(oleh: Miftah Husni)
Hukum
Taklif, yaitu hukum yang dibebankan kepada manusia untuk dilaksanakan, merupakan
ketetapan yang harus dilaksanakan seutuhnya dan sebagaimana mestinya dalam
keadaan apa pun. Prinsip inilah yang disebut oleh ulama ushul Fiqh sebagai
konsep Azimah yaitu “Apa yang telah disyari’atkan dalam bentuk awal
tanpa memperhatikan halangan yang dialami oleh hamba”(As-Sulam, Abdul Hamid
Hakim hal:10). Seperti halnya sholat diwajibkan dalam pelaksanaannya secara
berdiri bagi muslim mana pun dalam keadaan bagaimana pun termasuk orang yang
sakit, atau pun lumpuh.
Konsep
Azimah ini tidak memberatkan hamba,
karena konsep awal kewajiban dari suatu perintah dalam agama adalah
tidak ada kewajiban yang dibebankan kepada seorang pun kecuali orang tersebut
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan itu (QS. Al-BAqarah:286). Karena suatu
hukum itu berlaku universal untuk semua, maka dalam permasalahan azimah suatu
hukum berlaku untuk semua orang yang mendapatkan kewajiban tanpa terkecuali,
setiap orang yang mendapatkan kewajiban shalat adalah mendapatkan kewajiban
melaksanakan shalat dalam keadaan
berdiri tanpa kecuali.
Permasalahan
khusus bagi tiap individu dalam hal melaksanakan azimah dapat
menghalangi pelaksanaan azimah secara benar. Orang yang lumpuh atau sakit
tidak dapat melaksanakan shalat dalam keadaan berdiri. Namun permasalahan ini
sifatnya khusus dan tidak membawa efek berarti terhadap hukum azimah
secara keseluruhan sehingga perubahan azimah yang dikenal dengan nasikh
atau pun penghapusan hukum tidak berlaku. Tetapi Allah SWT memberikan alternatif
dalam pelaksanaannya yang kita kenal sebagai rukhsoh.
Rukhsoh adalah hukum yang berubah dari kesulitan kepada kemudahan
dikarenakan adannya sebab yang menghalangi terlaksananya hukum asal (azimah).
Bolehnya berbuka puasa ramadhan bagi orang yang sakit bukan penghapusan hukum
namun merupakan keringanan yang diberikan karena adanya kesulitan dalam
melaksanakan shaum. Dalam istilah awam, rukhsoh
dikenal sebagai keringanan yang berlaku dalam hukum syara, padahal
keringanan yang berlaku dalam pelaksanaan kewajiban syara disebut dengan
Takhfif. Rukhsoh berlaku karena ada kesulitan sedangkan takhfif
tanpa kesulitan pun dapat berlaku. Takhfif dalam agama bukan hanya rukhsoh
saja tetapi ada 7 macam, yaitu :
1.
Keringanan
dengan bentuk pengguguran kewajiban seperti gugurnya kewajiban haji karena
ketidakmampuan berangkat secara fisik atau pun materil.
2.
Keringanan
dengan bentuk pengurangan seperti qashar shalat dzuhur, ahshar dan isya dari
empat menjadi dua bagi yang safar
3.
Keringanan
dengan bentuk penggantian seperti penggantian wudlu dan mandi dengan tayammum atau pun berdiri dengan
duduk dan berbaring dalam sholat.
4.
Keringanan
dengan mendahulukan pelaksanaan kewajiban sebelum waktunya, seperti melaksanakan
sholat ashar di waktu dzuhur bagi yang safar
5.
Keringanan
dengan mengakhirkan pelaksanaan kewajiban dari waktunya, seperti melaksanakan
shalat dzuhur di waktu ashar bagi yang safar.
6.
Keringanan dalam
bentuk penurunan kadar atau ukuran seperti istijmar (menggunakan 3 batu dalam bersuci setelah buang hajat). Inilah
yang dikenal dengan rukhsoh.
7.
Keringan dalam
bentuk perubahan seperti berubahnya susunan gerakan shalat ketika berperang
yang dikenal dengan shalat khauf
Dari beberapa nash Al-Qur’an dan Hadits udzur yang diperbolehkan
syara untuk mendapatkan rukhsoh yaitu
: Safar, sakit, lupa, kebodohan, kesulitan, paksaan, dan kekurangan akal.
Pelaksanaan kewajiban bagi yang mendapatkan rukhsoh adalah sama bagi
yang tidak mendapatkan dalam hal gugur kewajiban dan pahala sehingga tidak ada
keharusan qadla berdasarkan hadits Jika hamba-Ku sakit atau safar maka dicatat
pahalanya sebagaimana ia sembuh dan tidak safar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar