Oleh Miftah Husni
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ
نَفْسٌ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا
قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
(18)
Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(al-hasyr 18)
Rasanya tidak ada
diantara kita yang tidak menyimpan sesuatu untuk persiapan besok baik berupa
makanan, Harta atau apa pun bentuknya yang kita sebut dengan simpanan atau pun
tabungan. Orang menyimpan atau menabung biasanya mempunyai dua tujuan :
1.
Memperoleh keinginannya
dalam bentuk kesenangan dan
2.
Berjaga-jaga dari
sesuatu yang tidak disukainya seperti sakit, atau pun
kebangkrutan.
Keyakinan ini lahir dari
anggapan manusia bahwa umur yang dimiliki nya bukan hari ini saja
melainkan esok, esok, dan esok. Namun bila jujur pada diri
tahapan hidup manusia berdasarkan apa yang kita lihat dan kita alami
sudah jelas. Jika anak kecil menabung untuk masa dewasanya,
maka orang dewasa menabung untuk masa tuanya, namun selesai masa tua
untuk masa apa manusia menabung?
Fakta inilah yang
diingatkan Allah tentang perlunya manusia menabung untuk hari esok yang disebut
akhirat. Jika untuk esok hari saja yang masih belum tentu manusia alami
dengan sedemikian rupanya manusia berusaha menabung, maka
kenapa manusia tidak berusaha sekuat tenaga untuk menabung bagi kehidupan
akhiratnya yang sudah pasti? Padahal tabungan inilah merupakan apa yang
dipersiapkan manusia untuk mencapai kebahagiaan yang diidamkannya yaitu
surga atau persiapan menghadapi kemungkinan buruk menghindari
kecelakaan yaitu siksa neraka. Maka juga harus diingat kebanyakan kita
menabung adalah untuk mencapai tujuan yang menyenangkan kita, namun
jika yang terjadi adalah kecelakaan maka sudah pasti tujuan kita turun kepada
yang kedua tidak apa-apa tidak mendapatkan itu yang penting
selamat, sehat, dan aman
Kedua tujuan
tersebut sama akan terjadi bukan hari ini saja tetapi masa yang akan
datang di akhirat, kalau pun hari ini kita merasa banyak amalan yang
ditabung dengan harapan amal kita dapat menebus surga yang kita
idamkan, tetapi bila ternyata hitungan Allah justru lebih banyak dosa
yang kita perbuat maka jangankan mengharapkan surga menebus diri dari
neraka saja sudah merupakan suatu kebahagian.
Yang menarik dari
al-hasyr 18 ini adalah dimulai dengan perintah untuk bertakwa,
dimana para ulama telah menyepakati bahwa takwa itu adalah menjaga
diri dari perbuatan yang menyebabkan dosa. Karena sebanyak apa pun
amal shalih yang kita tabung kalau dosa kita banyak maka habislah pahala amal
tersebut untuk menutupi dosa tersebut.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو نُوحٍ قُرَادٌ
أَنْبَأَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ،
عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، جَلَسَ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، إِنَّ لِي مَمْلُوكِينَ، يَكْذِبُونَنِي، وَيَخُونُونَنِي،
وَيَعْصُونَنِي، وَأَضْرِبُهُمْ وَأَشْتُمُهُمْ، فَكَيْفَ أَنَا مِنْهُمْ؟ فَقَالَ
لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُحْسَبُ مَا
خَانُوكَ وَعَصَوْكَ وَكَذَّبُوكَ وَعِقَابُكَ إِيَّاهُمْ، إِنْ كَانَ عِقَابُكَ
إِيَّاهُمْ دُونَ ذُنُوبِهِمْ، كَانَ فَضْلًا لَكَ [عَلَيْهِمْ] وَإِنْ كَانَ
عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ بِقَدْرِ ذُنُوبِهِمْ، كَانَ كَفَافًا لَا لَكَ وَلَا
عَلَيْكَ، وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ فَوْقَ ذُنُوبِهِمْ، اقْتُصَّ لَهُمْ
مِنْكَ الْفَضْلُ الَّذِي يَبْقَى قِبَلَكَ". فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَبْكِي
بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَيَهْتِفُ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ما لَهُ أَمَا
يَقْرَأُ كِتَابَ اللَّهِ؟: {وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ
الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ
خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ} فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا
رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَجِدُ شَيْئًا خَيْرًا مِنْ فِرَاقِ هَؤُلَاءِ -يَعْنِي
