PENGUNJUNG

Selasa, 21 November 2017

Mari Menabung


Oleh Miftah Husni
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ (18) 
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(al-hasyr 18)
Rasanya tidak ada diantara kita yang tidak menyimpan sesuatu untuk persiapan besok baik berupa makanan, Harta atau apa pun bentuknya yang kita sebut dengan simpanan atau pun tabungan. Orang menyimpan atau menabung biasanya mempunyai dua tujuan :
1.      Memperoleh keinginannya dalam bentuk kesenangan dan
2.      Berjaga-jaga  dari sesuatu  yang  tidak disukainya seperti sakit,  atau pun kebangkrutan. 
Keyakinan ini lahir dari anggapan manusia  bahwa umur yang dimiliki nya bukan hari ini  saja melainkan esok,  esok,  dan esok.  Namun bila jujur pada diri tahapan hidup manusia berdasarkan  apa yang kita lihat dan kita alami sudah jelas.  Jika anak kecil menabung untuk masa  dewasanya,  maka orang dewasa menabung untuk masa tuanya,  namun selesai masa tua untuk masa apa manusia menabung?
Fakta inilah yang diingatkan Allah tentang perlunya manusia menabung untuk hari esok yang disebut akhirat.  Jika untuk esok hari saja yang masih belum tentu manusia alami dengan sedemikian  rupanya manusia berusaha  menabung,  maka kenapa manusia tidak berusaha sekuat tenaga untuk menabung bagi kehidupan akhiratnya yang sudah pasti? Padahal tabungan  inilah merupakan apa yang dipersiapkan  manusia untuk mencapai kebahagiaan yang diidamkannya yaitu surga atau persiapan menghadapi  kemungkinan buruk menghindari kecelakaan  yaitu siksa neraka. Maka juga harus diingat kebanyakan kita menabung adalah untuk mencapai  tujuan yang menyenangkan kita,  namun jika yang terjadi adalah kecelakaan maka sudah pasti tujuan kita turun kepada yang kedua tidak apa-apa tidak mendapatkan itu yang  penting selamat,  sehat,  dan aman
Kedua tujuan tersebut  sama akan terjadi bukan hari ini saja tetapi masa yang akan datang di akhirat, kalau pun hari ini kita merasa banyak amalan yang ditabung  dengan harapan amal kita dapat  menebus surga yang kita idamkan,  tetapi bila ternyata hitungan Allah justru lebih banyak dosa yang kita  perbuat maka jangankan mengharapkan surga menebus diri dari neraka saja sudah merupakan suatu kebahagian.
Yang menarik dari al-hasyr 18 ini adalah dimulai  dengan perintah untuk bertakwa,  dimana para ulama telah menyepakati  bahwa  takwa itu adalah menjaga diri  dari perbuatan yang menyebabkan dosa.  Karena sebanyak apa pun amal shalih yang kita tabung kalau dosa kita banyak maka habislah pahala amal tersebut untuk menutupi dosa tersebut.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ أَيْضًا: حَدَّثَنَا أَبُو نُوحٍ قُرَادٌ أَنْبَأَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ، عَنْ عَائِشَةَ؛ أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، جَلَسَ بَيْنَ يَدَيْهِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي مَمْلُوكِينَ، يَكْذِبُونَنِي، وَيَخُونُونَنِي، وَيَعْصُونَنِي، وَأَضْرِبُهُمْ وَأَشْتُمُهُمْ، فَكَيْفَ أَنَا مِنْهُمْ؟ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُحْسَبُ مَا خَانُوكَ وَعَصَوْكَ وَكَذَّبُوكَ وَعِقَابُكَ إِيَّاهُمْ، إِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ دُونَ ذُنُوبِهِمْ، كَانَ فَضْلًا لَكَ [عَلَيْهِمْ] وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ بِقَدْرِ ذُنُوبِهِمْ، كَانَ كَفَافًا لَا لَكَ وَلَا عَلَيْكَ، وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ فَوْقَ ذُنُوبِهِمْ، اقْتُصَّ لَهُمْ مِنْكَ الْفَضْلُ الَّذِي يَبْقَى قِبَلَكَ". فَجَعَلَ الرَّجُلُ يَبْكِي بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَيَهْتِفُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ما لَهُ أَمَا يَقْرَأُ كِتَابَ اللَّهِ؟: {وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ} فَقَالَ الرَّجُلُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَا أَجِدُ شَيْئًا خَيْرًا مِنْ فِرَاقِ هَؤُلَاءِ -يَعْنِي عَبِيدَهُ-إِنِّي أُشْهِدُكَ أَنَّهُمْ أحرار كلهم
