PENGUNJUNG

Kamis, 29 September 2022

Menjaga Semangat di Akhir Amal

 


Miftah Husni

Semangat, dalam pengertian umum, digunakan untuk mengungkapkan minat yang menggebu dan pengorbanan untuk meraih tujuan, dan kegigihan dalam mewujudkannya. Apakah penting atau tidak, setiap orang punya tujuan yang ingin dia raih sepanjang hidupnya. Antusiasme, yang sering ditujukan untuk keuntungan material, juga mengemuka ketika nafsu keduniaan dibicarakan. Sebagian orang berusaha untuk menjadi kaya, untuk memiliki karir yang cemerlang atau jabatan yang prestisius, sementara yang lain berusaha untuk tampil lebih unggul atau untuk meraih prestise, penghormatan, dan pujian.

Namun, semangat sebagian besar orang tidak bertahan seumur hidup karena tidak punya landasan yang kuat. Sering kali tidak ada tujuan khusus yang akan mempertahankan semangat dalam semua keadaan dan memberikan kekuatan kepada mereka. Satu-satunya orang yang tidak pernah kehilangan semangat di hati mereka sepanjang hidup adalah orang-orang beriman, karena sumber semangat mereka ialah keimanan kepada Allah dan tujuan utama mereka ialah memperoleh keridhaan Allah, rahmat-Nya dan surga-Nya.

Semangat Orang-orang Beriman Tidak Pernah Padam

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ ﴿ ١٥

"Sesungguhnya orang-orang mukmin hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka demi membela agama Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Q.s. al-Hujurat: 15).

Faktor lain yang membuat semangat orang-orang beriman tetap kuat dan segar adalah rasa penghargaan yang disertai dengan kerinduan dalam hati mereka, yang mereka alami sepanjang hidup:

وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿ ٥٦

"Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik." (Q.s. al-A'raf: 56).

Menjadi Lebih Bergairah ketika Menghadapi Kesukaran

Telah dinyatakan bahwa diantara tanda-tanda terpenting keimanan dan gairah ialah sikap yang dimiliki orang beriman ketika menghadapi kesukaran. Tanda lain yang menunjukkan iman orang-orang beriman di saat-saat sulit ialah, bahwa mereka tidak pernah menjadi lemah semangat. Sebaliknya, ketika mereka menghadapi kesukaran, gairah mereka tumbuh bahkan lebih besar lagi, karena orang tidak dapat mencapai surga kecuali jika mereka telah diuji dengan kesulitan-kesulitan sebagaimana orang-orang dari generasi masa lalu.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ ﴿ ٢١٤

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?" (Q.s. al-Baqarah: 214).

Karena itu, orang beriman pasti akan menjumpai masalah-masalah dan kesulitan dan hal itu merupakan ketentuan agama. Dengan kata lain, ujian-ujian ini menentukan sifat-sifat penting orang-orang beriman dan memberikan petunjuk bahwa mereka berada di jalan yang lurus.

 

فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ ﴿ ٧وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ ﴿ ٨

"Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (Q.s. asy-Syarh: 7-8).

Semangat  orang yang berpenyakit hatinya.

وَإِنَّ مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَالَ قَدْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا ﴿ ٧٢

"Dan sesungguhnya di antara kamu ada orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran)." (Q.s. an-Nisa': 72). Pendek kata, mereka tidak bersemangat terhadap apa saja yang tidak memberikan keuntungan-keuntungan duniawi yang nyata kepada mereka.

Nilai suatu amalan Itu Dilihat Dari Akhirnya

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ نَظَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى رَجُلٍ يُقَاتِلُ الْمُشْرِكِينَ ، وَكَانَ مِنْ أَعْظَمِ الْمُسْلِمِينَ غَنَاءً عَنْهُمْ فَقَالَ « مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا » . فَتَبِعَهُ رَجُلٌ فَلَمْ يَزَلْ عَلَى ذَلِكَ حَتَّى جُرِحَ ، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ . فَقَالَ بِذُبَابَةِ سَيْفِهِ ، فَوَضَعَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ، فَتَحَامَلَ عَلَيْهِ ، حَتَّى خَرَجَ مِنْ بَيْنِ كَتِفَيْهِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ ، وَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا »

Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat ada yang membunuh orang-orang musyrik dan ia merupakan salah seorang prajurit muslimin yang gagah berani. Namun anehnya beliau malah berujar, “Siapa yang ingin melihat seorang penduduk neraka, silakan lihat orang ini.” Kontan seseorang menguntitnya, dan terus ia kuntit hingga prajurit tadi terluka dan ia sendiri ingin segera mati (tak kuat menahan sakit, pen.). Lalu serta merta, ia ambil ujung pedangnya dan ia letakkan di dadanya, lantas ia hunjamkan hingga menembus di antara kedua lengannya.

Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka. Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493)

Amalan yang dimaksud di sini adalah amalan shalih, bisa juga amalan jelek. Yang dimaksud ‘bil khawatim’ adalah amalan yang dilakukan di akhir umurnya atau akhir hayatnya.

Az-Zarqani dalam Syarh Al-Muwatha’ menyatakan bahwa amalan akhir manusia itulah yang jadi penentu dan atas amalan itulah akan dibalas. Siapa yang beramal jelek lalu beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat. Sebaliknya, siapa yang berpindah dari iman menjadi kufur, maka ia dianggap murtad.

Kenapa Bisa Suul Khatimah?

Dijelaskan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali mengenai hadits Sahl bin Sa’ad di atas pada kalimat “ia beramal yang dilihat oleh orang”, maksudnya adalah batinnya berbeda dengan lahiriyahnya. Maksudnya, seseorang bisa mendapatkan akhir hidup yang jelek karena masalah batinnya yang di mana perkara batin tidaklah nampak oleh orang-orang. Inilah sebab yang mengakibatkan seseorang mendapatkan suul khatimah.

Bisa jadi pula seseorang beramal seperti amalan penduduk neraka. Namun dalam batinnya, masih ada benih kebaikan. Ternyata benih kebaikan tersebut tumbuh pesat di akhir hidupnya, hingga ia meraih husnul khatimah.

Kata Ibnu Rajab, dari sinilah para ulama khawatir dengan keadan suul khatimah, keadaan akhir hidup yang jelek. Lihat pembahasan Ibnu Rajab dalam Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 173.

Jangan Terkagum

Sehingga janganlah terkagum pada amalan kita saat ini. Karena akhir hayat itulah penentunya, apakah benar kita bisa istiqamah.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« لاَ عَلَيْكُمْ أَنْ لاَ تُعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَاناً مِنْ عُمْرِهِ أَوْ بُرْهَةً مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلاً سَيِّئاً وَإِنَّ الْعَبْدَ لِيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ سَيِّئٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلاً صَالِحاً وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْراً اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ قَالَ « يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ »

“Janganlah kalian terkagum dengan amalan seseorang sampai kalian melihat amalan akhir hayatnya. Karena mungkin saja seseorang beramal pada suatu waktu dengan amalan yang shalih, yang seandainya ia mati, maka ia akan masuk surga. Akan tetapi, ia berubah dan mengamalkan perbuatan jelek. Mungkin saja seseorang beramal pada suatu waktu dengan suatu amalan jelek, yang seandainya ia mati, maka akan masuk neraka. Akan tetapi, ia berubah dan beramal dengan amalan shalih. Oleh karenanya, apabila Allah menginginkan satu kebaikan kepada seorang hamba, Allah akan menunjukinya sebelum ia meninggal.” Para sahabat bertanya,

“Apa maksud menunjuki sebelum meninggal?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Yaitu memberikan ia taufik untuk beramal shalih dan mati dalam keadaan seperti itu.” (HR. Ahmad, 3: 120, 123, 230, 257 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah 347-353 dari jalur dari Humaid, dari Anas bin Malik. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat shahih Bukhari – Muslim. Lihat pula Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1334, hal yang sama dikatakan oleh Syaikh Al-Albani)

 

 

Kamis, 01 September 2022

Godaan Berpaling

 إِذْ هَمَّتْ طائِفَتانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلا وَاللَّهُ وَلِيُّهُما وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (122) وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (123)


 ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin berlawakal. Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian (saat itu) adalah orang-orang yang lemah. Karena itu, bertakwalah kepada Allah, supaya kalian mensyukuri.


Firman Allah Swt.:


إِذْ هَمَّتْ طائِفَتانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلا


ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut. (Ali Imran: 122)

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Sufyan yang mengatakan, Umar pernah bercerita bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan sehubungan firman-Nya: ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut. (Ali Imran: 122), hingga akhir ayat. Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan kami. Jabir ibnu Abdullah mengatakan, "Kamilah yang dimaksud dengan dua golongan tersebut, yaitu Bani Harisah dan Bani Salamah. Kami sama sekali tidak senang —terkadang Sufyan mengatakan— dan kami sama sekali tidak gembira bila ayat ini tidak diturunkan, karena pada firman selanjutnya disebutkan: 'padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu (Ali Imran: 122)."

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah dengan lafaz yang sama. Demikian pula apa yang dikatakan oleh yang lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa mereka yang dua golongan itu adalah Bani Harisah dan Bani Samalah.


*******************


Firman Allah Swt.:


وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ


Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar. (Ali Imran: 123)

Perang Badar terjadi pada hari Jumat, tanggal tujuh belas, bulan Ramadan, tahun kedua Hijriah. Hari itu merupakan hari pemisah antara kebenaran dan kebatilan. Pada hari itulah Allah memenangkan Islam dan para pemeluknya, membungkam kemusyrikan dan menghancurkan semua sarana dan golongannya. Padahal saat itu bilangan pasukan kaum muslim sedikit, mereka hanya terdiri atas tiga ratus tiga belas personel; dua orang di antara mereka berkuda dan tujuh puluh orang berunta, sedangkan yang lainnya adalah pasukan jalan kaki. Mereka tidak memiliki semua senjata dan perlengkapan yang diperlukan.

