Miftah Husni
Semangat, dalam pengertian umum, digunakan untuk
mengungkapkan minat yang menggebu dan pengorbanan untuk meraih tujuan, dan
kegigihan dalam mewujudkannya. Apakah penting atau tidak, setiap orang punya
tujuan yang ingin dia raih sepanjang hidupnya. Antusiasme, yang sering
ditujukan untuk keuntungan material, juga mengemuka ketika nafsu keduniaan
dibicarakan. Sebagian orang berusaha untuk menjadi kaya, untuk memiliki karir
yang cemerlang atau jabatan yang prestisius, sementara yang lain berusaha untuk
tampil lebih unggul atau untuk meraih prestise, penghormatan, dan pujian.
Namun, semangat sebagian besar orang tidak bertahan
seumur hidup karena tidak punya landasan yang kuat. Sering kali tidak ada
tujuan khusus yang akan mempertahankan semangat dalam semua keadaan dan
memberikan kekuatan kepada mereka. Satu-satunya orang yang tidak pernah
kehilangan semangat di hati mereka sepanjang hidup adalah orang-orang beriman,
karena sumber semangat mereka ialah keimanan kepada Allah dan tujuan utama
mereka ialah memperoleh keridhaan Allah, rahmat-Nya dan surga-Nya.
Semangat
Orang-orang Beriman Tidak Pernah Padam
إِنَّمَا
الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا
وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ
هُمُ الصَّادِقُونَ ﴿ ١٥﴾
"Sesungguhnya orang-orang mukmin
hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka demi membela agama
Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar." (Q.s. al-Hujurat: 15).
Faktor
lain yang membuat semangat orang-orang beriman tetap kuat dan segar adalah rasa
penghargaan yang disertai dengan kerinduan dalam hati mereka, yang mereka alami
sepanjang hidup:
وَادْعُوهُ
خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ ﴿ ٥٦﴾
"Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa
takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik." (Q.s. al-A'raf: 56).
Menjadi Lebih Bergairah
ketika Menghadapi Kesukaran
Telah dinyatakan bahwa diantara tanda-tanda terpenting
keimanan dan gairah ialah sikap yang dimiliki orang beriman ketika menghadapi
kesukaran. Tanda lain yang menunjukkan iman orang-orang beriman di saat-saat
sulit ialah, bahwa mereka tidak pernah menjadi lemah semangat. Sebaliknya,
ketika mereka menghadapi kesukaran, gairah mereka tumbuh bahkan lebih besar
lagi, karena orang tidak dapat mencapai surga kecuali jika mereka telah diuji
dengan kesulitan-kesulitan sebagaimana orang-orang dari generasi masa lalu.
أَمْ
حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ
خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا
حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ
نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ ﴿ ٢١٤﴾
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk surga, padahal belum datang kepadamu cobaan sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu?" (Q.s. al-Baqarah: 214).
Karena
itu, orang beriman pasti akan menjumpai masalah-masalah dan kesulitan dan hal
itu merupakan ketentuan agama. Dengan kata lain, ujian-ujian ini menentukan
sifat-sifat penting orang-orang beriman dan memberikan petunjuk bahwa mereka
berada di jalan yang lurus.
فَإِذَا
فَرَغْتَ فَانْصَبْ ﴿ ٧﴾وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَارْغَبْ ﴿ ٨﴾
"Maka apabila kamu telah selesai dari
suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya
kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (Q.s. asy-Syarh: 7-8).
Semangat
orang yang berpenyakit hatinya.
وَإِنَّ
مِنْكُمْ لَمَنْ لَيُبَطِّئَنَّ فَإِنْ أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَالَ قَدْ
أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيَّ إِذْ لَمْ أَكُنْ مَعَهُمْ شَهِيدًا ﴿ ٧٢﴾
"Dan sesungguhnya di antara kamu ada
orang yang sangat berlambat-lambat (ke medan pertempuran)." (Q.s.
an-Nisa': 72). Pendek kata, mereka tidak bersemangat terhadap apa saja yang
tidak memberikan keuntungan-keuntungan duniawi yang nyata kepada mereka.
Nilai suatu amalan Itu
Dilihat Dari Akhirnya
عَنْ سَهْلِ
بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ نَظَرَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِلَى
رَجُلٍ يُقَاتِلُ الْمُشْرِكِينَ ، وَكَانَ مِنْ أَعْظَمِ الْمُسْلِمِينَ غَنَاءً
عَنْهُمْ فَقَالَ « مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى رَجُلٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
فَلْيَنْظُرْ إِلَى هَذَا » . فَتَبِعَهُ رَجُلٌ فَلَمْ يَزَلْ عَلَى ذَلِكَ
حَتَّى جُرِحَ ، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ . فَقَالَ بِذُبَابَةِ سَيْفِهِ ،
فَوَضَعَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ، فَتَحَامَلَ عَلَيْهِ ، حَتَّى خَرَجَ مِنْ بَيْنِ
كَتِفَيْهِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « إِنَّ الْعَبْدَ
لَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّهُ لَمِنْ
أَهْلِ النَّارِ ، وَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ
وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا »
Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi berkata bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat ada yang membunuh orang-orang
musyrik dan ia merupakan salah seorang prajurit muslimin yang gagah berani.
