Tidak ada istilah Kafir sebelum datangnya para rasul pada suatu kaum, bahkan Allah sendiri menjamin kami tidak akan menyiksa suatu kaum kecuali kami telah mengutus rasul kepada mereka.
Maka setelah datang para Rasul ada dua golongan manusia menyikapinya yaitu mereka yang beriman dan mereka yang tidak beriman yang disebut sebagai orang kafir.
Ketika diutusnya Nabi Muhammad SAW kepada kaumnya, besar harapan para pembesar dan orang-yang yang terpandang beriman mengikutinya, namun ternyata kebanyakan dari mereka tetap berada dalam kekafirannya. Maka Allah mengingatkan kepada Rasul "Innal lazina kafaru", sesungguhnya orang-orang kafir —yakni orang-orang yang menutup perkara yang hak dan menjegalnya— telah dipastikan hal tersebut oleh Allah akan dialami mereka. Yakni sama saja, kamu beri mereka peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tetap tidak akan mau beriman kepada Al-Qur'an yang engkau datangkan kepada mereka. Makna ayat ini semisal dengan ayat lain-nya, yaitu firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذابَ الْأَلِيمَ
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat (azab) Tuhanmu tidaklah mereka akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)
Allah Swt. telah berfirman menceritakan keadaan orang-orang yang ingkar dari kalangan ahli kitab:
وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu. (Al-Baqarah: 145)
Seakan-akan makna ayat ini mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang telah dipastikan oleh Allah Swt. beroleh kecelakaan, maka tiada jalan selamat baginya; dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya, niscaya tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Untuk itu, hai Muhammad, janganlah dirimu merasa berdukacita dan kecewa terhadap sikap mereka, teruskanlah penyampaian risalahmu kepada mereka.
Barang siapa yang menerima seruanmu, maka baginya pahala yang berlimpah; dan barang siapa yang berpaling, maka janganlah kamu berdukacita terhadap mereka, hal tersebut bukan urusanmu. Pengertian ini sama dengan apa yang diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:
فَإِنَّما عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسابُ
Sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40)
إِنَّما أَنْتَ نَذِيرٌ وَاللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan, dan Allah pemelihara segala sesuatu. (Hud: 12)
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini. Pada mulanya Rasulullah Saw. sangat menginginkan agar semua orang beriman dan mengikuti petunjuknya, lalu Allah Swt. memberitahukan kepadanya bahwa tidaklah beriman kecuali orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah Swt sebagai orang yang berbahagia, dan tidaklah tersesat kecuali orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah Swt sebagai orang yang celaka sejak zaman azalinya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa makna "sesungguhnya orang-orang kafir" ialah kafir terhadap kitab yang diturunkan kepadamu, sekalipun mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami telah beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami sebelummu." Sedangkan kalimat "sama saja, kamu beri mereka peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tetap tidak beriman" maknanya ialah bahwa mereka telah kafir terhadap kitab yang ada di tangan mereka yang di dalamnya terdapat sebutan namamu, dan mereka telah ingkar terhadap perjanjian yang telah ditetapkan atas diri mereka. Pada kesimpulannya mereka kafir terhadap kitab yang diturunkan kepadamu, juga kitab yang diturunkan kepada rasul selainmu buat mereka sebelum kamu; mana mungkin mereka mau mendengar peringatan dan larangan darimu, sedangkan mereka sendiri telah kafir terhadap kitab mereka sendiri yang di dalamnya terkandung pengetahuan mengenai dirimu.
Firman Allah, "La yu-minuna" berkedudukan sebagai jumlah yang mengukuhkan jumlah sebelumnya, yaitu sawa-un 'alaihim a-an zartahum am lam tunzirhum. Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka dalam dua keadaan tersebut tetap bersikap kafir. Karena itu, hal tersebut dikukuhkan dengan firman-Nya, "La yu-minun" (mereka tetap tidak mau beriman).