Pasukan musuh pada hari itu terdiri atas kurang lebih antara sembilan ratus sampai seribu personel. Semuanya memakai baju besi, bertopi baja disertai dengan senjata lengkap dan kuda-kuda yang terlatih dengan semua perhiasan yang berlebih-lebihan.

Kemudian Allah memenangkan Rasul-Nya dan menampakkan wahyu serta bala tentara yang diturunkan-Nya, dan membuat wajah Nabi serta bala tentaranya putih berseri. Allah membuat setan serta bala tentaranya terhina. Karena itulah Allah Swt. berfirman seraya menyebutkan anugerah-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin dan bala tentara-Nya yang bertakwa:


{وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ}


Sungguh Allah telah menolong kalian dalam peperangan Badar, padahal kalian adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. (Ali Imran: 123)

Yang dimaksud dengan adzillah ialah jumlah pasukan kaum muslim sedikit. Allah sengaja berbuat demikian kepada kalian agar kalian mengetahui bahwa kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah, bukan karena banyaknya pasukan dan persenjataan. Karena itu, dalam ayat yang lain disebut melalui firman-Nya:


وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً- إلى- غَفُورٌ رَحِيمٌ


dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun. (At-Taubah: 25) sampai dengan firman-Nya: Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah: 27)

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Sammak yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Iyad Al-Asy'ari menceritakan asar berikut: Bahwa ia ikut dalam Perang Yarmuk yang saat itu kami dipimpin oleh lima orang panglima, yaitu Abu Ubaidah, Yazid ibnu Abu Sufyan, Ibnu Hasanah, dan Khalid ibnul Walid serta Iyad. Iyad yang menjadi panglima ini bukan Iyad yang menceritakan asar dari Sammak. Umar r.a. berpesan, "Apabila perang terjadi, kalian harus mengangkat Abu Ubaidah menjadi panglima (kalian)." Maka kami menulis surat kepada Abu Ubaidah yang isinya menyatakan bahwa maut sedang menggerogoti kami, dan kami minta bantuan kepadanya. Lalu Abu Ubaidah menulis surat kepada kami yang isinya menyatakan, "Sesungguhnya surat kalian telah kuterima yang isinya meminta bantuan kepadaku, dan sesungguhnya sekarang aku tunjukkan kalian kepada yang lebih kuat bantuan dan pertolongannya. Dia adalah Allah Swt., maka minta tolonglah kalian kepada-Nya. Karena sesungguhnya Muhammad Saw. pernah ditolong-Nya dalam Perang Badar, padahal bilangan pasukan beliau lebih sedikit daripada jumlah kalian sekarang. Karena itu, apabila suratku ini datang kepada kalian, maka perangilah mereka dan janganlah kalian meminta pendapat dariku lagi." Akhirnya kami berperang menghadapi orang-orang kafir, dan kami dapat memukul mereka mundur sejauh empat farsakh. Dalam perang tersebut kami memperoleh banyak harta ganimah. Kami bermusyawarah untuk pembagiannya, maka Iyad mengisyaratkan kepada kami agar kami memberi sebanyak sepuluh kepada tiap yang berkepala. Abu Ubaidah berkata, "Siapakah yang mau bertaruh denganku (dalam balapan kuda)?" Ada seorang pemuda berkata, "Aku, jika engkau tidak marah." Ternyata pemuda itu dapat menyusulnya. Aku melihat kedua kepangan rambut Abu Ubaidah awut-awutan, sedangkan Abu Ubaidah berada di belakang pemuda itu dengan mengendarai kuda Arab.

Sanad asar ini sahih. Ibnu Hibban mengetengahkannya di dalam kitab sahihnya melalui hadis Bandar, dari Gundar dengan lafaz yang semisal. Asar ini dipilih oleh Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya.

Badar adalah nama sebuah tempat yang terletak di antara Mekah dan Madinah, terkenal dengan sumurnya. Nama tempat (kampung) ini dikaitkan dengan nama seorang lelaki yang mula-mula menggali sumur tersebut, nama lelaki yang dimaksud adalah Badar ibnun Narain.

Asy-Sya'bi mengatakan bahwa Badar adalah nama sebuah sumur milik seorang lelaki yang dikenal dengan sebutan 'Badar'


*******************


Firman Allah Swt.:


فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ


Karena itu, bertakwalah kepada Allah, supaya kalian men-syukuri-Nya. (Ali Imran: 123)

Yakni agar kalian dapat mengerjakan ketaatan kepada-Nya.

Kamis, 18 Agustus 2022

Hikmah Perang Uhud

 


Ali Imran, ayat 121-123

وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقاعِدَ لِلْقِتالِ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (121)

Dan (ingatlah) ketika kamu berangkat pada pagi hari dan (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengelahui,

Setelah ayat-ayat sebelumnya menerangksn Perang Urat Syaraf maka pada ayat ini mulai menerangkan perang fisik. Yang menjadi bukti pertolongan Allah atas kesabaran kaum mukmin dan bukti ketidaksabaran pada perang uhud sehingga 70 kaum muslimin syahid termasuk Hamzah bin Abu muthalib.

Peperangan yang disebutkan di dalam ayat ini menurut pendapat jumhur ulama adalah Perang Uhud. Demikianlah menurut Ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.

Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu, bulan Syawwal, tahun ketiga Hijriah. Menurut Qatadah, terjadi pada tanggal sebelas bulan Syawwal. Sedangkan menurut Ikrirnah, Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu pertengahan bulan Syawwal.

Penyebab utama meletusnya Perang Uhud ialah setelah banyaknya orang-orang terhormat kaum musyrik yang terbunuh dalam Perang Badar, sedangkan kafilah perniagaan mereka yang dipimpin oleh Abu Sufyan selamat dengan membawa keuntungan yang banyak. Maka anak-anak orang-orang yang gugur dalam Perang Badar dan pemimpin-pemimpin lainnya yang masih hidup berkata kepada Abu Sufyan, "Aku menunggu-nunggu hasil perniagaan ini untuk memerangi Muhammad, maka belanjakanlah oleh kalian untuk tujuan tersebut!"

Kemudian mereka menghimpun semua golongan dan orang-orang Habsyah, lalu mereka berangkat dengan pasukan yang terdiri atas tiga ribu personel, hingga mereka turun istirahat di suatu tempat dekat Bukit Uhud yang menghadap ke arah kota Madinah.
Rasulullah Saw. salat pada hari Jumat. Setelah selesai dari salat Jumatnya, maka beliau menyalati seorang lelaki dari kalangan Bani Najjar yang dikenal dengan nama Malik ibnu Amr (yakni menyalati jenazahnya). Lalu Rasulullah Saw. melakukan musyawarah dengan orang-orang untuk mengambil keputusan, apakah beliau berangkat menghadapi mereka ataukah tetap tinggal di Madinah menunggu penyerangan mereka.

Lalu Abdullah ibnu Ubay mengemukakan pendapatnya, bahwa sebaiknya tetap tinggal di Madinah. Jika mereka (pasukan kaum musyrik) menunggu kedatangan pasukan kaum muslim, berarti mereka menunggu yang tak kunjung tiba. Jika mereka memasuki Madinah, mereka akan dihadapi oleh kaum laki-lakinya dan akan dilempari oleh kaum wanita dan anak-anak dengan batu-batuan dari atas mereka. Jika mereka kembali, niscaya mereka kembali dalam keadaan kecewa.

Orang-orang lain dari kalangan sahabat yang tidak ikut dalam Perang Badar mengisyaratkan untuk berangkat menghadapi mereka.
Lalu Rasulullah Saw. masuk dan memakai baju besinya, kemudian keluar menemui mereka; sedangkan sebagian dari kalangan mereka merasa menyesal, dan mengatakan, "Barangkali kami memaksa Rasulullah Saw." Lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah, jika engkau suka untuk tetap tinggal, kami setuju." Maka Rasulullah Saw. menjawab:

«مَا يَنْبَغِي لِنَبِيٍّ إِذَا لَبِسَ لَأْمَتَهُ أَنْ يَرْجِعَ حَتَّى يَحْكُمَ الله له»

Tidak layak bagi seorang nabi, bila telah memakai baju besinya mundur kembali, sebelum Allah memberikan keputusan baginya.

Lalu Rasulullah Saw. berangkat bersama seribu orang sahabatnya. Ketika mereka berada di Asy-Syaut, maka kembalilah Abdullah ibnu Ubay dengan sepertiga pasukan dalam keadaan marah karena pendapatnya tidak dipakai. Lalu dia dan teman-temannya berkata, "Sekiranya kami mengetahui pada hari ini akan terjadi peperangan, pastilah kami akan mengikuti kalian. Tetapi kami tidak menduga bahwa kalian akan berperang (sehingga kami tidak membuat persiapan)."
Rasulullah Saw. melanjutkan perjalanannya hingga turun istirahat di lereng Bukit Uhud, yaitu pada lembahnya. Dan beliau menjadikan posisi punggungnya —juga pasukannya— membelakangi Bukit Uhud. Lalu beliau bersabda:

«لَا يُقَاتِلَنَّ أَحَدٌ حَتَّى نَأْمُرَهُ بِالْقِتَالِ»

Jangan sekali-kali seseorang memulai berperang sebelum kami memerintahkannya untuk perang.

