧَﻀَﻊُ ﺍﻟْﻤَﻮَﺍﺯِﻳﻦَ ﺍﻟْﻘِﺴْﻂَ ﻟِﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻓَﻠَﺎ ﺗُﻈْﻠَﻢُ ﻧَﻔْﺲٌ ﺷَﻴْﺌًﺎ ۖ ﻭَﺇِﻥْ ﻛَﺎﻥَ ﻣِﺜْﻘَﺎﻝَ ﺣَﺒَّﺔٍ ﻣِﻦْ ﺧَﺮْﺩَﻝٍ ﺃَﺗَﻴْﻨَﺎ ﺑِﻬَﺎ ۗ ﻭَﻛَﻔَﻰٰ ﺑِﻨَﺎ ﺣَﺎﺳِﺒِﻴﻦَ

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.( 21:47 ‏)

Melalui penelitian dapat diketahui bahwa satu kilogram biji moster (khardal) terdiri atas 913.000 butir. Dengan demikian, berat satu butir biji moster hanya sekitar satu per seribu gram, atau ± 1 mg., dan merupakan biji-bijian teringan yang diketahui umat manusia sampai sekarang.

Dan firman Allah Swt., menyitir kata-kata Luqman kepada anak-anaknya:

{يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الأرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ}

Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Luqman: 16)

Di dalam kitab Sahihain disebutkan sebuah hadis melalui sahabat Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ"

Ada dua kalimat yang ringan dibaca lisan, tetapi berat di dalam timbangan lagi disukai oleh Tuhan Yang Maha Pemurah, yaitu Subhanallah (Mahasuci Allah) Wabihamdihi (dan dengan memuji kepada-Nya) Subhanallahil 'Azim (Mahasuci Allah lagi Mahabesar).

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْحَاقَ الطَّالَقَاني، حَدَّثَنَا ابْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ لَيْثِ بْنِ سَعْدٍ، حَدَّثَنِي عَامِرُ بْنُ يَحْيَى، عَنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إن الله عَزَّ وَجَلَّ يَسْتَخْلِصُ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا كُلُّ سِجِلٍّ مَدُّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يقول أتنكر من هذا شيئًا؟ أَظْلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ؟ قَالَ: لَا يَا رَبِّ، قَالَ: أَفَلَكَ عُذْرٌ، أَوْ حَسَنَةٌ؟ " قَالَ: فَيُبْهَتُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ: لَا يَا رَبِّ. فَيَقُولُ: بَلَى، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً وَاحِدَةً، لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ. فَيُخْرِجُ لَهُ بِطَاقَةً فِيهَا: "أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ" فَيَقُولُ: أَحْضِرُوهُ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلَّاتِ؟ فَيَقُولُ: إِنَّكَ لَا تُظْلَمُ، قَالَ: "فَتُوضَعُ السِّجِلَّاتُ فِي كِفَّةٍ [وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ] "، قَالَ: "فَطَاشَتِ السِّجِلَّاتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ" قَالَ: "وَلَا يَثْقُلُ شَيْءٌ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Ishaq At-Taliqani, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Lais ibnu Sa'd, dari Amir ibnu Yahya, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Amr ibnul 'As menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Sesungguhnya Allah Swt. memanggil seorang lelaki dari kalangan umatku di antara para makhluk kelak di hari kiamat. Lalu dibeberkan di hadapan lelaki itu sembilan puluh sembilan catatan, setiap catatan selebar sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman, "Apakah engkau mengingkari sesuatu dari catatan ini? Dan apakah para malaikat pencatat amal-Ku berbuat aniaya kepadamu?” Lelaki itu menjawab, "Tidak, ya Tuhanku.” Allah berfirman, "Apakah kamu punya alasan atau suatu kebaikan?” Lelaki itu terdiam, lalu menjawab, "Tidak punya, ya Tuhanku.” Allah berfirman, "Tidak demikian, kamu punya suatu amal kebaikan di sisi Kami, pada hari ini kamu tidak akan dianiaya.” Lalu dikeluarkanlah sebuah kartu yang padanya tercatat kalimat, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.'' Maka Allah berfirman, "Datangkanlah ia.” Lalu lelaki itu bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah kartu ini dan semua lembaran catatan ini?” Allah berfirman, "Sesungguhnya kamu tidak dianiaya.” Maka diletakkan­lah lembaran catatan pada salah satu dari kedua sisi neraca itu, sedangkan di sisi lainnya diletakkan kartu tersebut. Ternyata timbangan lembaran catatan amal perbuatan ringan, sedangkan timbangan kartu itu berat. Rasul Saw. bersabda, "Tiada sesuatu pun yang lebih berat daripada Bismillahir Rahmanir Rahim.”