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Nuh, telah menceritakan kepada kami Laioe ibnu Sa'd, dari Malik ibnu Anas, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Siti Absyah, bahwa seorang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah Saw. duduk di hadapan beliau, lalu lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki budak-budak yang pernah berdusta, berkhianat dan menentang perlakuan terhadap caci maki mereka. Bagaimanakah tentang perlakuanku terhadap mereka itu? Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya: Kelak akan diperhitungkan kadar khianat, durhaka, dan dusta mereka kepadamu, dan hukuman yang kamu jatuhkan kepada mereka. Jika hukumanmu kepada mereka sesuai dengan kadar pelanggaran mereka, maka hal itu impas, tidak membawa manfaat kepadamu dan tidak pula menimpakan mudarat kepadamu. Jika hukumanmu kepada mereka masih di bawah kadar pelanggaran mereka, maka hal itu merupakan suatu keutamaan bagimu. Dan jika hukumanmu kepada mereka lebih dari kadar pelanggaran mereka, maka mereka akan menuntut balas darimu kelebihan hukuman yang kamu jatuhkan kepada mereka. Kemudian lelaki itu menangis di hadapan Rasulullah Saw. seraya bergumam. Maka Rasulullah Saw. bersabda, "Mengapa dia tidak membaca firman Allah Swt. yang mengatakan: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan sesesorang barang sedikit pun. Dan jika(amalan itu) hanya sebesar biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nyaDan cukuplah Kami sebagai Pembuat Perhitungan' (Al-Anbiya: 47)." Maka lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, tiadajalan lain yang lebih baik bagiku selain berpisah dari mereka —yakni budak-budaknya—. Sesungguhnya aku bersaksi kepadamu bahwa mereka semuanya merdeka.
Alangkah indahnya ibnu katsir menafsirkan al-hasyr 18 ini dengan menyebutkan  "Yakni hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dimintai pertanggung jawaban, dan perhatikanlah apa yang kamu tabung buat diri kalian berupa amal-amal saleh untuk bekal hari kalian dikembalikan, yaitu hari dihadapkan kalian kepada Tuhan kalian". Jadi, jauhi dosa dulu sebelum beramal saleh.
Yang terakhir,  manusia tidak menabung dalam bentuk simpanan saja tetapi juga menabung dalam bentuk investasi  dalam berbagai bentuknya.  Hal ini didasari oleh keyakinan bahwa tabungan hanya bersifat tetap sementara nilai kebutuhan berubah.  Demikian pula amal kita pahalanya tetap sesuai dengan kadar amal kita,  namun nilai dosa kita berkembang tanpa kita sadari sebagaimana berkembangnya dosa akibat hasad dan dampak mempercayai dukun yang menolak 40 hari pahala shalat kita.  Oleh karena itu dalam beramal pun manusia harus dapat berinvestasi  bukan  hanya menabung sebagaimana sabda janji rasul :
"مَن سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنقُص مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُها وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ".
Barang siapa yang memprakarsai perbuatan yang baik dalam Islam, maka baginya pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti jejaknya sesudahnya tanpa mengurangi sesuatu pun dari pahala mereka. Dan barang siapa yang memprakarsai perbuatan yang buruk dalam Islam, maka dia mendapat dosanya dan dosa orang-orang yang mengikuti jejaknya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka barang sedikitpun..

Inilah spirit jariyyah yang ada dalam tiga perkara yang tetap mengalir  meskipun telah meninggal.  Spirit  ini memprakarsai perbuatan baik dalam berwakaf,  memberikan ilmu dan mendidik anak shaleh karena sifat pahalanya seperti sebuah investasi namun bersifat abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...