Rasulullah Saw. mengatur barisannya untuk menghadapi peperangan, jumlah pasukan beliau terdiri atas tujuh ratus orang sahabatnya. Beliau Saw. mengangkat Abdullah ibnu Jubair (saudara lelaki Bani Amr ibnu Auf) untuk memimpin pasukan pemanah. Saat itu pasukan pemanah terdiri atas lima puluh personel, lalu beliau Saw. bersabda kepada mereka:

«انْضَحُوا الْخَيْلَ عَنَّا وَلَا نُؤْتَيَنَّ مِنْ قِبَلِكُمْ وَالْزَمُوا مَكَانَكُمْ إِنْ كَانَتِ النَّوْبَةُ لَنَا أَوْ عَلَيْنَا، وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخَطَّفُنَا الطَّيْرُ فَلَا تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ»

Bendunglah pasukan berkuda (musuh) dari kami (dengan anak panah kalian), dan jangan sekali-kali kalian biarkan kami diserang dari belakang. Dan tetaplah kalian pada posisi kalian, baik kami mengalami kemenangan alau kami terpukul mundur; dan sekalipun kalian melihat kami disambar oleh burung-burung, maka janganlah kalian meninggalkan posisi kalian.

Rasulullah Saw. muncul dengan memakai dua lapis baju besi, dan memberikan panji kepada Mus'ab ibnu Umair (saudara lelaki Bani Abdud Dar). Pada hari itu Rasulullah Saw.
memperbolehkan ikut berperang sebagian anak remaja dan menangguhkan sebagian yang lainnya, hingga beliau memperbolehkan mereka ikut semua dalam Perang Khandaq sesudah kejadian tersebut, yakni kurang lebih dua tahun kemudian.

Pasukan Quraisy yang terdiri atas tiga ribu personel yang antara lain terdiri atas seratus orang pasukan berkuda yang posisinya agak dijauhkan dari medan perang. Mereka menjadikan pasukan sayap kanan berkuda di bawah pimpinan Khalid ibnul Walid, sedangkan pada sayap kirinya di bawah pimpinan Ikrimah ibnu Abu Jahal, lalu mereka menyerahkan panjinya kepada Bani Abdud Dar.
Kemudian mengenai hal yang terjadi di antara kedua belah pihak, Insya Allah akan diterangkan pada tempatnya.

*******************

Allah Swt. berfirman:

{وَإِذْ غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقَاعِدَ لِلْقِتَالِ}

Dan (ingatlah) ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. (Ali Imran: 121)
Yakni kamu atur mereka pada posisinya masing-masing, ada yang di sayap kanan dan ada pula yang di sayap kiri, serta posisi yang lainnya menurut perintahmu.

Seperti terbaca di atas ayat ini secara langsung berdialog dengan nabi bukan dengan umatnya ini bertujuan mendorong kaum muslimin lebih mengarahkan perhatian dan meningkatkan pengawasan diri terhadap tuntunan tuntutan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di samping itu pemilihan bentuk uraian ditunjukkan oleh Nabi sasaran sendiri juga merupakan ancaman halus pada kaum muslimin yang dalam peperangan itu melanggar perintah Rasul Bahkan mereka sedemikian pacar kecil sampai korban berjatuhan Kehormatan dan kelezatan dialog dengan Allah tidak wajar di langit kecuali kepada Rasulullah SAW sendiri yang sangat Terpukul itu karena kesalahan sebagian umat

{وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ}

Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Ali Imran: 121)
Yaitu Maha mendengar semua apa yang kalian katakan, dan Maha Mengetahui semua isi hati kalian.

Ibnu Jarir sehubungan dengan pembahasan ini mengajukan sebuah pertanyaan yang kesimpulannya mengatakan: Mengapa kamu mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi Saw. berangkat ke medan Perang Uhud pada hari Jumat, yaitu sesudah menunaikan salat Jumat. Padahal Allah Swt. telah berfirman: Dan (ingatlah) ketika kamu berangkat pada pagi hari dari (rumah) keluargamu akan menempatkan para mukmin pada beberapa tempat untuk berperang. (Ali Imran: 121), hingga akhir ayat. Kemudian jawaban yang dikemukakan darinya menyatakan bahwa. keberangkatan Nabi Saw. pada pagi harinya untuk menempatkan mereka pada posisinya masing-masing, tiada lain hal tersebul terjadi pada hari Sabtu pada permulaan siang hari.

Selanjutnya karena dalam proses keberangkatan dan penempatan itu cukup banyak pembicaraan dan ide, ayat ini mengingatkan bahwa Allah Maha Mendengar pembicaraan itu lagi maha mengetahui latar belakang dan isi hati semua orang termasuk isi hati nabi dan orang-orang tua yang mengusulkan agar kaum muslimin tidak keluar menghadapi musuh tetapi tetap menantinya di kota dan mengetahui juga semangat juang kaum muda yang mendesak agar keluar menghadapi musuh serta mengetahui Pula ucapan dan motivasi para pemanah yang meninggalkan posisi mereka ketika perang masih berkecamuk Karena terdorong untuk mengambil harta rampasan perang

Ayat ini juga membuktikan bahwa orang yang munafik seperti Ubay Bin salul mereka sangat menginginkan kecelakaan pada nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam dan para sahabat Bahkan mereka menghianati Nabi Muhammad dengan kembali ketika peperangan dengan 300 orang pengikutnya.

Jumat, 12 Agustus 2022

Belajar Bertobat

 Al-Baqarah, ayat 37

{فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ (37) }


Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

Talaqqa wajan tafa'ala artinya membuat jadi menerima, yaitu penerimaan taubatnya didahului dengan usaha dan kesungguhan.
قبول عن فطنة و فهم و قيل هو التعلم.

Menurut suatu pendapat, ayat ini merupakan tafsir dan penjelasan dari ayat lainnya, yaitu firman-Nya:

{قَالا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}

Keduanya berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang merugi." (Al-A'raf: 23)

Riwayat lain menyebutkan, telah menceritakan kepadaku Mujahid, dari Ubaid ibnu Umar yang mengatakan bahwa Adam berkata, "Wahai Tuhanku, dosa yang telah kulakukan itu merupakan suatu hal yang telah Engkau pastikan terhadap diriku sebelum Engkau menciptakan diriku, atau sesuatu yang aku buat-buat dari diriku sendiri." Allah berfirman, "Tidak, bahkan itu adalah sesuatu yang Aku takdirkan atas dirimu sebelum kamu diciptakan." Adam berkata, "Maka sebagaimana Engkau telah memastikannya atas diriku, karenanya ampunilah diriku ini." Ubaid ibnu Umair mengatakan bahwa yang demikian itulah makna dari firman-Nya: Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. (Al-Baqarah: 37)

Hal inilah yang dimaksudkan dengan pengertian 'beberapa kalimat'.
Termasuk ke dalam pengertian 'beberapa kalimat' ialah perkataan Adam yang disitir oleh firman-Nya:

{رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ}

Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri; dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya paslilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (Al-A'raf: 23)
Ibnu Abu Nujaih meriwayatkan dari Mujahid yang mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa yang dimaksud dengan 'beberapa kalimat' ialah seperti berikut:

اللَّهُمَّ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ، رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي إِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِينَ، اللَّهُمَّ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ، رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَارْحَمْنِي، إِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ. اللَّهُمَّ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ، رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرحيم

Ya Allah, tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Engkau, Mahasuci Engkau dengan memuji kepada-Mu. Wahai Tuhanku,sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, maka berilah ampun bagi diriku, sesungguhnya Engkau sebaik-baik penerima tobat. Ya Allah, tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Engkau, Mahasuci Engkau dengan memuji kepada-Mu. Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, maka rahmatilah diriku, sesungguhnya Engkau sebaik-baik pemberi rahmat. Ya Allah, tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Engkau, Mahasuci Engkau dengan memuji kepada-Mu, wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, maka berilah ampunan kepadaku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

****************


Firman Allah Swt.:

{إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ}

Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (Al-Baqarah: 37)

Allah selalu dekat selama hambanya mengabdi makanya ibadah disebut taqarrub, demikina pula sebaliknya Allah akan menjauh jika manusia melakukan dosa.

Taba itu kembali ke posisi semula.
Allah juga bertobat, karena kembali mengampuni dan menyanyangi hambanya, bahkan dengan sigoh tawwab artinya berulang-ulang Allah mendekati manusia dengan berbagai cara agar manusia pun bertobat.

Manusia juga butuh pertolongan Allah agar tobat itu dapat terlaksna.

Diiringkan kata Rahim dengan tawwab, karena tanpa kasih sayang itu, bisa saja Dia menghukum manusia atas kesalahan yang dia lakukan atau sekedar memperingan hukumannya.

Untuk tobat hanya dalam bentuk mufrad,ini berarti karena memang hanya Allah lah yang bisa menerima atau menolak , bahkan nabi sekali pun tidak bisa menerima/menolaj Taubat.

Yakni sesungguhnya Dia menerima tobat orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Makna ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam firman-Nya:

{أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ}

Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya. (At-Taubah: 104)

{وَمَنْ يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَحِيمًا}

Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An-Nisa: 11)

{وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَإِنَّهُ يَتُوبُ إِلَى اللَّهِ مَتَابًا}

Dan orang yang bertobat dan mengerjakan amal saleh, maka sesungguhnya dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya. (Al-Furqan: 71)
Dan ayat-ayat lainnya yang menunjukkan bahwa Allah Swt. mengampuni semua dosa dan menerima tobat orang yang bertobat. Demikianlah sebagian dari kelembutan Allah kepada makhluk-Nya dan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya; tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Dia Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.

Bentuk tobatnya Malu, doa dan nangis.

Ibnu Abbas berkata : Adam menangis 200 tahun, tidak makan dan minum 40 hari, tidak mendekati Hawa 100 tahun

Bahkan adam menunduk 300tahun karena malu.

Penyebutan Adam tanpa hawa mempunyai makna 1) perempuan ditutupi oleh Allah Aibnya, 2) karena status perempuan mengikuti laki2

Ayat ini menunjukan bahwa Nabi Adam telah diterima tobatnya dan tidak membawa serta mewariskan dosa kepada umat manusia sebagaimana yang diyakini Yahudi dan Nashrani.