Akan tetapi, dapat pula dikatakan bahwa lafaz la yu-minuna berkedudukan sebagai khabar, karena bentuk lengkapnya adalah innal lazina kafaru la yu-minuna. Dengan demikian, berarti firman-Nya, "Sawa-un 'alaihim a-an zartahum am lam tunzirhum" merupakan jumlah mu'taridah (kalimat sisipan).
Khatamallahu, menurut As-Saddi maknanya ialah "Allah mengunci mati."
Menurut Qatadah, ayat ini bermakna "setan telah menguasai mereka, mengingat mereka taat kepada keinginan setan, maka Allah mengunci mati kalbu dan pendengaran mereka, dan pada penglihatan mereka terdapat penutup. Mereka tidak dapat melihat jalan hidayah, tidak dapat mendengarnya, tidak dapat memahaminya, dan tidak dapat memikirkannya".
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Mujahid pernah mengatakan sehubungan dengan makna khatamallahu 'ala qulubihim, bahwa makna at-tab'u ialah dosa-dosa telah melekat di hati dan meliputinya dari semua sisinya hingga menutupinya dengan rapat. Istilah menutup inilah yang dinamakan, yakni dilak.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya makna firman-Nya: Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka. (Al-Baqarah: 7) merupakan berita dari Allah Swt. tentang sifat takabur orang-orang kafir dan berpalingnya mereka dari perkara hak yang disampaikan kepada mereka, yakni mereka tidak mau mendengarkannya. Perihalnya sama dengan perkataan seseorang, "Sesungguhnya si Fulan tuli, tidak mau mendengar perkataan ini," yakni bila dia tidak mau mendengarkannya dan merasa tinggi diri, tidak mau memahaminya karena takabur.
Akan tetapi, seandainya dia memahami firman Allah Swt. yang mengatakan:
فَلَمَّا زاغُوا أَزاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. (Ash-Shaff: 5)
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصارَهُمْ كَما لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيانِهِمْ يَعْمَهُونَ
Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al-Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. (Al-An'am: 110)
Masih banyak ayat serupa lainnya yang menunjukkan bahwa sesungguhnya Allah Swt. mengunci mati kalbu orang-orang kafir dan menghalang-halangi antara mereka dan hidayah, hanyalah sebagai balasan yang setimpal atas perbuatan mereka yang terus-menerus tenggelam di dalam kebatilan dan mereka tidak mau mengikuti perkara yang hak.
Hal ini merupakan keadilan dari Allah Swt. sebagai sikap yang baik, bukan yang buruk. Para ulama sepakat bahwa Allah Swt. menyifati diri-Nya berlaku mengunci mati dan mengelak kalbu orang-orang kafir sebagai balasan yang setimpal atas kekufuran mereka, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
بَلْ طَبَعَ اللَّهُ عَلَيْها بِكُفْرِهِمْ
Sebenarnya Allah telah mengunci mati hati mereka karena kekafirannya. (An-Nisa: 155)
Selanjutnya Al-Qurtubi menyebutkan hadis yang menceritakan tentang berbolak-baliknya hati, yaitu:
"وَيَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قُلُوبَنَا عَلَى دِينِكَ"
Wahai Tuhan yang membolak-balikkan kalbu, tetapkanlah kalbu kami dalam agama-Mu.
Ia mengetengahkan hadis Huzaifah yang terdapat di dalam kitab Sahih, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا فَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ، حَتَّى تَصِيرَ عَلَى قَلْبَيْنِ: عَلَى أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَاءِ فَلَا تَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ، وَالْآخَرُ أَسْوَدُ مُرْبَادٌّ كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا"
Berbagai macam fitnah (dosa) ditampilkan pada kalbu bagaikan tikar yang dianyam sehelai demi sehelai. Hati siapa yang melakukannya, maka dosa itu membuat suatu noktah hitam padanya; dan hati siapa yang mengingkarinya, maka terukirlah padanya suatu sepuhan yang putih. Hingga hati manusia itu ada dua macam, yaitu ada yang putih semisal warna yang jernih; hati yang ini tidak akan tertimpa bahaya oleh suatu dosa pun selagi masih ada langit dan bumi.