Namun anehnya beliau malah berujar, “Siapa yang ingin melihat seorang penduduk neraka,
silakan lihat orang ini.” Kontan seseorang menguntitnya, dan terus ia kuntit
hingga prajurit tadi terluka dan ia sendiri ingin segera mati (tak kuat menahan
sakit, pen.). Lalu serta merta, ia ambil ujung pedangnya dan ia letakkan di
dadanya, lantas ia hunjamkan hingga menembus di antara kedua lengannya.
Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak
mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka. Sebaliknya
ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk
neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sungguh amalan itu
dilihat dari akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493)
Amalan
yang dimaksud di sini adalah amalan shalih, bisa juga amalan jelek. Yang
dimaksud ‘bil khawatim’ adalah amalan yang dilakukan di akhir umurnya atau
akhir hayatnya.
Az-Zarqani
dalam Syarh Al-Muwatha’ menyatakan bahwa amalan akhir manusia itulah yang jadi
penentu dan atas amalan itulah akan dibalas. Siapa yang beramal jelek lalu
beralih beramal baik, maka ia dinilai sebagai orang yang bertaubat. Sebaliknya,
siapa yang berpindah dari iman menjadi kufur, maka ia dianggap murtad.
Kenapa
Bisa Suul Khatimah?
Dijelaskan
oleh Ibnu Rajab Al-Hambali mengenai hadits Sahl bin Sa’ad di atas pada kalimat
“ia beramal yang dilihat oleh orang”, maksudnya adalah batinnya berbeda dengan
lahiriyahnya. Maksudnya, seseorang bisa mendapatkan akhir hidup yang jelek
karena masalah batinnya yang di mana perkara batin tidaklah nampak oleh
orang-orang. Inilah sebab yang mengakibatkan seseorang mendapatkan suul
khatimah.
Bisa
jadi pula seseorang beramal seperti amalan penduduk neraka. Namun dalam
batinnya, masih ada benih kebaikan. Ternyata benih kebaikan tersebut tumbuh
pesat di akhir hidupnya, hingga ia meraih husnul khatimah.
Kata
Ibnu Rajab, dari sinilah para ulama khawatir dengan keadan suul khatimah,
keadaan akhir hidup yang jelek. Lihat pembahasan Ibnu Rajab dalam Jaami’
Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 173.
Jangan Terkagum
Sehingga
janganlah terkagum pada amalan kita saat ini. Karena akhir hayat itulah
penentunya, apakah benar kita bisa istiqamah.
Dari
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ
عَلَيْكُمْ أَنْ لاَ تُعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ
فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَاناً مِنْ عُمْرِهِ أَوْ بُرْهَةً مِنْ دَهْرِهِ
بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ
فَيَعْمَلُ عَمَلاً سَيِّئاً وَإِنَّ الْعَبْدَ لِيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ
دَهْرِهِ بِعَمَلٍ سَيِّئٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ ثُمَّ يَتَحَوَّلُ
فَيَعْمَلُ عَمَلاً صَالِحاً وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْراً
اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ
قَالَ « يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ »
“Janganlah kalian terkagum dengan amalan seseorang
sampai kalian melihat amalan akhir hayatnya. Karena mungkin saja seseorang
beramal pada suatu waktu dengan amalan yang shalih, yang seandainya ia mati,
maka ia akan masuk surga. Akan tetapi, ia berubah dan mengamalkan perbuatan
jelek. Mungkin saja seseorang beramal pada suatu waktu dengan suatu amalan
jelek, yang seandainya ia mati, maka akan masuk neraka. Akan tetapi, ia berubah
dan beramal dengan amalan shalih. Oleh karenanya, apabila Allah menginginkan
satu kebaikan kepada seorang hamba, Allah akan menunjukinya sebelum ia
meninggal.” Para sahabat bertanya,
“Apa maksud menunjuki sebelum meninggal?” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Yaitu memberikan ia taufik untuk
beramal shalih dan mati dalam keadaan seperti itu.” (HR. Ahmad, 3: 120, 123,
230, 257 dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah 347-353 dari jalur dari Humaid,
dari Anas bin Malik. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam Tahqiq Musnad Imam Ahmad
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat shahih Bukhari – Muslim.
Lihat pula Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1334, hal yang sama dikatakan
oleh Syaikh Al-Albani)