Kamis, 04 Agustus 2022

Hasudnya Munafik


{إِنْ تَمْسَسْكُمْ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكُمْ سَيِّئَةٌ يَفْرَحُوا بِهَا}


Jika kalian memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati; tetapi jika kalian mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. (Ali Imran: 120)


Para ulama sepakat bahwa ayat ini berkaitan dengan perang Uhud, yang menerangkan kedengkian orang munafik yang selalu senang melihat orang lain susah dan susah melihat oranglain senang.


Keadaan ini menunjukkan kerasnya permusuhan mereka terhadap kaum mukmin. Yaitu apabila kaum mukmin mendapat kemakmuran, kemenangan, dukungan, dan bertambah banyak bilangannya serta para penolongnya berjaya, maka hal tersebut membuat susah hati orang-orang munafik. Tetapi jika kaum muslim tertimpa paceklik atau dikalahkan oleh musuh-musuhnya, hal ini merupakan hikmah dari Allah. Seperti yang terjadi dalam Perang Uhud, orang-orang munafik merasa gembira akan hal tersebut.


*******************


Selanjutnya Allah Swt. berfirman, ditujukan kepada orang-orang mukmin:


{وَإِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا }


Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan kemudaratan kepada kalian. (Ali Imran: 120), hingga akhir ayat.

Allah Swt. memberikan petunjuk kepada kaum mukmin jalan keselamatan dari kejahatan orang-orang yang jahat dan tipu muslihat orang-orang yang zalim, yaitu dengan cara bersabar dan bertakwa serta bertawakal kepada Allah Yang Maha Meliputi musuh-musuh mereka. Maka tidak ada daya dan tidak ada upaya bagi kaum mukmin kecuali dengan pertolongan Allah. Karena Allah-Iah semua apa yang dikehendaki-Nya terjadi, sedangkan semua yang tidak dikehendaki-Nya niscaya tidak akan terjadi. Tiada sesuatu pun yang lahir dalam alam wujud ini kecuali berdasarkan takdir dan kehendak Allah Swt. Barang siapa bertawakal kepada-Nya, niscaya Dia memberinya kecukupan.

Kemudian Allah Swt. menyebutkan kisah Perang Uhud dan segala sesuatu yang terjadi di dalamnya sebagai ujian buat hamba-hamba-Nya yang mukmin, sekaligus untuk membedakan antara orang-orang yang mukmin dengan orang-orang munafik, dan keterangan mengenai kepahitan yang dialami oleh orang-orang yang bersabar.


Minggu, 31 Juli 2022

Nikmatna Nuduh Batur mah Bari Mopohoken Kasalahan Sorangan



QS al -Baqarah 107

 أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ (107) }

 Naha anjeun henteu terang yen karajaan langit sareng bumi kagungan Allah! Jeung teu aya deui pikeun anjeun iwal Allah anu ngajaga atawa nulungan.

Yahudi geus ngewa ti awalna, neangan wae kasalahan nabi, matak pas aya nasikh asa rek mentas manggi cukang maranehna nyebutken teu bener, teu konsisten maenya hukum dirobah boa menang anjen sorangan muhammad?

Ceuk Abu Ja'far bin Jarir, padahal ieu warta dimaksad jadi khitab ka Nabi. ku Alloh swt. salaku panghormat ti Anjeunna ka Kangjeng Nabi, tapi sakaligus minangka bantahan anu mungkir ka urang Yahudi sabab mungkir ayana naskah Taurat sareng mungkir kana kenabian Nabi Isa a.s. sareng Nabi Muhammad SAW. Maranéhna ngalakukeun kitu lantaran ieu dua rasul datang mawa kitab anu diturunkeun ti Alloh anu di jerona ngandung hal-hal anu diturunkeun ku Alloh pikeun ngarobah sababaraha hukum Taurat.

Mangka sabada dijawab yen Allah Maha Kawasa kana sagala perkara, Allah nguatken deui ku kecap pananya tapi jeng nafi nu hartina negasken malah ditambahan ku huruf taukid inna, nu eusina Panguasaan Allah kana bumi jeng langit.

Nu pikaserieun mah yahudi nuduh nabi Muhammad ngarubah eusi al quran padahal justru maranehanana anu ngarubah taurat, da kitu nikmatna nuduh mah, kudu bari mopohoken kasalahan sorangan, da nu inget kana kasalahan sorangan mah moal aya mu daek nuduh ka batur.

يبصر احدكم القذاة في عين اخيه، و ينسي الجذاع في انفه

Kuman di pentas laut katingali, gajah dina panon teu katingali. 

Kecap mulku teh tina ملك harti asalna ngawasaan jeng kakuatan, tina kecap ieu oge lahir kecap Malik hartosna raja, sabab biasana raja mah boga kakuatan ngatur batur jenga ngawasaan urusan batur, sanajan nisbi, teu sapertos Allah anu sifatna mutlak.

Ngawasaan jeng ngaturna Allah teh pantes pisan sabab, Allah nu nyiptaken, ngurus langit jeng bumi nepi ka kahirupan di bumi teh merenah nikmat keur manusa, nitah solat teh geus aya cai piken wudhuna, taneh piken sujudna, tuangen keur tanagana.

Beda pisan jeng raja di dunia mah ngatur nitah jeng nyarek teh teu mere jeng kabeh fasilitasna.

Mangka kamampuan Allah ngatur alam dunya teh pantes pisan ngabuktiken yen hakikatna teu aya nu bisa nulungan manusa salian ti Allah, mun dikersaken aya nu ditulungan ku manusa, pan eta teh menang Allah manusa bisa nulungana oge, cag!

Mantenna marentahkeun hiji perkara sabab eta ngandung mangpaat anu ngan Anjeunna sorangan anu uninga, mangka Anjeunna ngalarang ku sabab anu ngan Anjeunna sorangan anu uninga. Taat anu hakiki nyaeta ngalaksanakeun naon-naon anu diparentahkeun-Na, nuturkeun utusan-utusan-Na dina negeskeun naon-naon anu diwurukeun, sarta ngalakonan naon-naon anu diparentahkeunana jeung ngajauhan naon-naon anu dilarang.

Dina pamadegan urang, hal anu ngadorong urang Yahudi nepikeun masalah tékstual téh lain ngan kakafiran jeung kakafiran maranéhanana. Sabab satemenna, numutkeun babandingan, teu aya anu ngahalangan ditegakkeun hukum-hukum Allah, sabab Anjeunna mutuskeun hukum numutkeun naon-naon anu dikersakeun-Na, sakumaha anu dipikahayang ku Anjeunna. Padahal masalah tékstual sabenerna geus lumangsung dina kitab-kitab Allah samemehna jeung syariat-Na saméméh Al Qur'an.


Kamis, 28 Juli 2022

Mencintai Orang Yang salah



هَا أَنْتُمْ أُولاءِ تُحِبُّونَهُمْ وَلا يُحِبُّونَكُمْ

Begitulah kalian, kalian menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kalian. (Ali Imran: 119)

Yakni kalian, hai orang-orang mukmin, menyukai orang-orang munafik karena apa yang mereka lahirkan kepada kalian berupa iman. Oleh sebab itu, kalian menyukai mereka, padahal baik batin maupun lahirnya mereka sama sekali tidak menyukai kalian.

وَتُؤْمِنُونَ بِالْكِتابِ كُلِّهِ

dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. (Ali Imran: 119)

Maksudnya, pada kalian tiada rasa bimbang dan ragu terhadap suatu kitab pun; sedangkan diri mereka (orang-orang munafik) diliputi oleh keraguan, kebimbangan, dan kebingungan terhadapnya.

Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Said ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan kalian beriman kepada kitab-kitab semuanya. (Ali Imran: 119) Yakni iman kepada kitab kalian dan kitab-kitab mereka, serta kitab-kitab lainnya sebelum mereka, sedangkan mereka kafir kepada kitab kalian. Karena itu, sebenarnya kalian lebih berhak membenci mereka daripada mereka membenci kalian. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.

*******************

وَإِذا لَقُوكُمْ قالُوا آمَنَّا وَإِذا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الْأَنامِلَ مِنَ الْغَيْظِ

Apabila mereka menjumpai kalian, mereka berkata, "Kami beriman," dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. (Ali Imran: 119)

Al-anamil adalah ujung-ujung jari. Demikianlah menurut Qatadah.
Seorang penyair mengatakan:

أوَدُّ كَمَا مَا بَلّ حَلْقِيَ ريقَتى ... وَمَا حَمَلَتْ كَفَّايَ أنْمُلي العَشْرا

dan apa yang dikandung oleh kedua telapak tanganku, yaitu ujung-ujung jariku yang sepuluh buah.

Ibnu Mas'ud, As-Saddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa al-anamil artinya jari-jari tangan.
Demikianlah sikap orang-orang munafik. Mereka menampakkan kepada orang-orang mukmin iman dan kesukaan mereka kepada orang-orang mukmin, padahal di dalam batin mereka memendam perasaan yang bertentangan dengan semuanya itu dari segala seginya. Sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam firman-Nya:

{وَإِذَا خَلَوْا عَضُّوا عَلَيْكُمُ الأنَامِلَ مِنَ الْغَيْظِ}

dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kalian. (Ali Imran: 119)

Sikap demikian menunjukkan kebencian dan kemarahan mereka yang sangat, sehingga di dalam firman berikutnya disebutkan:

{قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ}

Katakanlah (kepada mereka), "Matilah kalian karena kemarahan kalian itu." Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran: 119)

Yakni betapapun kalian dengki terhadap kaum mukmin karena iman kaum mukmin yang hal tersebut membuat kalian memendam rasa amarah terhadap mereka. Ketahuilah bahwa Allah pasti menyempurnakan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin, dan Dia pasti menyempumakan agama-Nya, meninggikan kalimah-Nya, dan memenangkan agama-Nya. Maka matilah kalian dengan amarah kalian itu.

قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿قُلْ مُوتُوا بِغَيْظِكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذاتِ الصُّدُورِ﴾ إِنْ قِيلَ كَيْفَ لَمْ يَمُوتُوا وَاللَّهُ تَعَالَى إِذَا قَالَ لِشَيْءٍ: كُنْ فَيَكُونُ. قِيلَ عَنْهُ جَوَابَانِ: أَحَدُهُمَا: قَالَ فِيهِ الطَّبَرِيُّ وكثير مِنَ الْمُفَسِّرِينَ: هُوَ دُعَاءٌ عَلَيْهِمْ أَيْ قُلْ يَا مُحَمَّدُ أَدَامَ اللَّهُ غَيْظَكُمْ إِلَى أَنْ تَمُوتُوا. فَعَلَى هَذَا يَتَّجِهُ أَنْ يَدْعُوَ عَلَيْهِمْ بِهَذَا مُوَاجَهَةً وَغَيْرَ مُوَاجَهَةٍ بِخِلَافِ اللَّعْنَةِ. الثَّانِي: إِنَّ الْمَعْنَى أَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ لَا يُدْرِكُونَ مَا يُؤَمِّلُونَ، فَإِنَّ الْمَوْتَ دُونَ ذَلِكَ. فَعَلَى هَذَا الْمَعْنَى زَالَ مَعْنَى الدُّعَاءِ وَبَقِيَ مَعْنَى التَّقْرِيعِ والاغاطة. ويجري  هذا المعنى مع قول مسافر ابن أَبِي عَمْرٍو:
وَيَتَمَنَّى  فِي أَرُومَتِنَا ... وَنَفْقَأُ عَيْنَ مَنْ حَسَدَا
وَيَنْظُرُ إِلَى هَذَا الْمَعْنَى قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿مَنْ كانَ يَظُنُّ أَنْ لَنْ يَنْصُرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيا وَالْآخِرَةِ فَلْيَمْدُدْ بِسَبَبٍ إِلَى السَّماءِ ثُمَّ لْيَقْطَعْ﴾ [الحج: ١٥] .

{إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ}

Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati. (Ali Imran: 119)

Artinya, Dia Maha Mengetahui semua yang tersimpan dan disembunyikan di dalam hati kalian berupa kemarahan, kedengkian, dan rasa jengkel terhadap kaum mukmin. Dia pasti akan membalas kalian di dunia ini, yaitu dengan memperlihatkan kepada kalian apa yang bertentangan dengan hal-hal yang kalian harapkan. Sedangkan di akhirat nanti Allah akan membalas kalian dengan azab yang keras di dalam neraka yang menjadi tempat tinggal abadi kalian; kalian tidak dapat keluar darinya, dan tidak dapat pula menyelamatkan diri darinya.

Kamis, 14 Juli 2022

Teman Dekat Musuh Dekat

 


Ali Imran, ayat 118

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبالاً وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضاءُ مِنْ أَفْواهِهِمْ وَما تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الْآياتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (118) 

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami), jika kalian memahaminya. 

اكد الله الزجر عن الركون الي الكفار

Allah menguatkan larangan untuk condong kepada orang kafir menguatkan ayat 

ان تطيعوا فريقا من الذين كفروا

Allah Swt. berfirman seraya melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin mengambil orang-orang munafik sebagai teman kepercayaan dengan menceritakan kepada mereka semua rahasia kaum mukmin dan semua rencana yang dipersiapkan kaum mukmin terhadap musuh-musuhnya. Orang-orang munafik akan berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan mereka tanpa henti-hentinya untuk menimbulkan mudarat terhadap kaum mukmin. Dengan kata lain, mereka (orang-orang munafik) itu terus berupaya menentang kaum mukmin dan menimpakan mudarat terhadap mereka dengan segala cara yang mereka dapat dan dengan memakai tipu daya serta kepalsuan yang mampu mereka kerjakan. Mereka suka dengan semua hal yang mencelakakan kaum mukmin, gemar pula melukai kaum mukmin serta menyukai hal-hal yang memberatkan kaum mukmin.

*******************

{لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ}

Janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian. (Ali Imran: 118)

Yakni selain dari kalangan kalian yang tidak seagama. Bitanah berasal dari kalimat بطن artinya perut kebalikan ظهر yang berarti punggung, bitanah disini  artinya teman dekat yang mengetahui semua rahasia pribadi.

المرء علي دين خليله فلينظر احدكم من يخلل

Seseorang itu tergantung pada agama temannya, maka perhatikanlah oleh kalian siapa temannya.

Imam Bukhari dan Imam Nasai serta selain keduanya meriwayatkan melalui hadis sejumlah perawi, antara lain ialah Yunus ibnu Yahya ibnu Sa'id, Miisa ibnu Uqbah, dan Ibnu Abu Atiq, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Sa'id (Al-Khudri), bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"مَا بَعَثَ اللهُ مِنْ نَبِي وَلا اسْتَخْلَفَ مِنْ خَلِيفَة إِلَّا كَانَتْ لَهُ بِطَانَتَانِ: بِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالْخيرِ وتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَبِطَانَةٌ تَأْمُرُهُ بِالسُّوءِ وَتَحُضُّهُ عَلَيْهِ، وَالْمَعْصُومُ مَنْ عَصَم اللهُ "

Tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi dan tidak pula mengangkat seorang khalifah, melainkan didampingi oleh dua teman terdekatnya. Seorang teman menganjurkannya untuk be-buat kebaikan dan memberinya semangat untuk melakukan kebaikan itu. Dan teman lainnya selalu memerintahkan kejahatan kepadanya dan menganjurkan kepadanya untuk melakukan kejahatan, sedangkan orang yang terpelihara ialah orang yang dipelihara oleh Allah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Ayyub (yaitu Muhammad ibnul Wazin), telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, dari Abu Hibban At-Taimi, dari Abuz Zamba", dari Ibnu Abud Dihqanah yang menceritakan bahwa pernah dilaporkan kepada Khalifah Umar ibnul Khattab r.a., "Sesungguhnya di sini terdapat seorang pelayan dari kalangan penduduk Al-Hairah yang ahli dalam masalah pembukuan dan surat-menyurat, bagaimanakah jika engkau mengambilnya sebagai juru tulismu?" Maka Khalifah Umar menjawab: Kalau demikian, berarti aku mengambil teman kepercayaan selain dari kalangan orang-orang mukmin.


Di dalam asar serta ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa ahluz zimmah (kafir zimmi) tidak boleh dipekerjakan untuk mengurus masalah kesekretarisan yang di dalamnya terkandung rahasia kaum muslim dan semua urusan penting mereka. Karena dikhawatirkan dia akan menyampaikannya kepada musuh kaum muslim dari kalangan kafir harbi. Karena itu, Allah Swt. berfirman:

{لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ}

mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudaratan bagi kalian. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kalian. (Ali Imran: 118)


قَالَ الْحَافِظُ أَبُو يَعْلَى: حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْرَائِيلَ، حَدَّثَنَا هُشَيم، حَدَّثَنَا العَوَّام، عَنِ الْأَزْهَرِ بْنِ رَاشِدٍ قَالَ: كَانُوا يَأْتُونَ أنَسًا، فَإِذَا حَدَّثهم بِحَدِيثٍ لَا يَدْرُونَ مَا هُوَ، أتَوا الْحَسَنَ -يَعْنِي الْبَصْرِيَّ-فَيُفَسِّرُهُ لَهُمْ. قَالَ: فحدَّث ذَاتَ يَوْمٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قال: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الْمُشْرِكِينَ، وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا فَلَمْ يَدْرُوا مَا هُوَ، فَأَتَوُا الْحَسَنَ فَقَالُوا لَهُ: إِنَّ أَنَسًا حَدّثنا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قال: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الشِّركِ وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا فَقَالَ الْحَسَنُ: أَمَّا قَوْلُهُ: "وَلَا تَنْقُشُوا فِي خَوَاتِيمِكُمْ عَرَبيا: مُحَمَّدٌ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وأما قوله: "لا تَسْتَضِيؤوا بِنَارِ الشِّركِ" يَقُولُ: لَا تَسْتَشِيرُوا الْمُشْرِكِينَ فِي أُمُورِكُمْ. ثُمَّ قَالَ الْحَسَنُ: تَصْدِيقُ ذَلِكَ فِي كِتَابِ اللَّهِ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ}

Al-Hafiz Abu Ya'la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Israil, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, dari Al-Azhar ibnu Rasyid yang menceritakan bahwa mereka datang kepada Anas, ternyata Anas menceritakan sebuah hadis yang maknanya tidak dimengerti oleh mereka. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan (Al-Basri). Maka Al-Hasan menafsirkan makna hadis ini kepada mereka, yang kisahnya seperti berikut. Pada suatu hari Anas menceritakan sebuah hadis dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Janganlah kalian meminta penerangan dari api kaum musyrik dan janganlah kalian mengukir lafaz Arab dalam khatimah (cap) kalian. Mereka tidak mengerti apa yang dimaksud oleh hadis tersebut. Lalu mereka datang kepada Al-Hasan dan bertanya kepadanya bahwa Anas pernah menceritakan sebuah hadis kepada mereka, yaitu sabda Rasulullah Saw.: Janganlah kalian mengambil penerangan dari api kaum musyrik dan jangan pula kalian mengukir pada cap kalian lafaz Arab. Maka Al-Hasan mengatakan, yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw. yang mengatakan, "Janganlah kalian mengukir lafaz Arab pada cap kalian," ialah lafaz Muhammad Saw. Dan yang dimaksud dengan sabda Nabi Saw. yang mengatakan, "Janganlah kalian mengambil penerangan dari api orang-orang musyrik," ialah janganlah kalian meminta saran dari orang-orang musyrik dalam urusan-urusan kalian.