Sedangkan hati yang lainnya tampak hitam kelam seperti tembikar yang hangus terbakar, ia tidak mengenal perkara yang makruf dan tidak ingkar terhadap perkara yang mungkar... hingga akhir hadis.
dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ ذَنْبًا كَانَتْ نُكْتة سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ ونزعَ وَاسْتَعْتَبَ صُقِلَ قَلْبُهُ، وَإِنْ زَادَ زَادَتْ حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {كَلا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ}
Sesungguhnya orang mukmin itu apabila berbuat suatu dosa, maka hal itu merupakan noktah hitam pada hatinya. Tetapi jika dia bertobat dan kapok serta menyesali, maka tersepuhlah hatinya (menjadi bersih kembali). Tetapi apabila dosanya bertambah, maka bertambah pulalah noktah hitam itu hingga (lama-kelamaan) menutupi hatinya, yang demikian itulah yang dimaksudkan dengan istilah ar-ran di dalam firman-Nya, "Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi mereka." (Al-Muthaffifin: 14)
Pengertian ini diserupakan dengan penguncian dan pengelakan hal yang dapat diinderawi dengan mata, yakni diserupakan dengan wadah dan botol yang tidak dapat diambil isinya kecuali dengan membuka dan memutar tutupnya. Dengan kata lain, demikian pula iman; tidak dapat sampai ke dalam kalbu orang-orang yang disifati oleh Allah Swt. hati dan pendengaran mereka telah dikunci mati, kecuali setelah membuka dan melepaskan penutup yang menguncinya.
Perlu diketahui bahwa waqaf yang sempurna (menghentikan bacaan secara total) pada firman-Nya:
خَتَمَ اللَّهُ عَلى قُلُوبِهِمْ وَعَلى سَمْعِهِمْ
Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka. (Al-Baqarah: 7)
وَعَلى أَبْصارِهِمْ غِشاوَةٌ
dan penglihatan mereka ditutup. (Al-Baqarah: 7)
Menandakan masing-masing sebagai jumlah yang sempurna. Dengan kata lain, penguncian dilakukan terhadap hati dan pendengaran, sedangkan penutupan terjadi pada penglihatan.
Sebagaimana yang dikatakan As-Saddi di dalam kitab Tafsir-nya, dari Abu Malik, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah Al-Hamdani, dari Ibnu Mas'ud r.a. dan dari sejumlah sahabat Rasulullah Saw. sehubungan dengan firman-Nya: Allah telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka. (Al-Baqarah: 7)
As-Saddi mengatakan, "Karena itu, mereka (orang-orang kafir) tidak dapat berpikir dan tidak dapat pula mendengarnya." Disebutkan pula, "Dan penglihatan mereka ditutup," makna yang dimaksud ialah pada penglihatan mereka ada penutupnya hingga mereka tidak dapat melihat perkara yang hak.
Allah Swt. telah berfirman:
فَإِنْ يَشَإِ اللَّهُ يَخْتِمْ عَلى قَلْبِكَ
Maka jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengunci mati hatimu. (Asy-Syura: 24)
وَخَتَمَ عَلى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلى بَصَرِهِ غِشاوَةً
Dan Allah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. (Al-Jatsiyah: 23)
Orang yang kafir akan selalu berada dalam kekafirannya sampai ia menerima hidayah dan masuk Islam, dan mereka yang tetap dalam kekafirannya sampai mati adalah bukti mereka telah ditetapkan sejak zaman azali sebagai orang yang celaka, karena menolak hidayah yang sudah diketahui oleh Allah Yang Maha Mengetahui.
PENGUNJUNG
Selasa, 23 Maret 2021
Sebut Saja Kafir, Mudah-mudahan ada Taqdirnya Mereka Beriman
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Dzikrul Maut #5
(Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...
-
Penyebutan gerhana dalam bahasa hadits terdapat dua macam yaitu untuk matahari dan bulan. Gerhana matahari disebut dengan kusuf artinya b...
-
(Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat) Tidak Boleh Mengharap...
-
(Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar