Ar-Rum, ayat 41-42
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (41) قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ (42) }
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah, "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Yang dimaksud dengan al-barr ialah daratan seperti yang kita kenal ini, dan yang dimaksud dengan al-bahr ialah lautan.
Zaid ibnu Rafi' mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah tampak kerusakan. (Ar-Rum: 41) Yakni dengan terputusnya hujan yang tidak menyirami bumi, akhirnya timbullah paceklik;
Bahwa yang dimaksud dengan rusaknya daratan ialah terbunuhnya banyak manusia, dan yang dimaksud dengan rusaknya lautan ialah banyaknya perahu (kapal laut) yang dirampok.
{ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ}
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia. (Ar-Rum: 41)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Allah Ta’ala memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan…”.
Tidak terkecuali dalam hal ini, musibah dan “kerusakan” yang terjadi dalam rumah tangga, seperti tidak rukunnya hubungan antara suami dan istri, serta seringnya terjadi pertengkaran di antara mereka, penyebab utama semua ini adalah perbuatan maksiat yang dilakukan oleh sang suami atau istri.
Inilah makna yang diisyaratkan dalam ucapan salah seorang ulama salaf yang mengatakan, “Sungguh (ketika) aku bermaksiat kepada Allah, maka aku melihat (pengaruh buruk) perbuatan maksiat tersebut pada tingkah laku istriku…”
Yaitu dengan berkurangnya hasil tanam-tanaman dan buah-buahan karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:
"لَحَدٌّ يُقَامُ فِي الْأَرْضِ أَحَبُّ إِلَى أَهْلِهَا مِنْ أَنْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا"
Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat puluh hari.
Dikatakan demikian karena bila hukuman-hukuman had ditegakkan, maka semua orang atau sebagian besar dari mereka atau banyak dari kalangan mereka yang menahan diri dari perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan maksiat ditinggalkan, maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari langit dan juga dari bumi.
Oleh sebab itulah kelak di akhir zaman bila Isa putra Maryam a.s. diturunkan dari langit, ia langsung menerapkan hukum syariat yang suci ini (syariat Islam), antara lain membunuh semua babi, semua salib ia pecahkan, dan jizyah (upeti) ia hapuskan. Maka tidak diterima lagi upeti, melainkan Islam atau perang.
Dan bila di masanya Allah telah membinasakan Dajjal beserta para pengikutnya, juga Ya'juj dan Ma'juj telah dimusnahkan, maka dikatakan kepada bumi, "Keluarkanlah semua berkah (kebaikan)mu!" Sehingga sebuah delima dapat dimakan oleh sekelompok orang, dan kulitnya dapat mereka pakai untuk berteduh. Hasil perahan seekor sapi perah dapat mencukupi kebutuhan minum sejumlah orang. Hal itu tiada lain berkat dilaksanakannya syariat Nabi Muhammad Saw. Manakala keadilan ditegakkan, maka berkah dan kebaikan akan banyak di dapat. Karena itulah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui salah satu hadisnya yang mengatakan,
"إنَّ الْفَاجِرَ إِذَا مَاتَ تَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ، وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ"
"Apabila seorang pendurhaka mati, maka merasa gembiralah semua hamba, negeri, pepohonan, dan hewan-hewan dengan kematiannya itu."
{لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا}
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka. (Ar-Rum: 41)
Maksudnya, agar Allah menguji mereka dengan berkurangnya harta dan jiwa serta hasil buah-buahan, sebagai suatu kehendak dari Allah buat mereka dan sekaligus sebagai balasan bagi perbuatan mereka.
{لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (Ar-Rum: 41)
Yakni agar mereka tidak lagi mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
{وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ}
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (Al-A'raf: 168)
Kemudian Allah Swt. berfirman dalam ayat selanjutnya:
{قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ}
Katakanlah, "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. (Ar-Rum: 42)
Yaitu orang-orang dahulu sebelum kalian.
{كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ}
Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Ar-Rum: 42)
Maka lihatlah apa yang telah menimpa mereka disebabkan mendustakan para rasul dan mengingkari nikmat-nikmat Allah.
Dikarenakan perbuatan syirik (menyekutukan Allah dalam beribadah) adalah dosa yang paling besar di sisi Allah, maka kerusakan yang ditimbulkan akibat perbuatan ini sangat besar, bahkan perbuatan inilah yang menjadi sebab utama kerusakan terbesar di muka bumi.
Imam Qatadah dan as-Suddi berkata, “Kerusakan (yang sesungguhnya) adalah perbuatan syirik, dan inilah kerusakan yang paling besar”.
Demikian juga perbuatan bid’ah dan semua seruan dakwah yang bertentangan dengan petunjuk Rasulullah, pada hakekatnya merupakan sebab terbesar terjadinya kerusakan di muka bumi. Karena petunjuk dan kebenaran yang dibawa oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah satu-satunya aturan untuk memakmurkan dan mensejahterakan alam semesta, sehingga semua seruan agama yang bertentangan dengan petunjuk beliau adalah sebab utama terjadinya kerusakan di muka bumi.
Oleh karena itu, imam Abu Bakar Ibnu ‘Ayyasy Al Kuufi ketika ditanya tentang makna firman Allah Ta’ala,
{وَلا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلاحِهَا}
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya…”.
Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah mengutus Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat manusia, (sewaktu) mereka dalam keadaan rusak, maka Allah memperbaiki (keadaan) mereka dengan (petunjuk yang dibawa) Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga barangsiapa yang mengajak (manusia) kepada selain petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam maka dia termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar