PENGUNJUNG

Rabu, 25 Mei 2022

Waspada!! Sifat Ujub Tak Pandang Bulu



العَجَبُ والتَّعَجُّبُ: حالةٌ تعرض للإنسان عند الجهل بسبب الشيء.
Ujub dan Taajub adalah keadaan yang dihadapkan bagi manusia ketika tidak mengetahui sebab sesuatu

Ujub menurut bahasa arab adalah pesona yang diambil manusia ketika menganggap besar sesuatu. Adapun secara istilah, maka dikatakan oleh Al-Jurjani:
العُجْب: هو عبارة عن تصور استحقاق الشخص رتبة لا يكون مستحقًّا لها
“‘ujub adalah seseorang merasa berhak untuk mendapatkan suatu kedudukan padahal dia tidak berhak mendapatkan kedudukan tersebut.”
Disebutkan dalam Siyar A’lamin Nubala (15/395):

قال أبو وهب المروزي: سألت ابن المبارك: ما الكبر؟ قال: «أنْ تزدري الناس». فسألته عن العجب؟ قال: «أنْ ترى أنَّ عندك شيئًا ليس عند غيرك، لا أعلم في المصلين شيئًا شرًا من العجب»
“Abu Wahab Al Marwazi bertanya kepada Ibnul Mubarak: ‘Apa itu sombong?’
Ibnul Mubarak menjawab: ‘Sombong adalah merendahkan orang lain.’ Al Marwazi berkata: ‘Lalu aku bertanya kepadanya tentang ujub.’ Ibnul Mubarak menjawab: ‘Ujub adalah engkau merasa bahwa engkau memiliki suatu kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Dan aku tidak mengetahui ada keburukan yang terjadi pada orang yang menegakkan salat, yang lebih bahaya dari ujub.”

العَجَبُ ما لا يُعرف سببه، ولهذا قيل: لا يصحّ على الله التَّعَجُّبُ، إذ هو علّام الغيوب لا تخفى عليه خافية.

Ujub tidak diketahui sebabnya oleh karena itu dikatakan tidak benar ada ujub bagi Allah karenan Ia Maha Mengetahui yang Ghaib dan tidak ada yang bisa sembunyi dari-Ny Sesuatu pun.

لعُجْب: هو استعظام النعمة، والركون إليها، مع نسيان إضافتها إلى المنع
“‘ujub yaitu menganggap hebat nikmat yang ada pada dirinya dan merasa tenang dengan nikmat tersebut sementara dia lupa untuk menyandarkannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan dia karunia atau kenikmatan tersebut.”( Al-Ghazali).  Sifat Allah SWT sebagai Sang Maha Pemilik tercantum dalam Surat Al-Imran ayat 109 yang berbunyi sebagai berikut.

وَلِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۚ وَإِلَى ٱللَّهِ تُرْجَعُ ٱلْأُمُورُ
Artinya: "Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan."

لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَواطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئاً وَضاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِما رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ (25) ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُوداً لَمْ تَرَوْها وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَذلِكَ جَزاءُ الْكافِرِينَ (26) ثُمَّ يَتُوبُ اللَّهُ مِنْ بَعْدِ ذلِكَ عَلى مَنْ يَشاءُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (27)

Sesungguhnya Allah telah menolong kalian (hai kaum mukmin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kalian menjadi congkak karena banyaknya jumlah kalian, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepada kalian sedikit pun; dan bumi yang luas itu telah terasa sempit oleh kalian, kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurun­kan bala bantuan tentara yang kalian tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. Sesudah itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (At-Taubah 25-26)

Ujub itu bukan hanya pada amal baik, tetapi pada amal buruk pun dapat terjadi.

{قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا (103) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (104) أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (105) ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا (106) }

Katakanlah, ' Apakah akan Kami beri tahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah balasan mereka itu neraka Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. (al kahfi 103-106)

Ujub mengundang kesombongan, sedangkan kepada Allah mengakibatkan lupa kepada dosa dan mengabaikannya. Adapun dalam ibadah  dan amal ia merasa sudah banyak dan besar dalam mengerjakannya hingga melupakan nikmat dengan taufiq dan menempatkannya yang datang atas karunia Allah.

{وَلَوْلا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا}

Seandainya tidaklah karena Karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kalian bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya. (An-Nur: 21)
Seandainya Allah tidak memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya untuk bertobat, kembali kepada-Nya, dan membersihkan dirinya dari keburukan, kekotoran, dan semua akhlak yang rendah, yang masing-masing orang disesuaikan dengan keadaannya, tentulah tidak akan ada seorang pun yang bersih dan tidak (pula) beroleh kebaikan.

{وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ}

tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nur: 21)

ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ: شُحٌّ مُطَاعٌ, وَ هَوًى مُتَّبَعٌ, وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
Artinya: “Tiga hal yang membawa pada jurang kebinasaan: (1) tamak lagi kikir, (2) mengikuti hawa nafsu (yang selalu mengajak pada kejelekan), dan ujub (takjub pada diri sendiri).” (H.R. Abdur Razaq, Hadist Hasan)

Perkara-perkara yang bisa menyebabkan Ujub dan perlakuannya :

1. Fisik seperti kecantikan, ketampanan, postur tubuh dsb. Perlakuannya adalah dengan menafakuri bahwa kita berasal dari tanah dan akan kembali kepada tanah, bahkan pada satu titik berbalik pada fisik yang paling tidak diinginkan seperti ketuaan.

2. Kekuatan, Perlakuannya adalah dengan menafakuri bahwa dengan mudah akan menjadi lemah dengan penyakit atau pun usia.

3. Aqal dan kecerdasan, ujub ini mengakibatkan manusia berhenti belajar dan tidak mau bertanya. Perlakuannya adalah dengan menafakuri bahwa ilmu yang kita dapatkan sangat kecil dibandingkan luasnya ilmu Allah.

4. Nasab hingga mengira bisa menyelamatkan dan akan mendapatkan ampunan, padahal Allah melihat hati ketakwaan dan amal.

5. Keterikatan dengan penguasa tanpa ilmu dan agama, Perlakuannya adalah dengan menyadari keterikatan pada kejelekan hanya akan membawa kejelekan seperti orang yang taqlid dan para penjilat penguasa.

6. Banyak anak, kerabat, pembantu dsb. Perlakuannya adalah dengan menafakuri bahwa mereka semua tidak dapat memberi manfaat dan madharat tanpa izin Allah seperti ketika perang Hunain atau larinya saudara, ibu bapa, istri dan anak ketika hari kiamat.

7. Harta, Perlakuannya adalah dengan menyadari bahaya dan tanggung jawab harta, juga fadhilah kefakiran

8. Pemikiran yang keliru seperti bid'ah dianggap sunnah. Perlakuannya adalah dengan mengkaji dalil yang benar dan menjauhi taqlid buta.

Ibnu mas’ud berkata : kecelakaan itu disebabkan dua perkara : putus asa dan ujub; hal ini dikarenakan kebahagian itu kecuali dengan usaha yang sungguh-sungguh dan berkelanjutan, sedangkan orang yang putus asa tidak akan berusaha atau mencari, demikian pula orang yang ujub tidak berusaha karena merasa sudah bahagia.
Ujub menjerumuskan pada sikap takabur, dan takabur lah lahir berbagai kejelekan. Adapun dengan Allah,maka ujub mengakibatkan lupa terhadap dosa dan melalaikan nya untuk beristighfar dan bertobat. Dari sinilah kemudian Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala menyatakan bahwasanya:
الرياء من باب الإشراك بالخلق، والعُجْب من باب الإشراك بالنفس
Riya’ yaitu kita mensekutukan Allah dengan selain Allah. Adapun ‘ujub adalah mensekutukan Allah dengan diri kita. 
فالمرائي لا يحقق قوله (إِيَّاكَ نَعْبُدُ) والمعجب لا يُحقِّق قوله: (وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ)
Orang yang riya’, dia tidak mewujudkan firman Allah “hanya kepada Engkaulah kami beribadah (tidak butuh pujian dari yang lain).” Adapun orang yang ‘ujub, dia tidak mewujudkan firman Allah “hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”.

Kamis, 19 Mei 2022

Umat Terbaik

 كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتابِ لَكانَ خَيْراً لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفاسِقُونَ (110)

Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.


Allah memberitahukan kepada umat Nabi Muhammad Saw. bahwa mereka adalah sebaik-baik umat. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ}


Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Ali Imran: 110)

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, dari Sufyan ibnu Maisarah, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Ali Imran: 110) Abu Hurairah r.a. mengatakan, makna yang dimaksud ialah sebaik-baik manusia untuk umat manusia, kalian datang membawa mereka dalam keadaan terbelenggu pada lehernya dengan rantai, selanjutnya mereka masuk Islam.


Dengan kata lain, mereka adalah sebaik-baik umat dan manusia yang paling bermanfaat buat umat manusia. Karena itu, dalam firman selanjutnya disebutkan:


{تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ}


menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (Ali Imran: 110)


قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، حَدَّثَنَا شَرِيكٌ، عَنْ سِماك، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَيرة عن زوج [ذُرّةَ] بِنْتِ أَبِي لَهَب، [عَنْ دُرَّةَ بِنْتِ أَبِي لَهَبٍ] قَالَتْ: قَامَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ؟ فَقَالَ: "خَيْرُ النَّاسِ أقْرَؤهُمْ وَأَتْقَاهُمْ للهِ، وآمَرُهُمْ بِالمعروفِ، وأنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَأَوْصَلُهُمْ لِلرَّحِمِ"


Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Sammak, dari Abdullah ibnu Umairah, dari Durrah binti Abu Lahab yang menceritakan: Seorang lelaki berdiri menunjukkan dirinya kepada Nabi Saw. yang saat itu berada di atas mimbar, lalu lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang terbaik?" Nabi Saw. menjawab, "Manusia yang terbaik ialah yang paling pandai membaca Al-Qur'an dan paling bertakwa di antara mereka kepada Allah, serta paling gencar dalam melakukan amar makruf dan nahi munkar terhadap mereka, dan paling gemar di antara mereka dalam bersilaturahmi."


Bahwa mereka adalah orang-orang yang berhijrah bersama Rasulullah Saw. dari Mekah ke Madinah.


Pendapat yang benar mengatakan bahwa ayat ini mengandung makna umum mencakup semua umat ini dalam setiap generasinya, dan sebaik-baik generasi mereka ialah orang-orang yang Rasulullah Saw. diutus di kalangan mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka.


Makna ayat ini sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:


وَكَذلِكَ جَعَلْناكُمْ أُمَّةً وَسَطاً


Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam), umat yang adil dan pilihan. (Al-Baqarah: 143)

Yang dimaksud dengan wasatan ialah yang terpilih.


لِتَكُونُوا شُهَداءَ عَلَى النَّاسِ


agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan)manusia. (Al-Baqarah: 143), hingga akhir ayat


Di dalam kitab Musnad Imam Ahmad, kitab Jami' Imam TurmuzL kitab Sunan Ibnu Majah, dan kitab Mustadrak Imam Hakim disebutkan melalui riwayat Hakim ibnu Mu'awiyah ibnu Haidah dari ayahnya yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:


«أَنْتُمْ تُوفُونَ سَبْعِينَ أُمَّةً، أَنْتُمْ خَيْرُهَا وَأَنْتُمْ أَكْرَمُ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ»


Kalian adalah umat yang ketujuh puluh, kalianlah yang paling baik dan paling mulia menurut Allah Swt.


يَقُولُ إنَّ اللهَ تَعَالَى يَقُولُ: يَا عِيسَى، إنِّي بَاعِثٌ بَعْدَكَ أُمَّةً، إنْ أَصَابَهُمْ مَا يُحِبُّونَ حَمِدُوا وشَكَرُوا، وإنْ أصَابَهُمْ مَا يَكْرَهُونَ احْتَسَبُوا وَصَبَرُوا، وَلا حِلْمَ وَلا عِلْمَ". قَالَ: يَا رَبِّ، كَيْفَ هَذَا لهُمْ، وَلا حِلْمَ وَلا عِلْمَ؟. قَالَ: "أُعْطِيهِمْ مِن حِلْمِي وعلمي"


: Sesungguhnya Allah Swt. telah berfirman, "Hai Isa, sesungguhnya Aku akan mengutus sesudahmu suatu umat yang jika mereka mendapatkan apa yang mereka sukai, maka mereka memuji-(Ku) dan bersyukur (kepada-Ku). Dan jika mereka tertimpa apa yang tidak mereka sukai, maka mereka ber-ihtisab (mengharapkan pahala Allah) dan bersabar, padahal tidak ada kesabaran dan tidak ada ilmu." Isa bertanya, "Wahai Tuhanku, bagaimana mereka dapat berbuat demikian, padahal tanpa sabar dan tanpa ilmu?" Allah Swt. berfirman, "Aku beri mereka sebagian dari sifat sabar dan ilmu-Ku."


قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ غَيْلَانَ، حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ مَخْلَد، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو، عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: لَمَّا نَزَلَتْ {ثُلَّةٌ مِنَ الأوَّلِينَ. وَثُلَّةٌ مِنَ الآخِرِينَ [الْوَاقِعَةِ: 38، 39] } قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَنْتُمْ رُبْعُ أهْلِ الْجَنَّةِ، أَنْتُمْ ثُلُثُ أَهْلِ الْجَنَّةِ، أَنْتُمْ نِصْفُ أَهْلِ الْجَنَّةِ، أَنْتُمْ ثُلُثَا أَهْلِ الْجَنَّةِ"


Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Gailan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnu Makhlad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Mubarak, dari Sufyan, dari Abu Amr, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. (Al-Waqi'ah: 13-14) Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kalian adalah seperempat penduduk surga, kalian adalah sepertiga penduduk surga, kalian adalah separo penghuni surga, kalian adalah dua pertiga penduduk surga.


قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَر، عَنِ ابْنِ طَاوُسٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "نَحْنُ الآخِرُونَ الأوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، نَحْنُ أَوَّلُ النَّاسِ دُخُولا الْجَنَّةَ، بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا، وَأُوتِينَاهُ مِنْ بَعْدِهِمْ، فَهَدَانَا اللَّهُ لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ، فَهَذَا الْيَوْمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ، النَّاسُ لَنَا فِيهِ تَبَعٌ غَدًا لِلْيَهُوَدِ [وَ] لِلنَّصَارَى بَعْدَ غَدٍ".


Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw. yang telah mengatakan: Kami adalah orang-orang yang terakhir, tetapi orang-orang yang pertama di hari kiamat. Kami adalah orang-orang yang mula-mula masuk surga, hanya saja mereka diberi Al-Kitab sebelum kami, sedangkan kami diberi Al-Kitab sesudah mereka. Karena itu, maka Allah memberi petunjuk kami perihal sebagian perkara hak yang mereka perselisihkan, dan hari inilah yang dahulu selalu mereka perselisihkan mengenainya. Manusia lain sehubungan dengan hari ini adalah mengikuti kami, besok untuk orang-orang Yahudi (yakni hari Sabtu) dan lusa (hari Ahad) adalah untuk orang-orang Nasrani.


Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui jalur Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulul-lah Saw. pernah bersabda:


"نَحْنُ الآخِرُونَ الأوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَنَحْنُ أوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ". وَذَكَرَ تَمَامَ الْحَدِيثِ


Kita adalah orang-orang yang terakhir, tetapi orang-orang yang pertama di hari kiamat, dan kita adalah orang yang mula-mula masuk surga. Lalu Imam Muslim menuturkan hadis ini hingga selesai.

Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Daruqutni di dalam kitab Al-Afrad melalui hadis Abdullah ibnu Muhammad ibnu Uqail, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Umar ibnul Khattab r.a., bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:


"إنَّ الْجَنَّةَ حُرِّمَتْ عَلَى الأنْبِيَاءِ كُلُّهُمْ حَتَّى أَدْخُلَهَا، وَحُرِّمَتْ عَلَى الأمَمِ حَتَّى تَدْخُلَهَا أمتِي".


Sesungguhnya surga itu dilarang atas semua nabi sebelum aku memasukinya, dan diharamkan atas seluruh umat sebelum umatku memasukinya.


Semua hadis yang disebutkan di atas terangkum ke dalam makna firman-Nya:


{كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ}


Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. (Ali Imran: 110)


Barang siapa yang memiliki sifat tersebut dari kalangan umat ini, berarti dirinya termasuk orang yang terpuji melalui ayat ini.

Seperti yang telah diriwayatkan oleh Qatadah, telah sampai suatu berita kepada kami bahwa ketika Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. sedang melakukan salah satu ibadah haji, ia melihat adanya gejala hidup santai pada orang-orang. Lalu ia membacakan ayat ini, yaitu firman-Nya: Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia. (Alilmran: 110) Kemudian ia berkata, "Barang siapa yang ingin dirinya termasuk golongan umat ini, hendaklah ia menunaikan syarat yang ditetapkan oleh Allah di dalamnya."


Asar ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Barang siapa yang tidak memiliki sifat ini, maka ia lebih mirip dengan orang Ahli Kitab yang dicela oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:


كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ


Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. (Al-Maidah: 79), hingga akhir ayat.