عَبِيدَهُ-إِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّهُمْ أحرار كلهم
Imam Ahmad mengatakan
pula, telah menceritakan kepada kami Abu Nuh, telah menceritakan kepada kami
Laioe ibnu Sa'd, dari Malik ibnu Anas, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti
Absyah, bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. duduk di
hadapan beliau, lalu lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya
saya memiliki budak-budak yang pernah berdusta, berkhianat dan menentang
perlakuan terhadap caci maki mereka. Bagaimanakah tentang perlakuanku terhadap
mereka itu? Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Kelak akan
diperhitungkan kadar khianat, durhaka, dan dusta mereka kepadamu, dan hukuman
yang kamu jatuhkan kepada mereka. Jika hukumanmu kepada mereka sesuai dengan
kadar pelanggaran mereka, maka hal itu impas, tidak membawa manfaat kepadamu
dan tidak pula menimpakan mudarat kepadamu. Jika hukumanmu kepada mereka masih
di bawah kadar pelanggaran mereka, maka hal itu merupakan suatu keutamaan
bagimu. Dan jika hukumanmu kepada mereka lebih dari kadar pelanggaran mereka,
maka mereka akan menuntut balas darimu kelebihan hukuman yang kamu jatuhkan
kepada mereka. Kemudian lelaki itu menangis di hadapan Rasulullah Saw.
seraya bergumam. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Mengapa dia tidak membaca
firman Allah Swt. yang mengatakan: Kami akan memasang timbangan yang tepat
pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan sesesorang barang sedikit pun. Dan
jika(amalan itu) hanya sebesar biji sawi pun pasti Kami
mendatangkan (pahala)nyaDan cukuplah Kami sebagai Pembuat
Perhitungan' (Al-Anbiya: 47)." Maka lelaki itu berkata, "Wahai
Rasulullah, tiadajalan lain yang lebih baik bagiku selain berpisah dari mereka
—yakni budak-budaknya—. Sesungguhnya aku bersaksi kepadamu bahwa mereka
semuanya merdeka.
Alangkah indahnya ibnu
katsir menafsirkan al-hasyr 18 ini dengan menyebutkan "Yakni hitung-hitunglah diri
kalian sebelum kalian dimintai pertanggung jawaban, dan perhatikanlah apa yang
kamu tabung buat diri kalian berupa amal-amal saleh untuk bekal hari kalian
dikembalikan, yaitu hari dihadapkan kalian kepada Tuhan kalian". Jadi,
jauhi dosa dulu sebelum beramal saleh.
Yang terakhir,
manusia tidak menabung dalam bentuk simpanan saja tetapi juga menabung dalam
bentuk investasi dalam berbagai bentuknya. Hal ini didasari oleh
keyakinan bahwa tabungan hanya bersifat tetap sementara nilai kebutuhan berubah.
Demikian pula amal kita pahalanya tetap sesuai dengan kadar amal kita,
namun nilai dosa kita berkembang tanpa kita sadari sebagaimana berkembangnya
dosa akibat hasad dan dampak mempercayai dukun yang menolak 40 hari pahala
shalat kita. Oleh karena itu dalam beramal pun manusia harus dapat
berinvestasi bukan hanya menabung sebagaimana sabda janji rasul :
"مَن سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً
حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ
أَنْ يَنقُص مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً
سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُها وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا، مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ".
Barang siapa yang
memprakarsai perbuatan yang baik dalam Islam, maka baginya pahala perbuatannya
dan pahala orang-orang yang mengikuti jejaknya sesudahnya tanpa mengurangi
sesuatu pun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang memprakarsai perbuatan
yang buruk dalam Islam, maka dia mendapat dosanya dan dosa orang-orang yang
mengikuti jejaknya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka barang sedikitpun..
Inilah spirit jariyyah
yang ada dalam tiga perkara yang tetap mengalir meskipun telah
meninggal. Spirit ini memprakarsai
perbuatan baik dalam berwakaf, memberikan ilmu dan mendidik anak shaleh
karena sifat pahalanya seperti sebuah investasi namun bersifat abadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar