PENGUNJUNG

Sabtu, 05 Februari 2022

Hukum Asal dan Keringanan

 

 (oleh: Miftah Husni)

Hukum Taklif, yaitu hukum yang dibebankan kepada manusia untuk dilaksanakan, merupakan ketetapan yang harus dilaksanakan seutuhnya dan sebagaimana mestinya dalam keadaan apa pun. Prinsip inilah yang disebut oleh ulama ushul Fiqh sebagai konsep Azimah yaitu “Apa yang telah disyari’atkan dalam bentuk awal tanpa memperhatikan halangan yang dialami oleh hamba”(As-Sulam, Abdul Hamid Hakim hal:10). Seperti halnya sholat diwajibkan dalam pelaksanaannya secara berdiri bagi muslim mana pun dalam keadaan bagaimana pun termasuk orang yang sakit, atau pun lumpuh.

Konsep Azimah ini tidak memberatkan hamba,  karena konsep awal kewajiban dari suatu perintah dalam agama adalah tidak ada kewajiban yang dibebankan kepada seorang pun kecuali orang tersebut mempunyai kemampuan untuk melaksanakan itu (QS. Al-BAqarah:286). Karena suatu hukum itu berlaku universal untuk semua, maka dalam permasalahan azimah suatu hukum berlaku untuk semua orang yang mendapatkan kewajiban tanpa terkecuali, setiap orang yang mendapatkan kewajiban shalat adalah mendapatkan kewajiban melaksanakan shalat  dalam keadaan berdiri tanpa kecuali.

Permasalahan khusus bagi tiap individu dalam hal melaksanakan azimah dapat menghalangi pelaksanaan azimah secara benar. Orang yang lumpuh atau sakit tidak dapat melaksanakan shalat dalam keadaan berdiri. Namun permasalahan ini sifatnya khusus dan tidak membawa efek berarti terhadap hukum azimah secara keseluruhan sehingga perubahan azimah yang dikenal dengan nasikh atau pun penghapusan hukum tidak berlaku. Tetapi Allah SWT memberikan alternatif dalam pelaksanaannya yang kita kenal sebagai rukhsoh.

Rukhsoh adalah hukum yang berubah dari kesulitan kepada kemudahan dikarenakan adannya sebab yang menghalangi terlaksananya hukum asal (azimah). Bolehnya berbuka puasa ramadhan bagi orang yang sakit bukan penghapusan hukum namun merupakan keringanan yang diberikan karena adanya kesulitan dalam melaksanakan shaum. Dalam istilah awam,  rukhsoh dikenal sebagai keringanan yang berlaku dalam hukum syara, padahal keringanan yang berlaku dalam pelaksanaan kewajiban syara disebut dengan Takhfif. Rukhsoh berlaku karena ada kesulitan sedangkan takhfif tanpa kesulitan pun dapat berlaku. Takhfif dalam agama bukan hanya rukhsoh saja tetapi ada 7 macam, yaitu :

1.      Keringanan dengan bentuk pengguguran kewajiban seperti gugurnya kewajiban haji karena ketidakmampuan berangkat secara fisik atau pun materil.

2.      Keringanan dengan bentuk pengurangan seperti qashar shalat dzuhur, ahshar dan isya dari empat menjadi dua bagi yang safar

3.      Keringanan dengan bentuk penggantian seperti penggantian wudlu dan  mandi dengan tayammum atau pun berdiri dengan duduk dan berbaring dalam sholat.

4.      Keringanan dengan mendahulukan pelaksanaan kewajiban sebelum waktunya, seperti melaksanakan sholat ashar di waktu dzuhur bagi yang safar

5.      Keringanan dengan mengakhirkan pelaksanaan kewajiban dari waktunya, seperti melaksanakan shalat dzuhur di waktu ashar bagi yang safar.

6.      Keringanan dalam bentuk penurunan kadar atau ukuran seperti istijmar (menggunakan 3 batu  dalam bersuci setelah buang hajat). Inilah yang dikenal dengan rukhsoh.

7.      Keringan dalam bentuk perubahan seperti berubahnya susunan gerakan shalat ketika berperang yang dikenal dengan shalat khauf

Dari beberapa nash Al-Qur’an dan Hadits udzur yang diperbolehkan syara untuk mendapatkan rukhsoh yaitu  : Safar, sakit, lupa, kebodohan, kesulitan, paksaan, dan kekurangan akal. Pelaksanaan kewajiban bagi yang mendapatkan rukhsoh adalah sama bagi yang tidak mendapatkan dalam hal gugur kewajiban dan pahala sehingga tidak ada keharusan qadla berdasarkan hadits Jika hamba-Ku sakit atau safar maka dicatat pahalanya sebagaimana ia sembuh dan tidak safar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...