وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِمَا ضَرَبَ لِلرَّحْمَنِ مَثَلا ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (17)
Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang dijadikan misal bagi Allah Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat, sedangkan dia amat menahan sedih. (QS. Az-Zukhruf : 17)
Yakni perempuan itu mempunyai kekurangan yang untuk menutupi kekurangannya itu diberilah ia perhiasan sejak masih kecil. Dan apabila bertengkar, maka ucapannya tidak dianggap, bahkan ia lemah dan tidak mampu berbuat. Maka apakah orang yang demikian keadaanya pantas dinisbatkan kepada Allah Swt. Perempuan itu mempunyai kekurangan secara lahir dan batinnya, begitu pula dalam penampilan dan karakternya. Maka untuk menambal kekurangan lahiriah dan penampilannya diberilah ia perhiasan dan lain sebagainya yang diperlukan untuk menambal kekurangannya. Hal yang semakna diucapkan oleh seorang penyair Arab:
وَمَا الحَلْي إِلَّا زينَةٌ مِنْ نقيصةٍ ... يتمّمُ مِنْ حُسْن إِذَا الحُسْن قَصَّرا ...
وأمَّا إذَا كَانَ الجمالُ موفَّرا ... كحُسْنك، لَمْ يَحْتَجْ إِلَى أَنْ يزَوَّرا ...
Tiadalah perhiasan itu melainkan hanyalah untuk menghiasi kekurangan dan menyempurnakan keindahan penampilan bila keindahannya berkurang.
Adapun jika keindahan itu telah terpenuhi seperti penampilan yang ada pada dirimu, maka tidak diperlukan lagi adanya kamuflase penampilan.
Adapun yang berkaitan dengan kekurangan karakternya ialah sesungguhnya perempuan itu lemah dan tidak mampu membela diri di saat diperlukan ia harus membela diri, tidak termasuk ke dalam perhitungan dan tidak mempunyai peran, seperti yang dikatakan oleh sebagian orang Arab (tentunya di masa Jahiliah) pada saat ia diberi kabar gembira tentang kelahiran anak perempuannya, "Anak perempuan itu bukanlah anak yang baik, pertolongannya adalah menangis, dan baktinya adalah mencuri."
Karena itu, ketika orang-orang Arab jahiliyah mendapat kabar bahwa istrinya atau saudara perempuannya atau menantu perempuannya melahirkan bayi wanita maka orang-orang jahiliyah itu akan sangat marah, kecewa, merasa malu, karena kelahiran bayi wanita itu. Sebab keluarganya akan dikucilkan, dihina dan direndahkan kaumnya karena memiliki anak wanita.
وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا يَشْتَهُونَ (57) وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59)
“Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki). Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. An-Nahl: 57-59)
Menurut Prof Asep, ketika ada anggota keluarga yang akan melahirkan, orang Arab jahiliyah akan menghindari orang-orang dengan membawa wanita yang akan melahirkan ke pedalaman. Orang Arab jahiliyah akan memastikan kelahiran anaknya, bila bayi yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki maka mereka akan buru-buru mengabarkan pada kaumnya dan menggelar pesta hingga berhari-hari.
Namun jika yang dilahirkan adalah bayi perempuan maka orang arab jahiliyah melakukan dua hal. Pertama, bayi perempuan itu akan diberi waktu hidup beberapa lama dengan diberikan kepada orang pedalaman untuk diasuh hingga bisa berjalan. Apabila telah bisa berjalan, anak wanita itu akan dibunuh dengan cara dikubur hidup-hidup oleh ayahnya atau anggota keluarganya. Setelah itu keluarga itu pun akan menutup rapat setiap informasi dari kaumnya. Kedua, ketika mendapati yang dilahirkan adalah bayi wanita maka bayi itu akan langsung dikubur hidup-hidup seketika itu juga di lubang yang telah disiapkan.
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ (8) بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ (9)
“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (QS. At-Takwir: 8-9).
Mereka orang musyrik kalau mendapati anak perempuan yang lahir, mereka kubur hidup-hidup. Jika selamat dari siksaan seperti itu, maka anak perempuan itu akan hidup dalam keadaan hina. Contohnya diperlakukan dengan tidak menambahkan hak waris. (Lihat Tambihaat ‘ala Ahkam Takhtasshu bi Al-Mu’minaat, hlm. 8)
Saking kejinya, jika penguburan hidup-hidup di masa belia tertunda, mereka tetap melakukannya ketika wanita telah tumbuh dewasa. “Penguburan bayi wanita ditunda karena ayahnya tengah melakukan perjalanan atau sibuk berdagang.” Demikian ini dijelaskan oleh Abul Hasan Ali an-Nadwi.
“Sampai akhirnya wanita itu tumbuh dewasa dan memiliki akal,” pungkas Abul hasan, “Namun penguburan yang tertunda tetap dikerjakan. Biasanya wanita itu dilemparkan dari tempat yang tinggi.”