PENGUNJUNG

Minggu, 28 November 2021

Keutaman Niat sholih sebanding dengan Hijrah dan Jihad Di Jalan Allah

 Keutaman Niat sholih sebanding dengan Hijrah dan Jihad Di Jalan Allah


3- وعن عائشة رضي الله عنها قالت قال النبي صلى الله عليه وسلم‏:‏ ‏"‏ لا هجرة بعد الفتح، ولكن جهاد ونية، وإذا استفرتم فانفروا‏"‏ ‏(‏‏(‏متفق عليه‏)‏‏)‏‏.‏ ‏‏ومعناه‏:‏ لا هجرة من مكه لأنها صارت دار إسلا 


3. Dari Aisyah radhiallahu 'anha, berkata: Nabi s.a.w. bersabda: "Tidak ada hijrah setelah pembebasan - Makkah -, tetapi yang ada ialah jihad dan niat. Maka dari itu, apabila engkau semua diminta untuk keluar - oleh imam untuk berjihad, - maka keluarlah – yakni berangkatlah." (Muttafaq 'alaih) ‏‏


Maknanya yaitu Tiada hijrah lagi dari Makkah, sebab saat itu Makkah telah menjadi perumahan atau Negara Islam. Maka hukum negara lain selain Kota Mekah pun juga sama tidak ada kewajiban hijrah apabila negara tersebut berada dalam Daulah Islam ‏.


Hijrah secara fisik dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu hijrah Islam, hijrah dari wilayah kafir, dan hijrah dari wilayah maksiat. Adapun hijrah syar'i atau hijrah secara nonfisik adalah hijrah yang disebutkan di dalam Alquran dan Sunah dengan istilah hijrah kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.


Tapi dikecualikan dari hukum wajib hijrah ini orang yang lemah orang yang cacat orang yang buta dan juga perempuan dan anak-anak.

Kebaikan-kebaikan yang ada pada hijrah akan bisa didapatkan pula dengan adanya jihad dan niat saleh, Karena amal itu tergantung pada niat.


Hadits ini juga menjadi dalil bahwa wajibnya keluar untuk berjihad di jalan Allah ketika diperintahkan oleh Imam atau pemimpin yang sah. Selain itu juga wajib untuk maksud melakukan jihad dan mempersiapkan diri untuk berjihad.


4- وعن أبي عبد الله جابر بن عبد الله الأنصارى رضي الله عنهما قال‏:‏ كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم في غزاةٍ فقال‏:‏ ‏"‏إن بالمدينة لرجالاً ماسرتم مسيراً، ولا قطعتم وادياً إلا كانوا معكم حبسهم المرض‏"‏ وفى رواية‏:‏ ‏"‏إلا شاركوكم في الأجر‏"‏ ‏(‏‏(‏رواه مسلم‏)‏‏)‏‏.‏ ‏‏


(‏‏(‏ورواه البخاري‏)‏‏)‏ عن أنس رضي الله عنه قال‏:‏ رجعنا من غزوة تبوك مع النبي صلى الله عليه وسلم فقال‏:‏ ‏"‏ إن أقواماً خلفنا بالمدينة ما سلكنا شعباً ولا وادياً إلا وهم معنا، حبسهم العذر‏"‏‏.‏ ‏‏


4. Dari Abu Abdillah iaitu Jabir bin Abdullah al-Anshari radhiallahu'anhuma, berkata: Kita berada beserta Nabi s.a.w. dalam suatu peperangan - yaitu perang Tabuk - kemudian beliau s.a.w. bersabda:


"Sesungguhnya di Madinah itu ada beberapa orang lelaki yang engkau semua tidak menempuh suatu perjalanan dan tidak pula menyeberangi suatu lembah, melainkan orang-orang tadi ada besertamu - yakni sama-sama memperolehi pahala - mereka itu terhalang oleh sakit - maksudnya andaikata tidak sakit pasti ikut berperang."


Dalam suatu riwayat dijelaskan: "Melainkan mereka - yang tertinggal itu - bersekutu dengan mu dalam hal pahalanya." (Riwayat Muslim)


Hadis sebagaimana di atas, juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda:


"Kita kembali dari perang Tabuk beserta Nabi s.a.w., lalu beliau bersabda:


"Sesungguhnya ada beberapa kaum yang kita tinggalkan di Madinah, tiada menempuh kita sekalian akan sesuatu lereng ataupun lembah, [5] melainkan mereka itu bersama-sama dengan kita jua -jadi memperolehi pahala seperti yang berangkat untuk berperang itu - mereka itu terhalang oleh sesuatu keuzuran." 


Fiqh Hadits :


1. Orang yang mukmin berangkat pergi berjihad lebih tinggi derajatnya dan utama dibandingkan orang-orang mukmin yang tidak ikut berjihad


2. Tidak ada dosa bagi orang yang buta yang lumpuh ataupun yang sakit tidak ikut berperang dijalan Allah.


3. Orang yang terhalang sehingga tidak bisa berjihad sama seperti orang-orang yang mempunyai kemadharotan.


4. Barang siapa yang mempunyai niat untuk berjihad mempunyai keadaan madhorot atau pun mempunyai halangan maka derajatnya seperti orang yang pergi berjihad.


5. Hadits ini menunjukkan bijaksananya Allah subhanahu wa ta'ala dan ringanya agama Islam.

Kamis, 18 November 2021

KAFIR, MURTAD, DAN KESESATAN

 

{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ (90) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (91) }
Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat. Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati, sedangkan mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.
Allah Swt. berfirman mengancam dan memperingatkan orang yang kafir sesudah imannya, kemudian kekafirannya makin bertambah, yakni terus-menerus dalam kekafirannya hingga mati, bahwa tobat mereka tidak diterima di saat matinya. Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئاتِ حَتَّى إِذا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ
Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka. (An-Nisa: 18), hingga akhir ayat.
Karena itulah maka dalam ayat ini Allah Swt. berfirman:
{لَنْ تُقْبَلَ تَوْبَتُهُمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الضَّالُّونَ}
sekali-kali tidak akan diterima tobatnya; dan mereka itulah orang-orang yang sesat. (Ali Imran: 90)
Yakni mereka keluar dari jalan yang hak menuju ke jalan kesesatan.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Bazi', telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ada suatu kaum masuk Islam, setelah itu mereka murtad, lalu masuk Islam lagi, dan murtad kembali. Kemudian mereka mengirimkan utusan kepada kaumnya, meminta kepada kaumnya untuk menanyakan hal tersebut bagi mereka. Lalu kaum mereka menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah Saw. Maka turunlah ayat berikut, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali tidak akan diterima tobatnya. (Ali Imran: 90)
Demikianlah bunyi riwayat Al-Bazzar, sanadnya adalah jayyid.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَماتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الْأَرْضِ ذَهَباً وَلَوِ افْتَدى بِهِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati, sedangkan mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. (Ali Imran: 91)
Maksudnya, barang siapa yang mati dalam keadaan kafir, maka tidak akan diterima darinya suatu kebaikan pun untuk selama-lamanya, sekalipun dia telah menginfakkan emas sepenuh bumi yang menurutnya dianggap sebagai amal taqarrub.
Seperti yang pernah ditanyakan kepada Nabi Saw. tentang hal Abdullah ibnu Jad'an. Abdullah ibnu Jad'an semasa hidupnya gemar menjamu tamu, memberikan pertolongan kepada orang miskin, dan memberi makan orang kelaparan. Pertanyaan yang diajukan kepada beliau ialah, "Apakah hal itu bermanfaat baginya?" Maka Rasulullah Saw. menjawab:
«لَا، إِنَّهُ لَمْ يَقُلْ يَوْمًا مِنَ الدهر: ربي اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ»
Tidak, sesungguhnya dia belum pernah mengucapkan barang sehari pun sepanjang hidupnya, "Ya Tuhanku, ampunilah bagiku semua kesalahanku di hari pembalasan nanti."
Demikian pula seandainya dia menebus dirinya dengan emas sepenuh bumi, niscaya hal itu tidak akan diterima darinya. Seperti yang dinyatakan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
وَلا يُقْبَلُ مِنْها عَدْلٌ وَلا تَنْفَعُها شَفاعَةٌ
dan tidak akan diterima suatu tebusan pun darinya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya. (Al-Baqarah: 123)
لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خِلالٌ
Yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. (Ibrahim: 31)
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ أَنَّ لَهُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعاً وَمِثْلَهُ مَعَهُ لِيَفْتَدُوا بِهِ مِنْ عَذابِ يَوْمِ الْقِيامَةِ مَا تُقُبِّلَ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir, sekiranya mereka mempunyai apa yang di bumi ini seluruhnya dan mempunyai yang sebanyak itu (pula) untuk menebus diri mereka dengan itu dari azab hari kiamat, niscaya (tebusan itu) tidak akan diterima dari mereka, dan mereka beroleh azab yang pedih. (Al-Maidah: 36)
Karena itulah dalam ayat berikut ini disebutkan:
{إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ}
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati, sedangkan mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. (Ali Imran: 91)
Huruf ataf (wawu) yang terdapat di dalam firman-Nya:
{وَلَوِ افْتَدَى بِهِ}
walaupun dia menebus diri dengan emas (sebanyak) itu. (Ali Imran: 91),
di-'ataf-kan kepada jumlah yang pertama. Hal ini menunjukkan bahwa yang kedua adalah bukan yang pertama. Pendapat yang kami kemukakan ini lebih baik daripada pendapat yang mengatakan bahwa huruf wawu di sini adalah zaidah (tambahan).
Makna ayat ini menyimpulkan bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menyelamatkan dirinya dari azab Allah, sekalipun dia telah menginfakkan emas sebesar bumi. Walaupun dia berupaya menebus dirinya dari azab Allah dengan emas sebesar bumi yang beratnya sama dengan berat semua gunung-gunung, semua lembah-lembah, semua tanah, pasir, dataran rendah dan hutan belukarnya, serta daratan dan lautannya (niscaya tidak akan diterima).
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حجَّاج، حَدَّثَنِي شُعْبَة، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ الجَوْني، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يُقَالُ لِلرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَرَأَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ مَا عَلَى الأرْضِ مِنْ شَيْءٍ، أَكُنْتَ مُفْتَدِيًا بِهِ؟ قَالَ: فَيَقُولُ: نَعَمْ. قَالَ: فَيَقُولُ: قَدْ أَرَدْتُ مِنْكَ أَهْوَنَ مِنْ ذَلِكَ، قَدْ أَخَذْتُ عَلَيْكَ فِي ظَهْرِ أَبِيكَ آدَمَ أَلَّا تُشْرِكَ بِي شَيْئًا، فَأَبَيْتَ إِلا أَنْ تُشْرِكَ ".
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Abu Imran Al-Juni, dari Anas ibnu Malik, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Dikatakan kepada seorang lelaki penghuni neraka kelak di hari kiamat, "Bagaimanakah yang akan kamu lakukan seandainya engkau mempunyai segala sesuatu yang ada di permukaan bumi, apakah itu akan engkau pakai untuk menebus dirimu (dari azab-Ku)?" Ia menjawab, "Ya." Allah berfirman, "Padahal Aku menghendaki darimu hal yang lebih mudah daripada itu. Sesungguhnya Aku telah mengambil janji darimu ketika kamu masih berada di dalam lulang sulbi kakek moyangmu, yaitu Adam; agar janganlah kamu mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Tetapi kamu menolak melainkan hanya tetap mempersekutukan (Aku)."
Demikian pula apa yang diketengalikan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
حَدَّثَنَا رَوْح، حَدَّثَنَا حَمَّاد، عَنْ ثَابِتٍ، عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يُؤْتَى بِالرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَقُولُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَنزلَكَ؟ فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، خَيْرُ مَنزلٍ. فَيَقُولُ: سَلْ وَتَمَنَّ. فَيَقُولُ: مَا أَسْأَلُ وَلا أَتَمَنَّى إِلا أَنْ تَرُدَّنِي إِلَى الدُّنْيَا فَأُقْتَلَ فِي سَبِيلِكَ عَشْرَ مِرَار -لِمَا يَرَى مِنْ فَضْلِ الشَّهَادَةِ. وَيُؤْتَى بِالرَّجُلِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيَقُولُ لَهُ: يَا ابْنَ آدَمَ، كَيْفَ وَجَدْتَ مَنزلَكَ؟ فَيَقُولُ: يَا رَبِّ شَرُّ مَنزلٍ. فَيَقُولُ لَهُ: تَفْتَدِي مِني بِطِلاعِ الأرْضِ ذَهَبًا؟ فَيَقُولُ: أَيْ رَبِّ، نَعَمْ. فَيَقُولُ: كَذَبْتَ، قَدْ سَأَلْتُكَ أَقَلَّ مِنْ ذَلِكَ وَأَيْسَرَ فَلَمْ تَفْعَلْ، فيُرَد إِلَى النَّارِ"
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit, dari Anas yang nicngatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Didatangkan seorang lelaki dari penduduk surga, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam, bagaimanakah kamu jumpai tempat kedudukanmu?" Lelaki itu menjawab, "Wahai Tuhanku, (aku jumpai tempat tinggalku adalah) sebaik-baik tempat tinggal." Allah berfirman, "Mintalah dan berharaplah." Lelaki iiu menjawab, "Aku tidak akan meminta dan berharap lagi, kecuali kumohon Engkau mengembalikan aku ke dunia, lalu aku akan berperang hingga gugur di jalan-Mu," sebanyak sepuluh kali —ia mengatakan demikian karena keutamaan yang dirasakannya berkat mati syahid—. Dan didatangkan pula seorang lelaki dari penduduk neraka, lalu dikatakan kepadanya, "Hai anak Adam, bagaimanakah kamu jumpai tempat tinggalmu?" Ia menjawab, "Wahai Tuhanku (aku jumpai tempat tinggalku adalah) seburuk-buruk tempat tinggal." Dikatakan kepadanya, "Apakah engkau mau menebus dirimu dari (azab)-Nya dengan emas sepenuh bumi?" Ia menjawab, "Ya, wahai Tuhanku." Allah berfirman, "Kamu dusta, karena sesungguhnya Aku pernah memintamu melakukan hal yang lebih ringan daripada itu dan lebih mudah, tetapi kamu tidak mau melakukannya." Lalu lelaki itu dicampakkan kembali ke dalam neraka.
Karena itulah dalam ayat ini disebutkan:
{أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ}
Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (Ali Imran: 91),
Yakni tidak ada seorang pun yang dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah, dan tidak ada seorang pun yang melindungi mereka dari siksa-Nya yang amat pedih.