 Kemudian Al-Hasan mengatakan bahwa hal yang membenarkan pengertian ini berada di dalam Kitabullah, yaitu melalui firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian ambil menjadi teman kepercayaan kalian orang-orang yang di luar kalangan kalian. (Ali Imran: 118)

Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la rahimahullah. Hal ini telah diriwayatkan pula oleh Imam Nasai, dari Mujahid ibnu Musa, dari Hasyim. Imam Ahmad meriwayatkannya dari Hasyim dengan sanad yang semisal, tetapi tanpa disebutkan tafsir Al-Hasan Al-Basri. Tafsir Al-Hasan Al-Basri ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat makna hadis sudah jelas: Janganlah kalian mengukir lafaz Arab pada cap kalian.

Dengan kata lain, janganlah kalian mengukir tulisan Arab pada cap kalian, agar tidak serupa dengan ukiran yang ada pada cap milik Nabi Saw., karena sesungguhnya pada cap Nabi Saw. diukirkan kalimat "Muhammadur Rasulullah".

Untuk itu disebutkan di dalam sebuah hadis sahih bahwa Nabi Saw. melarang seseorang membuat ukiran seperti ukiran milik beliau Saw.

Makna mengambil penerangan dari api kaum musyrik ialah 'janganlah kalian (kaum muslim) bertempat tinggal dekat dengan mereka, yang membuat kalian berada bersama di negeri mereka; melainkan menjauhlah kalian dan berhijrahlah dari negeri mereka'. Karena itu, Imam Abu Daud pernah meriwayatkan sebuah hadis yang mengatakan, "Janganlah api keduanya saling kelihatan." Di dalam hadis yang lain disebutkan:

«مَنْ جَامَعَ الْمُشْرِكَ أَوْ سَكَنَ مَعَهُ فَهُوَ مِثْلُهُ»

Barang siapa yang bergabung dengan orang musyrik atau bertempat tinggal bersamanya, maka dia semisal dengannya.

Dengan demikian, berarti menginterprestasikan makna hadis seperti apa yang dikatakan oleh Al-Hasan rahimahullah serta mengambil dalil ayat ini untuk memperkuatnya masih perlu dipertimbangkan kebenarannya.

*******************

Kemudian Allah Swt. berfirman:

قَدْ بَدَتِ الْبَغْضاءُ مِنْ أَفْواهِهِمْ وَما تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ

Telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. (Ali Imran: 118)

Yakni sesungguhnya terbaca pada roman wajah dan lisan mereka ungkapan permusuhan mereka terhadap kaum mukmin, selain dari apa yang tersimpan di dalam hati mereka, yaitu kebencian yang sangat kepada agama Islam dan para pemeluknya. Hal itu mudah dibaca oleh orang yang jeli lagi cerdik. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:

{قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ الآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ}

Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami) jika kalian memahaminya. (Ali Imran: 118)


Sabtu, 09 Juli 2022

Manusia Sekalipun Tidak Berharga Jika Allah Menuntutnya



 وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ

34. Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah l(Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (Al Hajj 34)

Ayat di atas menjelaskan bahwa penyembelihan kurban telah dikenal oleh umat-umat yang lalu ini dapat dibuktikan melalui Alquran dan sejarah. hanya saja sebagian dari umat-umat itu menyelewengkan ajaran kurban sehingga bertentangan dengan tuntunan Allah Subhanahu Wa Ta'ala baik pada cara, tujuan, maupun jenis binatang yang disembelih sebagai kurban.

Berbicara tentang kurban maka tidak lepas dari kisah kedua anak adam yaitu habil dan qabil sebagaimana direkam dalam al-qur’an al maidah 27 :

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (27)

Kisah mengenai mereka berdua, menurut apa yang telah disebutkan oleh bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf, bahwa Allah Swt. mensyariatkan kepada Adam a.s. untuk me­ngawinkan anak-anak lelakinya dengan anak-anak perempuannya karena keadaan darurat. Tetapi mereka mengatakan bahwa setiap kali mengandung, dilahirkan baginya dua orang anak yang terdiri atas laki-laki dan perempuan, dan ia (Adam) mengawinkan anak perempuannya dengan anak laki-laki yang lahir bukan dari satu perut dengannya. Dan konon saudara seperut Habil tidak cantik, sedangkan saudara seperut Qabil cantik lagi bercahaya. Maka Habil bermaksud merebutnya dari tangan saudaranya. Tetapi Adam menolak hal itu kecuali jika keduanya melakukan suatu kurban; barang siapa yang kurbannya diterima, maka saudara perempuan seperut Qabil akan dikawinkan dengannya. Ter­nyata kurban Habillah yang diterima, sedangkan kurban Qabil tidak diterima, sehingga terjadilah kisah keduanya yang disebutkan oleh Allah Swt. di dalam Kitab-Nya.

Dalam tafsir ibnu katsir Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas menceritakan sehubungan dengan firman-Nya: ketika keduanya mempersembahkan kurban. (Al-Maidah: 27); Mereka menyuguhkan kurbannya masing-masing, pemilik ternak menyuguhkan kurban seekor domba putih bertanduk lagi gemuk, sedangkan pemilik lahan pertanian menyuguhkan seikat bahan makanan pokoknya. Maka Allah menerima domba dan menyimpannya di dalam surga selama empat puluh tahun. Domba itulah yang kelak akan disembelih oleh Nabi Ibrahim a.s. Sanad asar ini jayyid.

Di negeri Mesir dahulu ada satu kepercayaan yang termasuk israf. Setiap tahun mereka mengadakan persembahan kepada dewa Nil. Dilakukan pemilihan, siapa gadis perawan yang paling cantik, mulai dari tingkat bawah sampai tingkat nasional. Semua orang merasa berbangga, karena anaknya, warganya ada yang terpilih calon permaisuri dewa Nil. Sebelum dipersembahkan segala keperluannya dipenuhi. Tidak kurang satu bulan, setelah itu baru dipersembahkan dan barulah terlupakan.

Persembahan itu hilang pada zaman Umar ibnul Khattab. Tetapi seperti tabi’at yang pertama, satu saat akan terulang kembali, orang sudah melebihi batas, suatu saat mereka akan melakukan seperti yang dilakukan orang-orang Mesir itu. Diadakan pemilihan, mulai dari tingkat RT sampai tingkat nasional dan internasional. Anehnya, mereka mau diperlakukan apa saja. Meskipun sudah keluar dari jalur agama tetap saja ada helahnya, “Meskipun seluruh pakaian kami dibuka (setengah bugil) itukan di kolam renang di tempatnya.” Memang benar di tempatnya, tetapi orang yang mengshoot adegan itu dan menonton bukan hanya di kolam renang, dimana saja orang bisa melihat pertunjukkan seperti itu.

Jika pada zaman Mesir kuno mereka dipersembahkan kita tidak tahu, apakah mereka pun akan di persembahkan kepada orang-orang yang seperti Dewa. Kalau dahulu kepada Dewa Nil kalau sekarang dipersembahkannya kepada siapa?

Sementara di kana'an Irak bayi-bayi dipersembahkan pada Dewa yang mereka sembah yaitu baal, suku Aztec di Meksiko menyerahkan jantung dan darah manusia kepada dewa matahari, di Eropa utara orang-orang Viking yang tadinya mendiami Skandinavia mempersembahkan para pemuka agama mereka pada dewa perang Odin. demikian seterusnya.

Pada masa Nabi Ibrahim Alaihissalam yang hidup pada abad ke-18 sebelum masehi muncul pikiran-pikiran di kalangan tokoh-tokoh masyarakat ketika itu yang menyatakan bahwa mengorbankan manusia Demi Tuhan untuk Tuhan adalah sesuatu yang mahal. Mereka ingin menggantinya dengan sesuatu yang lain selain manusia Allah Subhanahu Wa Ta'ala melalui Nabi Ibrahim Alaihissalam meluruskan pendapat mereka yang maha kuasa itu memerintahkan nabi Ibrahim Alaihissalam untuk menyembelih Putra beliau yang satu-satunya,  ketika itu sebagai pertanda bahwa apapun Walaupun manusia dan anak kandung tercinta tidak dapat dinilai mahal dan tidak wajar untuk berkurban dan dikurbankan jika panggilan Allah dan ketetapannya telah datang. tetapi begitu Nabi Ibrahim Alaihissalam meletakkan pisau di leher ke putranya Ismail Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengganti Sang putra dengan seekor domba untuk membuktikan bahwa kasih sayang Allah kepada manusia sedemikian tinggi sehingga dia melarang sekaligus membatalkan tradisi masyarakat manusia yang mengorbankan manusia saat kurban tetap terlaksana, tujuannya pun adalah pendekatan kepada Allah Tetapi yang dikurbankan adalah binatang ternak yang sempurna yakni jantan sehat tanpa cacat sebagai pertanda bahwa pengorbanan hendaknya dilaksanakan secara sempurna sekaligus untuk membedakannya dengan tradisi masyarakat jahiliah yang memberi tanda sehingga cacat binatang-binatang yang mereka juga dapat mendekatkan mereka kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Walaupun sedemikian Sempurna binatang kurbannya, namun Allah telah membatasi bahwa baik daging dan darahnya tidak akan sampai kepada Allah sebagaimana ayat 

قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لَنْ يَنالَ اللَّهَ لُحُومُها﴾ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يُضَرِّجُونَ الْبَيْتَ بِدِمَاءِ الْبُدْنِ، فَأَرَادَ الْمُسْلِمُونَ أَنْ يَفْعَلُوا ذَلِكَ فَنَزَلَتِ الْآيَةُ. 

Tidak akan sampai dagingnya Ibnu Abbas berkata adalah orang-orang jahiliyah melumuri  Baitullah dengan darah dari binatang ternak maka orang-orang muslim bermaksud melakukan seperti itu maka turunlah ayat ini. 