Karena itu, setelah Allah memuji umat  ini karena memiliki sifat-sifat tersebut, lalu dalam ayat selanjutnya Allah mencela Ahli Kitab dan menyesalkan perbuatan mereka. Untuk itu Allah Swt. berfirman:


{وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ}


Sekiranya Ahli Kitab beriman. (Ali Imran: 110)

Yakni beriman kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, yaitu Al-Qur'an.


{لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ}


tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali Imran: 110)

Maksudnya, sedikit sekali dari mereka yang beriman kepada Allah dan Kitab yang diturunkan kepada kalian, juga kepada apa yang diturunkan kepada mereka sendiri. Kebanyakan dari mereka bergelimang di dalam kesesatan, kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan.

Jumat, 06 Mei 2022

Shaum Syawwal



وفيه فضل عظيم لما يحصل به من الثواب، وتكفير السيئات، وكثرة الحسنات، وترقيع الواجبات، قال تعالى: {فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ} [البقرة: 184] أي: من زاد عن الواجب بنوافل العبادات فهو أعظم؛ لأنَّ الخير اسم جامع لكل أمر نافع

Dan Pada shaum Tathowu itu ada keutamaan yang besar karena menghasilkan pahala dan menghapus dosa, memperbanyak kebaikan, serta meningkatkan perkara yang wajib, sebagaimana dalam Firman Allah Al Baqarah 184. Yaitu barangsiapa yang menambah sunat atas yang wajib pada suatu ibadah maka itu lebih besar, karena khoir itu adalah nama yang mencakup pada setiap urusan yang bermanfaat.

قال الإمام أحمد: الصيام أفضل ما تطوع به، لأنَّه لا يدخله الرياء.

Imam Ahmad Berkata : Shaum itu lebih utama dari semua amal sunnah karena di dalamnya tidak akan masuk Ria.

قال في "الإقناع وشرحه": يسن صوم ستة أيام من شوال، ولو متفرقة، ولا تحصل الفضيلة بصيامها في غير شوال.

Dalam kitab "al Iqna dan syarahnya" : disunatkan shaum 6 hari di bulan syawaal, walaupun terdapat perbedaan pendapat, dan tidak akan ada keutamaan shaumnya pada bulan selain Syawwal.

من صامها مع رمضان، فكأنما صام الدهر فرضًا؛ ذلك أنَّ الحسنة بعشر أمثالها، فرمضان بعشرة أشهر، والستة الأيام عن شهرين، فذلك سنة كاملة، فحصل ثواب عبادة الدهر على وجه لا مشقة فيه، فضلًا من الله، ونعمةً على عباده.

Barangsiapa yang shaum  6 hari di bulan syawwal bersama shaum Ramadhan, maka seolah-olah shaum wajib selama 1 tahun, karena sesungguhnya satu kebaikan diganjar 10 kali lipatnya, maka shaum Ramadhan senilai 10 bulan  dan shaum 6 hari di bulan syawwal senilai 2 bulan, maka menjadi genap satu tahun penuh, maka didapatkanlah pahala ibadah satu tahun melalui jalan ini tanpa kesulitan memahaminya. Sebagi keutamaan dari Allah dan ni'mat bagi Hamba-Nya.

- استحب العلماء أن يكون صيام الست بعد يوم العيد مباشرة؛ لمراعاة أمور عامة، منها:

Para ulama menyukai jika shaum 6 hari di bulan Syawaal langsung setelah hari iedul Fitri, untuk memelihara urusan umum seperti :

 المسارعة إلى فعل الخير، ومنها المسارعة إليها دليلٌ على الرغبة في الصيام والطاعة، وعدم السأم منها، ومنها ألا يعرض له من الأمور ما يمنعه من صيامها إذا أخرها، ومنها أنَّ صيام ستة أيام بعد رمضان كالراتبة بعد فريضة الصلاة، فتكون بعدها، وغير ذلك من الاعتبارات، والله الموفق.

Bersegera dalam melakukan kebaikan, yang menjadi ciri menyukai shaum dan taat, dan tidak ada kemalasan di dalamnya, juga supaya tidak terhalang oleh hal lain apabila diakhirkan, oleh karena itu shaum Syawwal setelah Ramadhan seperti rawatib setelah wajib sholat, maka ia pun setelah wajib ramadhan, dan selain hal penting di atas, Dan Allah lah yg Maha Benar.

 وأما فضلها: فيحصل في أي ستة أيام صيمت من شوال، مجتمعةً أو متفرقة.

Adapun Keutamaamya, maka dapat dihasilkan pada 6 hari apa saja ia shaum di bulan syawwal baik berurutan atau terpisah.


Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...