Sabtu, 13 November 2021

BUKAN DALIL PLURARISME AGAMA

 


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحاً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian, dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

Allah mengingatkan melalui ayat ini, bahwa barang siapa yang berbuat baik dari kalangan umat-umat terdahulu dan taat, baginya pahala yang baik.Demikianlah kaidah tetapnya sampai hari kiamat nanti, yakni setiap orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, maka baginya kebahagiaan yang abadi.Tiada ketakutan bagi mereka dalam menghadapi masa mendatang.

Ada dua ayat lagi yang isinya mirip dengan ayat ini. Pertama, Surat al-Maidah (5) ayat 69:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَادُواْ وَالصَّابِؤُونَ وَالنَّصَارَى مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وعَمِلَ صَالِحاً فَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ

 “Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”

Kedua, Surat al-Hajj (22) ayat 17:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئِينَ وَالنَّصَارَى وَالْمَجُوسَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا إِنَّ اللَّهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

 “Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.

As-Saddi mengatakan bahwa firman-Nya yang mengatakan: Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta beramal saleh....(Al-Baqarah: 62) diturunkan berkenaan dengan teman-teman Salman Al-Farisi. Ketika ia sedang berbincang-bincang dengan Nabi Saw., lalu ia menyebutkan perihal teman-teman yang seagamanya di masa lalu, ia menceritakan kepada Nabi berita tentang mereka. Untuk itu ia mengatakan, "Mereka salat, puasa, dan beriman kepadamu serta bersaksi bahwa kelak engkau akan diutus sebagai seorang nabi." Setelah Salman selesai bicaranya yang mengandung pujian kepada mereka, maka Nabi Saw.bersabda kepadanya, "Hai Salman, mereka termasuk ahli neraka." Maka hal ini terasa amat berat bagi Salman.Lalu Allah menurunkan ayat ini.

Iman orang-orang Yahudi itu ialah barang siapa yang berpegang kepada kitab Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s., maka imannya diterima hingga Nabi Isa a.s. datang. Apabila Nabi Isa telah datang, sedangkan orang yang tadinya berpegang kepada kitab Taurat dan sunnah Nabi Musa a.s. tidak meninggalkannya dan tidak mau mengikut kepada syariat Nabi Isa, maka ia termasuk orang yang binasa.

Iman orang-orang Nasrani ialah barang siapa yang berpegang kepada kitab Injil dari kalangan mereka dan syariat-syariat Nabi Isa, maka dia termasuk orang yang mukmin lagi diterima imannya hingga Nabi Muhammad Saw. datang. Barang siapa dari kalangan mereka yang tidak mau mengikut kepada Nabi Muhammad Saw. dan tidak mau meninggalkan sunnah Nabi Isa serta ajaran Injilnya sesudah Nabi Muhammad Saw. datang, maka dia termasuk orang yang binasa.

Riwayat ini tidak bertentangan dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani, dan orang-orang Sabi-in, siapa saja di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian..., hingga akhir ayat, (Al-Baqarah: 62). Ibnu Abbas r.a. mengatakan bahwa sesudah itu diturunkan oleh Allah firman berikut:Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.(Ali Imran: 85)

Sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas ini merupakan suatu pemberitahuan bahwa tidak akan diterima dari seseorang suatu cara dan tidak pula suatu amal pun, kecuali apa yang bersesuaian dengan syariat Nabi Muhammad Saw. sesudah beliau diutus membawa risalah yang diembannya. Adapun sebelum itu, setiap orang yang mengikuti rasul di zamannya, dia berada dalam jalan petunjuk dan jalan keselamatan.

Dengan demikian pluralitas keberimanan yang dimaksud di ayat 62 ini bukan di suatu waktu yang sama, tetapi di waktu yang berbeda dan berurutan; bukan dalam pengertiannya yang paralel, tapi monorel. Dalam pengertian monorel ini: asumsi dasar diutusnya nabi pembawa risalah yang baru (belakangan) adalah karena risalah yang lama (sebelumnya) telah dirusak oleh umatnya sendiri. Sehingga apabila tetap menganut agama atau mengikuti risalah yang lama, selain melanggar azas ketaatan kepada pengirim risalah (al-mursil), juga sama dengan menganut agama atau risalah yang sudah rusak dan kadaluwarsa. Dalam pengertian monorel ini juga, nabi-nabi pembawa risalah hanya dibagi tiga macam: Nabi Pertama (Adam as), Nabi Terakhir (Muhammad saw), dan Nabi Antara (yang bertugas menyambungkan risalah antara Nabi sebelumnya dan Nabi sesudahnya). Dalam konteks inilah sehingga tiap Nabi Antara yang datang selalu mempertegas bahwa kedatangannya adalah dalam rangka menyempurnakan (pembawa) risalah sebelumnya dan sekaligus mengabarkan akan datangnya (pembawa) risalah sesudahnya. “Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: ‘Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)’. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: ‘Ini adalah sihir yang nyata’.” (61:6)

Dengan begitu kontinuitas risalah selalu terjaga, dan sekaligus terhindar dari kemungkinan timbulnya pluralisme kebenaran.“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kalian Rasul Kami, menjelaskan (syari`at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kalian tidak mengatakan: ‘Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan’.Sesungguhnya telah datang kepadamu (yaitu Muhammad sebagai) pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(5:19) Hebatnya, ayat ini (5:19) adalah kelanjutan dari ayat-ayat sebelumya yang berbicara khusus kepada Yahudi dan Nashrani.Itu sebabnya, bahkan setiap nabi dan rasul yang Allah akan utuspun diambil sumpahnya terlebih dahulu agar tetap bersedia menjamin kontinuitas risalah tersebut. “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: ‘Sungguh, apa saja yang Aku berikan (nanti) kepadamu berupa kitab dan hikmah, (tetapi) kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, (apakah) kalian akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya?’. Allah mempertegas: ‘Apakah kalian (bersedia) mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?’ Mereka menjawab: ‘Kami mengakui’. Allah berfirman: ‘Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku (pun) menjadi saksi  bersama kalian’.” (3:81)

Kalau kita memaknai ayat ini sebagai mensahihkan seluruh agama (samawi) yang ada sekarang, kita berhadapan dengan prinsip logika yang paling penting, yang disebut ashlut-thanāqud (prinsip kontradiksi) yang diaminkan oleh al-Qur’an (4:82).

Jaminan keselamatan terletak pada iman dan amal saleh yang benar. Apabila kita sungguh-sungguh beriman dan beramal saleh, niscaya Allah akan memberikan imbalan yang setimpal dan menghilangkan rasa khawatir dan sedih dari jiwa kita

 

Rabu, 10 November 2021

Berbuat Baik kepada kerabat


{وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27) وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلا مَيْسُورًا (28) }
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan kepada orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kalian menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. Sesungguhnya pemhoros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar terhadap Tuhannya. Dan jika kamu berpaling dari mere­ka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harap­kan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas.
Setelah disebutkan tentang berbakti kepada kedua orang tua, maka diiringilah dengan sebutan tentang berbuat kebaikan kepada kaum kerabat dan bersilaturahmi. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
"أُمَّكَ وَأَبَاكَ، ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ" وَفِي رِوَايَةٍ: "ثُمَّ الْأَقْرَبَ فَالْأَقْرَبَ".
(berbuat baiklah kamu) kepada ibumu, dan bapakmu, kemudian orang yang terdekat (kekerabatannya) denganmu, lalu orang yang dekat denganmu. Menurut riwayat yang lain disebutkan, "Kemudian kerabat yang terdekat (denganmu), lalu kerabat dekat."
Di dalam hadis lain disebutkan pula:
"مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ رِزْقُهُ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَجَلِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ"
Barang siapa yang menyukai diluaskan rezekinya dan diper­panjang usianya, hendaklah ia bersilaturahmi.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Abu Yahya At-Taimi, telah menceritakan kepada kami Fudail ibnu Marzuq, dari Atiyyah, dari ibnu Sa'id yang mengatakan bahwa ketika ayat berikut diturunkan (yaitu firman-Nya): Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya. (Al-Isra: 26) Maka Rasulullah Saw. memanggil Siti Fatimah (putrinya), lalu beliau memberinya tanah Fadak.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, "Kami tidak mengetahui ada seseorang yang meriwayatkan hadis ini dari Fudail ibnu Marzuq selain Abu Yahya At-Taimi dan Humaid ibnu Hammad ibnul Khawwar."
Dan hadis ini mengandung musykil sekiranya sanadnya berpredikat sahih, karena ayat ini Makiyyah; sedangkan Fadak baru dimenangkan bersamaan dengan kemenangan atas tanah Khaibar, yaitu pada tahun ketujuh hijrah. Maka mana mungkin pendapat tersebut sealur dengan kenyataan sejarah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa hadis ini berpredikat munkar, dan yang lebih tepat ialah bila dikatakan bahwa hadis ini merupakan buatan golongan kaum Rafidah (salah satu sekte dari kaum Syi'ah).
Pembahasan mengenai orang-orang miskin dan ibnu sabil telah kami sebutkan secara panjang lebar di dalam tafsir surat Bara-ah (At-Taubah), sehingga tidak perlu diulangi lagi dalam tafsir surat ini.
*******************
Firman Allah Swt.:
{وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا}
dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (harta kalian) secara boros. (Al-Isra: 26)
Setelah perintah untuk memberi nafkah, Allah melarang bersikap berlebih-lebihan dalam memberi nafkah (membelanjakan harta), tetapi yang dianjur­kan ialah pertengahan. Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat yang lain melalui firman-Nya:
{وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا}
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir. (Al-Furqan: 67), hingga akhir ayat.
Kemudian Allah Swt. berfirman untuk menanamkan rasa antipati terhadap sikap pemborosan dan berlebih-lebihan:
{إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ}
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. (Al-Isra: 27)
Yakni tindakan mereka serupa dengan sepak terjang setan, ibnu Mas'ud mengatakan bahwa istilah tab'zir berarti membelanjakan harta bukan pada jalan yang benar. Hal yang sama dikatakan oleh ibnu Abbas.
Mujahid mengatakan, "Seandainya seseorang membelanjakan semua hartanya dalam kebenaran, dia bukanlah termasuk orang yang boros. Dan seandai­nya seseorang membelanjakan satu mud bukan pada jalan yang benar, dia termasuk seorang pemboros."