Imam Turmuzi meriwayatkan hadis ini —juga Ibnu Majah melalui hadis— Al-Lais ibnu Sa'd; Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib.

Ibnu Katsir menerangkan satu riwayat berkaitan dengan ayat ini sebagaimana yang dikatakan imam ahmad :

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، جَلَسَ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي مَمْلُوكِينَ، يَكْذِبُونَنِي، وَيَخُونُونَنِي، وَيَعْصُونَنِي، وَأَضْرِبُهُمْ وَأَشْتُمُهُمْ، فَكَيْفَ أَنَا مِنْهُمْ؟ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُحْسَبُ مَا خَانُوكَ وَعَصَوْكَ وَكَذَّبُوكَ وَعِقَابُكَ إِيَّاهُمْ، إِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ دُونَ ذُنُوبِهِمْ، كَانَ فَضْلًا لَكَ [عَلَيْهِمْ] وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ بِقَدْرِ ذُنُوبِهِمْ، كَانَ كَفَافًا لَا لَكَ وَلَا عَلَيْكَ، وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ فَوْقَ ذُنُوبِهِمْ، اقْتُصَّ لَهُمْ مِنْكَ الْفَضْلُ الَّذِي يَبْقَى قِبَلَكَ". فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَبْكِي بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَيَهْتِفُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ما لَهُ أَمَا يَقْرَأُ كِتَابَ اللَّهِ؟: {وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ} فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَجِدُ شَيْئًا خَيْرًا مِنْ فِرَاقِ هَؤُلَاءِ -يَعْنِي عَبِيدَهُ-إِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّهُمْ أحرار كلهم

Imam Ahmad mengatakan dari Siti Absyah, bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. duduk di hadapan beliau, lalu lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki budak-budak yang pernah berdusta, berkhianat dan menentang perlakuan terhadap caci maki mereka. Bagaimanakah tentang perlakuanku terhadap mereka itu? Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Kelak akan diperhitungkan kadar khianat, durhaka, dan dusta mereka kepadamu, dan hukuman yang kamu jatuhkan kepada mereka. Jika hukumanmu kepada mereka sesuai dengan kadar pelanggaran mereka, maka hal itu impas, tidak membawa manfaat kepadamu dan tidak pula menimpakan mudarat kepadamu. Jika hukumanmu kepada mereka masih di bawah kadar pelanggaran mereka, maka hal itu merupakan suatu keutamaan bagimu. Dan jika hukumanmu kepada mereka lebih dari kadar pelanggaran mereka, maka mereka akan menuntut balas darimu kelebihan hukuman yang kamu jatuhkan kepada mereka. Kemudian lelaki itu menangis di hadapan Rasulullah Saw. seraya bergumam. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Mengapa dia tidak membaca firman Allah Swt. yang mengatakan: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan sesesorang barang sedikit pun. Dan jika(amalan itu) hanya sebesar biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nyaDan cukuplah Kami sebagai Pembuat Perhitungan' (Al-Anbiya: 47)." Maka lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, tiada jalan lain yang lebih baik bagiku selain berpisah dari mereka —yakni budak-budaknya—. Sesungguhnya aku bersaksi kepadamu bahwa mereka semuanya merdeka."Kembali 

Dahsyatnya perhitungan Allah terhadap amalan manusia tergambar dalam ayat berikut :

ﻭَﻗَﺪِﻣْﻨَﺎ ﺇِﻟَﻰٰ ﻣَﺎ ﻋَﻤِﻠُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻞٍ ﻓَﺠَﻌَﻠْﻨَﺎﻩُ ﻫَﺒَﺎﺀً ﻣَﻨْﺜُﻮﺭًﺍ

Kami akan perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu akan kami jadikan amal itu bagaikan debu beterbangan (25:23]

 1 biji sawi = 1 mg   1 butir debu = 1-500 mikron (1 mikron 1/1000 mg)

Jika kebaikan sekecil apa pun akan diperhitungkan oleh Allah walaupun sebutir biji sawi namun kebaikan sebesar apa pun tidak akan diperhitungkan tanpa iman dan keikhlasan karena hanya butiran debu beterbangan yang tidak berkontribusi terhadap berat dalam timbangan.

Dalam perhitungan selain timbangan yang digunakan tepat, maka saksi juga diperlukan untuk menghindari penyangkalan yang dilakukan oleh pelaku. Hal ini sebagaimana diterangkan berikut :

ﻳَﻮْﻡَ ﺗَﺸْﻬَﺪُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺃَﻟْﺴِﻨَﺘُﻬُﻢْ ﻭَﺃَﻳْﺪِﻳﻬِﻢْ ﻭَﺃَﺭْﺟُﻠُﻬُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ

Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.(24: 24)

Jika DNA dalam gen, dan gen dalam kromosom, serta kromosom dalam sel pada spermatozoa dan ovum bisa merekam informasi seorang bayi dengan sempurna, maka setiap sel dalam tubuh kita termasuk lidah, tangan dan kaki akan lebih sempurna merekam informasi perkataan dan perbuatan kita. Rekaman ini akan dengan mudah diputar ulang sebagaimana mudahnya kita naik sepeda kembali setelah bertahun-tahun tidak menaikinya, bahkan kalau pun datanya hilang dengan mudah dapat ditemukan kembali semudah restore the previous version atau undo pada sistem operasi computer.

Ibnu Katsir menerangkan satu riwayat berkaitan dengan ayat ini sebagaimana yang dikatakan imam Ibnu Hatim :

قَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجذُه، ثُمَّ قَالَ: "أَتُدْرُونَ مِمَّ أَضْحَكُ؟ " قُلْنَا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: "مِنْ مُجَادَلَةِ الْعَبْدِ رَبَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُولُ: يَا رَبِّ، أَلَمْ تُجِرْني مِنَ الظُّلْمِ؟ فَيَقُولُ: بَلَى. فَيَقُولُ: لَا أُجِيزُ عليَّ شَاهِدًا إِلَّا مِنْ نَفْسِي. فَيَقُولُ: كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ شَهِيدًا، وَبِالْكِرَامِ عَلَيْكَ شُهُودًا فَيُخْتَمُ عَلَى فِيهِ، وَيُقَالُ لِأَرْكَانِهِ: انْطِقِي فَتَنْطِقُ بِعَمَلِهِ، ثُمَّ يُخَلِّي بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَلَامِ، فَيَقُولُ: بُعدًا لَكُنّ وسُحْقًا، فعنكُنَّ كنتُ أُنَاضِلُ".

Ibnu Abu Hatim Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa ketika kami berada di rumah Nabi Saw, tiba-tiba beliau tertawa sehingga gigi serinya kelihatan, kemudian beliau bersabda: "Tahukah kalian mengapa aku tertawa?” Kami menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau Saw. bersabda, "Karena perdebatan seorang hamba kepada Tuhannya, ia berkata, 'Wahai Tuhanku, bukankah Engkau melindungi diriku dari kezaliman?' Allah berfirman, 'Aku tidak memperkenankan seorang saksi pun kecuali dari pihak-Ku. 'Allah berfirman, "Cukuplah hari ini engkau sebagai saksi terhadap dirimu dan juga para malaikat yang mulia-mulia.” Maka dikuncilah mulutnya, lalu dikatakan kepada seluruh anggota tubuh si hamba itu, 'Berbicaralah kamu. ' Maka seluruh anggota tubuh si hamba itu membicarakan tentang amal perbuatan­nya. Kemudian Allah membiarkannya berbicara kembali, maka si hamba itu berkata (kepada seluruh anggota tubuhnya), 'Celakalah kalian dan binasalah kalian, padahal aku berjuang untuk kalian.


Amal kebaikan harus didasari oleh keimanan dan keikhlasan yang menuntut ketaatan terhadap perintah Allah dan contoh Rasul-Nya. Dua perkara inilah yang menjaga amal dari pembatal amal. 


Untuk pemaparan dalam bentuk video silahkan klik Tonton video

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...