 قوله : (كَذلِكَ سَخَّرَها لَكُمْ) من سُبْحَانَهُ عَلَيْنَا بِتَذْلِيلِهَا وَتَمْكِينِنَا مِنْ تَصْرِيفِهَا وَهِيَ أَعْظَمُ مِنَّا أَبَدَانَا وَأَقْوَى مِنَّا أَعْضَاءً، ذَلِكَ لِيَعْلَمَ الْعَبْدُ أَنَّ الْأُمُورَ لَيْسَتْ عَلَى مَا يظهر إِلَى الْعَبْدِ مِنَ التَّدْبِيرِ، وَإِنَّمَا هِيَ بِحَسَبِ مَا يُرِيدُهَا  الْعَزِيزُ الْقَدِيرُ، فَيَغْلِبُ الصَّغِيرُ الْكَبِيرَ لِيَعْلَمَ الْخَلْقُ أَنَّ الْغَالِبَ هُوَ اللَّهُ الْوَاحِدُ القهار فوق عباده.

Firman Allah "Demikianlah Kami tundukkan bagi kalian", dari Allah lah yang menundukkannya dan menetapkannya penguasaannya padahal Unta itu lenih besar dan kuat anggota badannya, hal itu supaya diketahui oleh hamba bahwa bukanlah dari kemampuan mutlak seorang hamba menundukannya, tetapi karena ditundukkan oleh Allah Yang Maha Gagah dan Berkuasa, maka yang kecil dapat  mengalahkan yang besar agar diketahui oleh makhluk bahwa yang mengalahkannya adalah Allah Yang Maha Esa berkuasa di atas Hamba-Nya. 

 قَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلى مَا هَداكُمْ﴾ ذَكَرَ سُبْحَانَهُ ذِكْرَ اسْمِهِ عَلَيْهَا مِنَ الْآيَةِ قَبْلَهَا فَقَالَ عَزَّ مِنْ قَائِلٍ: "فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْها" وَذَكَرَ هُنَا التَّكْبِيرَ. 

Firman-Nya "Supaya Kalian Memaha Besarkan-Nya sebagaimana yang ditunjukkan pada kalian", Allah menerangkan penyebutan nama-Nya dari Ayat yang sebelumnya Maka Ia berfirman "Maka hendaklah berdzikir menyebut Nama Allah atas Sembelihan itu " Ia menerangkan di sana dzikirnya Adalah bertakbir. 


 


Jumat, 08 Juli 2022

Al baqarah 36

 فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ (36) }


 Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula, dan Kami berfirman, "Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."



{فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا}


Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu. (Al-Baqarah: 36)

Dapat diinterpretasikan bahwa damir yang terdapat di dalam firman-Nya, "'Anha," kembali ke surga. Atas dasar i'rab ini berarti makna ayat ialah lalu keduanya dijauhkan oleh setan dari surga, demikianlah menurut bacaan Asim (yakni fa-azalahuma).


Dapat juga diartikan bahwa damir tersebut kembali kepada matkur yang paling dekat dengannya, yaitu asy-syajarah. Dengan demikian, berarti makna ayat seperti yang dikatakan oleh Al-Hasan dan Qatadah ialah 'maka setan menggelincirkan keduanya disebabkan pohon tersebut'. Pengertiannya sama dengan makna firman-Nya:


يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ}


Dipalingkan darinya (Rasul dan Al-Qur'an) orang yang dipalingkan. (Adz-Dzariyat: 9)

Maksudnya, dipalingkan oleh sebab Rasul dan Al-Qur'an orang yang dipalingkan. Karena itu, dalam ayat selanjutnya Allah berfirman:


{فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ}


dan keduanya dikeluarkan dari keadaan semula. (Al-Baqarah: 36)


Yakni dari semua kenikmatan, seperti pakaian, tempat tinggal yang luas, rezeki yang berlimpah, dan kehidupan yang enak.


**********


{وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ}


dan Kami berfirman, "Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang dilentukan. (Al-Baqarah: 36)


Yaitu tempat tinggal, rezeki, dan ajal. Yang dimaksud dengan ila hin ialah waktu yang terbatas dan yang telah ditentukan, kemudian terjadilah kiamat.


Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini mengatakan:


حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ إِشْكَابَ، حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي عَرُوبة، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ آدَمَ رَجُلًا طُوَالا كَثِيرَ شَعْرِ الرَّأْسِ، كَأَنَّهُ نَخْلَةٌ سَحُوق، فَلَمَّا ذَاقَ الشَّجَرَةَ سَقَطَ عَنْهُ لِبَاسُهُ، فَأَوَّلُ مَا بَدَا مِنْهُ عَوْرَتُهُ، فَلَمَّا نَظَرَ إِلَى عَوْرَتِهِ جَعَلَ يَشْتَد فِي الْجَنَّةِ، فَأَخَذَتْ شَعْرَه شجرةٌ، فَنَازَعَهَا، فَنَادَاهُ الرَّحْمَنُ: يَا آدَمُ، مِنِّي تَفِرُّ! فَلَمَّا سَمِعَ كَلَامَ الرَّحْمَنِ قَالَ: يَا رَبِّ، لَا وَلَكِنِ اسْتِحْيَاءً"


telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan ibnu Isykab, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menciptakan Adam dalam bentuk seorang lelaki yang berperawakan sangat tinggi lagi berambut lebat, seakan-akan sama dengan pohon kurma yang rindang. Ketika dia memakan buah (terlarang) itu, maka semua pakaiannya tertanggalkan darinya, dan yang mula-mula kelihatan dari bagian anggota tubuhnya adalah kemaluannya. Ketika Adam melihat aurat tubuhnya, maka ia berlari di dalam surga dan rambutnya menyangkut pada sebuah pohon hingga menjebolnya. Lalu Tuhan yang Maha Pemurah memanggilnya, "Hai Adam, apakah engkau lari dari-Ku?" Ketika Adam mendengar firman Allah Yang Maha Pemurah, lalu ia berkata, "Wahai Tuhanku, aku tidak lari, tetapi aku merasa malu."


Abdur Rahman ibnu Humaid mengatakan di dalam kitab tafsir-nya, telah menceritakan kepada kami Rauh, dari Hisyam, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa Adam tinggal di dalam surga hanya selama sesaat di siang hari. Satu saat tersebut sama lamanya dengan 130 tahun hari-hari dunia.


Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas yang mengatakan bahwa Adam keluar dari surga pada pukul sembilan atau pukul sepuluh; ketika keluar, Adam membawa serta sebuah tangkai pohon surga, sedangkan di atas kepalanya memakai mahkota dari dedaunan surga yang diuntai sedemikian rupa merupakan untaian daun-daunan surga.


As-Saddi mengatakan bahwa Allah berfirman: Turunlah kalian semua dari surga itu. (Al-Baqarah: 38) Maka turunlah mereka, sedangkan Adam turun di India dengan membawa Hajar Aswad dan segenggam dedaunan surga, lalu ia menaburkannya di India, maka tumbuhlah pepohonan yang wangi baunya. Sesungguhnya asal mula wewangian dari India itu adalah dari segenggam dedaunan surga yang ikut dibawa turun oleh Adam. Sesungguhnya Adam menggenggamnya hanya terdorong oleh rasa penyesalan-nya karena ia dikeluarkan dari surga.


Imran ibnu Uyaynah meriwayatkan dari Ata ibnus Saib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Adam diturunkan di Dahna, salah satu wilayah negeri India.


Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Ata, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Adam diturunkan di suatu daerah yang dikenal dengan nama Dahna, terletak di antara Mekah dan Taif.

Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa Adam diturunkan di India, sedangkan Siti Hawa di Jeddah; dan iblis di Dustamisan yang terletak beberapa mil dari kota Basrah, sedangkan ular diturunkan di Asbahan. Demikianlah riwayat Abu Hatim.

Muhammad ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abu Qais, dari Az-Zubair ibnu Addi, dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Adam diturunkan di Safa, dan Hawa diturunkan di Marwah.

Raja ibnu Salamah mengatakan bahwa Adam a.s. diturunkan, sedangkan kedua tangannya diletakkan pada kedua lututnya seraya menundukkan kepalanya. Iblis diturunkan, sedangkan jari jemari tangannya ia satukan dengan yang lainnya seraya mengangkat kepalanya ke langit.


Abdur Razzaq mengatakan bahwa Ma'mar pernah mengatakan, telah menceritakan kepadanya Auf, dari Qasamah ibnu Zuhair, dari Abu Musa, "Sesungguhnya ketika Allah menurunkan Adam dari surga ke bumi, terlebih dahulu Dia mengajarkan kepadanya membuat segala sesuatu dan membekalinya dengan buah-buahan surga. Maka buah-buahan kalian ini berasal dari buah-buahan surga, hanya bedanya buah-buahan yang ini berubah, sedangkan buah-buahan surga tidak berubah."


قَالَ الزُّهْرِيُّ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى الله عليه وسلم: "خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ، وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا"


Az-Zuhri meriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Hurmuz Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sebaik-baik hari yang terbit matahari padanya adalah hari Jumat. Pada hari Jumat Adam diciptakan, pada hari Jumat pula ia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari Jumat pula ia dikeluarkan darinya. (Riwayat Imam Muslim dan Imam Nasai)



Ar-Razi mengatakan, menurut sepengetahuannya di dalam ayat ini terkandung makna peringatan dan ancaman yang besar terhadap semua perbuatan maksiat bila ditinjau dari berbagai segi. Antara lain ialah bahwa orang yang menggambarkan kejadian yang dialami oleh Nabi Adam hingga ia dikeluarkan dari surga hanya karena telah melakukan kekeliruan yang kecil, niscaya ia sangat malu terhadap perbuatan maksiat. 


Ibnul Qasim mengatakan:


ولكننا سبي العدو فهل ترى ... نعود إلى أوطاننا ونسلم


Tetapi kita adalah tawanan musuh, maka apakah kita dapat kembali ke tanah air kita dalam keadaan selamat, menurutmu?


Ar-Razi meriwayatkan dari Fathul Mausuli yang pernah mengatakan bahwa kita ini pada awalnya adalah kaum penghuni surga, kemudian kita ditawan oleh iblis ke dunia. Maka tiadalah yang kita alami selain kesusahan dan kesedihan sebelum kita dikembalikan ke rumah tempat kita dahulu dikeluarkan.

Apabila ada yang mengatakan, "Jika surga tempat Adam dikeluarkan berada di langit, seperti yang dikatakan oleh jumhur ulama, maka mengapa iblis dapat memasukinya, padahal dia telah diusir darinya untuk selama-lamanya, sedangkan pengertian untuk selama-lamanya itu apakah tidak bertentangan dengan kisah tersebut?" Sebagai jawabannya dapat dikatakan, "Memang pemikiran seperti inilah yang dijadikan dalil bagi orang yang mengatakan bahwa surga yang dahulunya ditempati oleh Adam berada di bumi bukan di langit, seperti yang kami jelaskan secara rinci dalam permulaan kitab kami Al-Bidayah Wan Nihayah.

Sehubungan dengan pertanyaan tersebut jumhur ulama mengemukakan berbagai jawaban, antara lain: Iblis memang dilarang masuk surga bila memasukinya secara baik-baik. Jika dia memasukinya dengan mencuri-curi dan menyusup dengan cara yang hina, tiada yang mencegahnya. Karena itu, ada sebagian dari mereka yang mengatakan sebagaimana apa yang disebut di dalam kitab Taurat, bahwa iblis masuk ke dalam surga melalui mulut ular yang ia masuki terlebih dahulu (lalu ular itu masuk ke dalam surga).

Menurut sebagian ulama, dapat pula diinterpretasikan iblis menggoda keduanya (Adam dan Hawa) dari luar pintu surga. Sebagian yang lainnya mengatakan bahwa iblis menggoda keduanya dari bumi, sedangkan keduanya masih berada di dalam surga di langit. Demikian menurut Az-Zamakhsyari dan lain-lainnya.

Al-Qurtubi dalam pembahasan ini mengetengahkan banyak hadis tentang kisah ular dan membunuhnya serta penjelasan mengenai hukumnya, dan ternyata pembahasan yang dikemukakannya itu baik lagi berfaedah.



Shaum Arafah Menghapus Dosa Satu Tahun Ke belakang dan Ke depan?



Surga itu bertingkat-tingkat sehingga menunjukkan bahwa amalan-amalan manusia juga bertingkat-tingkat. tingkat perbedaannya Jika dilihat dari segi bentuk hukumnya maka ada yang disebut dengan wajib dan ada yang disebut dengan sunat. 

Ibadah Sunat lah yang menjadi pembeda derajat antara orang mukmin.

قال تعالى: {فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ} [البقرة: 184] أي: من زاد عن الواجب بنوافل العبادات فهو أعظم؛ لأنَّ الخير اسم جامع لكل أمر نافع.

وقال تعالى في الحديث القدسي: "ولا يزال عبدي يتقرب إليَّ بالنوافل، حتى أحبه" [رواه البخاري (26021)].

 قال الإمام أحمد: الصيام أفضل ما تطوع به، لأنَّه لا يدخله الرياء.

 وقد ورد في فضله أحاديث شريفة، منها ما جاء في البخاري (1771) ومسلم (1942) عن أبي هريرة قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: "كل عمل ابن آدم له، الحسنة بعشر أمثالها إلى سبعمائة ضعف، قال الله تعالى: إلاَّ الصوم؛ فإنَّه لي، وأنا أجزي به، يدع طعامه وشرابه وشهوته من أجلي".

 - عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الأنْصَارِيِّ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ- "أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ، فَقَال: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الماضِيَةَ وَالبَاقِيَةَ...

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. .. (HR. Muslim, No. 1162)

وأنَّه يكفر ذنوب السنة الماضية، أما السنة الآتية فإنَّ تكفير السيئات في المستقبل من العمر، لم يكن إلاَّ للنبي -صلى الله عليه وسلم-؛ لقوله تعالى {لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا  تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ} [الفتح: 2]. وكذلك لأهل بدر، فقد جاء في الحديث القدسي: "اعملوا ما شئتم، فقد غفرتُ لكم".

 قال العلماء: معنى هذا الحديث: أن يوفق صائمه ويعصمه، فلا يأتي بذنب، أو يوفقه لأعمال صالحة تكفر ما يقع فيها من الذنوب.

 2 - صوم يوم عرفة هو أفضل صيام التطوع، بإجماع العلماء.

Besarnya pahala shaum Arafah hingga bisa menghapus dosa-dosa kecil, baik yang sudah terlewati satu tahun ke belakang atau satu tahun ke depan. Ini menunjukkan bahwa tidak akan terhapus dosa kecil yang dilakukan sering atau berulang-ulang.

لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ وَ لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ

“Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.”

Kalau dosa besar sudah ditaubati, maka janganlah diikuti dengan dosa lainnya yang semisal, begitu pula janganlah diteruskan dengan dosa-dosa kecil.

Dosa bisa dianggap besar di sisi Allah jika seorang hamba menganggap remeh dosa tersebut. Oleh karenanya, jika seorang hamba menganggap besar suatu dosa, maka dosa itu akan kecil di sisi Allah. Sedangkan jika seorang hamba menggaggap kecil (remeh) suatu dosa, maka dosa itu akan dianggap besar di sisi Allah. Dari sinilah jika seseorang mengganggap besar suatu dosa, maka ia akan segera lari dari dosa dan betul-betul membencinya.

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ

“Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.”

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

إِنَّكُمْ لَتَعْمَلُونَ أَعْمَالاً هِىَ أَدَقُّ فِى أَعْيُنِكُمْ مِنَ الشَّعَرِ ، إِنْ كُنَّا نَعُدُّهَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُوبِقَاتِ

“Sesungguhnya kalian mengerjakan amalan (dosa) di hadapan mata kalian tipis seperti rambut, namun kami (para sahabat) yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggap dosa semacam itu seperti dosa besar.”

 3 - صيامه مستحب لغير الحاج الواقف بعرفة؛ لما روى الخمسة عن أبي هريرة: "أنَّ النَّبِيَّ -صلى الله عليه وسلم- نهى عن صوم يوم عرفة بعرفة" وكراهة صوم عرفة بعرفة مذهب جمهور العلماء، ومنهم الأئمة الثلاثة: مالك والشافعي وأحمد وغيرهم.

عَنْ مَيْمُونَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِى صِيَامِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ عَرَفَةَ ، فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلاَبٍ وَهْوَ وَاقِفٌ فِى الْمَوْقِفِ ، فَشَرِبَ مِنْهُ ، وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ

“Dari Maimunah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa orang-orang saling berdebat apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Arafah. Lalu Maimunah mengirimkan pada beliau satu wadah (berisi susu) dan beliau dalam keadaan berdiri (wukuf), lantas beliau minum dan orang-orang pun menyaksikannya.” (HR. Bukhari, No. 1989)


Kamis, 30 Juni 2022

Membela Yang Tidak Berguna

  إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئاً وَأُولئِكَ أَصْحابُ النَّارِ هُمْ فِيها خالِدُونَ (116) مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هذِهِ الْحَياةِ الدُّنْيا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيها صِرٌّ أَصابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ وَما ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ (117)

Sesungguhnya orang-orang yang kafir, baik harta mereka maupun anak-anak mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikit pun. Dan mereka adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

Selanjutnya Allah Swt. menceritakan perihal orang-orang yang ingkar dari kalangan kaum musyrik melalui firman-Nya:

{لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا}

Harta mereka maupun anak-anak mereka sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikit pun. (Ali Imran: 116)

Yakni semuanya itu tidak dapat menolak pembalasan Allah maupun azab-Nya dari diri mereka, jika Allah menghendaki hal tersebut terhadap mereka.

{وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ}

Dan mereka adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Ali Imran: 116)

Selanjutnya Allah Swt. membuat suatu perumpamaan tentang apa yang dinafkahkan oleh orang-orang kafir dalam kehidupan di dunia ini. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Mujahid, Al-Hasan, dan As-Saddi.

Allah Swt. berfirman:

مَثَلُ مَا يُنْفِقُونَ فِي هَذِهِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَثَلِ رِيحٍ فِيهَا صِرٌّ

Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidupan dunia ini adalah seperti perumpamaan angin yang mengandung hawa yang sangat dingin. (Ali Imran: 117)

Yang dimaksud dengan sirrun ialah dingin yang sangat. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas, Ikrimah, Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, Ad-Dahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan lain-lainnya. Sedang-kan menurut Ata, sirrun ialah dingin yang disertai dengan es (salju).

Disebut pula dari Ibnu Abbas dan Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: yang mengandung panas yang sangat. (Ali Imran: 117) Yakni api.

Makna ini merujuk kepada makna yang pertama, karena sesungguhnya cuaca yang sangat dingin —terlebih lagi dibarengi dengan salju— dapat mematikan tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan, sama halnya dengan api membakar sesuatu.

{أَصَابَتْ حَرْثَ قَوْمٍ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ فَأَهْلَكَتْهُ}

yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri, lalu angin itu merusaknya. (Ali Imran: 117)

Yaitu membakarnya. Dengan kata lain, apabila hama menimpa kebun atau sawah yang telah tiba masa petik dan panen, lalu hama tersebut merusak dan menghancurkan semua buah-buahan atau tanaman yang ada padanya, sehingga hasilnya tidak ada, padahal pemiliknya sangat memerlukannya. Demikian pula halnya nasib orang-orang kafir; Allah menghapus pahala semua amal kebaikan mereka ketika di dunia hingga mereka tidak dapat memetik buahnya. Perihalnya sama dengan lenyapnya buah-buahan dari lahan atau kebun tersebut karena dosa-dosa yang dilakukan oleh pemiliknya. Demikianlah nasib yang akan mereka alami, karena mereka membangun amal perbuatannya tanpa fondasi dan tiang penyangga.

{وَمَا ظَلَمَهُمُ اللَّهُ وَلَكِنْ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ}

Allah tidak menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (Ali Imran: 117)



Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...