Qatadah mengatakan bahwa tab'zir ialah membelanjakan harta di jalan maksiat kepada Allah Swt., pada jalan yang tidak benar, serta untuk kerusakan.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، حَدَّثَنَا لَيْث، عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبَى هِلَالٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: أَتَى رَجُلٌ مِنْ بَنِي تَمِيمٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي ذُو مَالٍ كَثِيرٍ، وَذُو أَهْلٍ وَوَلَدٍ وَحَاضِرَةٍ، فَأَخْبِرْنِي كَيْفَ أُنْفِقُ وَكَيْفَ أَصْنَعُ؟ فَقَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تُخْرِجُ الزَّكَاةَ مِنْ مَالِكَ، فَإِنَّهَا طُهْرَةٌ تُطَهِّرُكَ، وَتَصِلُ أَقْرِبَاءَكَ، وَتَعْرِفُ حَقَّ السَّائِلِ وَالْجَارِ وَالْمِسْكِينِ ". فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَقْلِلْ لِي؟ فَقَالَ: {وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا} فَقَالَ: حَسْبِي يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِذَا أَدَّيْتُ الزَّكَاةَ إِلَى رَسُولِكَ فَقَدْ بَرِئْتُ مِنْهَا إِلَى اللَّهِ وَإِلَى رَسُولِهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "نَعَمْ، إِذَا أَدَّيْتَهَا إِلَى رَسُولِي فَقَدْ بَرِئْتَ مِنْهَا، فَلَكَ أَجْرُهَا، وَإِثْمُهَا عَلَى مَنْ بَدَّلَهَا"
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Lais, dari Khalid ibnu Yazid, dari Sa’id ibnu Abu Hilal, dari Anas ibnu Malik r.a. yang mencerita­kan bahwa seorang lelaki dari Bani Tamim datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya adalah orang yang berharta banyak, beristri dan beranak serta mempunyai pelayan, maka berilah saya petunjuk bagaimana cara yang seharusnya dalam memberi nafkah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kamu keluarkan zakat harta bendamu bila telah wajib zakat, karena sesungguhnya zakat menyucikan hartamu dan dirimu; lalu berilah, kaum kerabatmu, dan jangan lupa akan hak orang yang meminta, tetangga, dan orang miskin. Lelaki itu bertanya, "Wahai Rasulullah, persingkatlah ungkapanmu kepa­daku.'" Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. (Al-Isra: 26) Maka lelaki itu berkata, "Wahai Rasulullah, apakah dianggap cukup bagiku bila aku menunaikan zakat kepada pesuruh ('amil)mu, dan aku terbebas dari zakat di hadapan Allah dan Rasul-Nya sesudah itu?" Rasulullah Saw. menjawab: Ya. Apabila kamu menunaikan zakatmu kepada pesuruhku, maka sesungguhnya kamu telah terbebas dari kewajiban zakat dan kamu mendapatkan pahalanya. Dan sesungguhnya yang berdosa itu adalah orang yang menyelewengkan Harta zakat.
*******************
Firman Allah Swt.:
{إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ}
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-sauda­ra setan. (Al-Isra: 27)
Yaitu saudara setan dalam pemborosan, melakukan tindakan bodoh, dan tidak giat kepada Allah serta berbuat maksiat kepada-Nya. Dalam firman selanjurnya disebutkan:
{وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا}
dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Al-Isra: 27)
Dikatakan demikian karena dia ingkar kepada nikmat yang telah diberikan Allah kepadanya dan tidak mau mengerjakan amal ketaatan kepada-Nya, bahkan membalasnya dengan perbuatan durhaka dan melanggar perintah-Nya.
Firman Allah Swt.:
{وَإِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاءَ رَحْمَةٍ مِنْ رَبِّكَ تَرْجُوهَا فَقُلْ لَهُمْ قَوْلا مَيْسُورًا}
Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu. (Al-Isra: 28), hingga akhir ayat.
Dengan kata lain, apabila ada yang meminta kepadamu dari kalangan kaum kerabatmu dan orang-orang yang Kami anjurkan kamu agar mem­beri mereka, sedangkan kamu dalam keadaan tidak mempunyai sesuatu pun yang kamu berikan kepada mereka, lalu kamu berpaling dari mereka karenanya.
{فَقُلْ لَهُمْ قَوْلا مَيْسُورًا}
maka katakanlah kepada mereka ucapan yang.pantas. (Al-Isra: 28)
Maksudnya, berkatalah kepada mereka dengan kata-kata yang lemah lembut dan ramah; serta janjikanlah kepada mereka bahwa apabila kamu mendapat rezeki dari Allah, maka kamu akan menghubungi mereka.
Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang sehubungan dengan makna firman-Nya: maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas. (Al-Isra: 28) Bahwa yang dimaksud dengan qaulan maisuran ialah perkataan yang mengandung janji dan harapan.

Dzikrul Maut #5

  (Kitab At-Tadzkiroh Bi Ahwali Mauta wa Umuri Akhirat/ Peringatan Tentang keadaan orang Mati dan urusan-urusan Akhirat/Imam Al Qurthubi) KO...